Bogordaily.net – Ronald Koeman datang ke Barcelona dengan sebuah gagasan. Tentu, sang pelatih sudah kenyang dengan aneka teori Barcelona, tempat yang menjadikannya legenda di klub tersebut.
Warisan mendiang Johan Cruyff di Catalunya abadi. Mazhab total football dalam skema 4-3-3 begitu mendarah daging di tubuh Los Blaugrana, yang kemudian dimodernisasi dengan dandanan tiki-taka peninggalan Pep Guardiola nan fenomenal.
Pada prinsipnya, filosofi di atas membuat Barcelona tak sebatas bermain menyerang, tapi juga menyerbu pertahanan seteru lewat permainan elok untuk ditonton. Filosofi ini pula yang menempatkan Barcelona di puncak kejayaan, baik skup lokal, Eropa bahkan dunia dalam hampir tiga setengah dekade ke belakang atau tepatnya ketika era Cruyff dimulai.
Siapa coba-coba merusak dasar sepakbola klub Catalans, maka tunggu kehancurannya.
Barca dewasa ini memang tidak sepenuhnya membuang pakem yang telah dirakit selama bertahun-tahun. Namun, idealisme tak selamanya beriringan dengan zaman. Faktanya, ideologi Cruyffism perlahan-lahan bisa dengan mudah ditebak lawan.
Quique Setien adalah Cruyffian sejati. Dia begitu mengagumi Sang Bapak Total Football. Atas dasar pemikirannya itu pula yang mengantarkan dia sampai ke pintu Camp Nou dari Real Betis. Namun, apakah dia berhasil mengoptimalkan Lionel Messi dan kolega? Bisa dinilai sendiri, atau jangan-jangan publik masih terngiang-ngiang bencana paling memalukan klub ketika diluluhlantakkan 8-2 oleh Bayern Munich di Liga Champions 2019/20.
Tak ubahnya periode transisi sepeninggal Guardiola dengan kemunculan nama-nama seperti Tito Vilanova atau Gerardo Martino, yangmelanjutkan tongkat estafet konsep Cruyffian di Barca namun tak mampu membuat tim produktif.
Di antara era Guardiola dan Setien, sebetulnya Barca telah meletakkan dasar filosofi baru di bawah komando Luis Enrique lalu dilanjutkan Ernesto Valverde. Barca yang lebih mengindahkan konsep keseimbangan tim, bermain lebih pragmatis, dan tak lagi terpaku dengan romansa taktik Belanda 4-3-3.
Terbukti, di tangan Enrique, Barca mampu mendulang treble winners kedua — menjadikan mereka satu-satunya tim yang mampu meraih tripel juara dua kali dalam sejarah sepakbola — termasuk raihan enam gelar dalam satu musim mengulangi capaian ‘gila’ Guardiola.
Rekor Valverde sebagai penerus Enrique juga masih terhitung menawan: berhasil mempersembahkan dua gelar La Liga, satu titel Copa del Rey dan Piala Super Spanyol. Makanya, ketika Valverde dipecat, Messi mencak-mencak.
Entah apa yang merasuki Josep Maria Bartomeu, yang memecat Valverde hanya karena asumsi Barca tak lagi bermain cantik dan gagal di kancah Eropa. Barca yang dalam masa transisi dan pelan-pelan menemukan kembali identitasnya, harus kembali mengalami perubahan stuktural. Belakangan, sang mantan presiden juga yang akhirnya nyaris membawa Barca ke jurang kehancuran, mulai dari krisis finansial hingga demoralisasi perihal skandal Barcagate, sebelum digantikan Joan Laporta.
Koeman memang tak bisa menyulap Barca dalam semalam agar bisa kembali mencapai standar tinggi mereka. Namun Koeman tahu apa yang diperlukan untuk menahkodai kapal megah. Ya, identitas baru, filosofi baru, konsep baru, sistem baru, apa pun istilahnya. Jika Guardiola adalah versi 2.0, maka Koeman sedang berada di jalur Cruyffian 3.0.
Belakangan Koeman menciptakan teori baru di Barcelona setelah diterpa inkonsistensi. Formula yang mungkin tidak terlalu familiar bagi pelatih Barca mana pun: formasi 3-4-3.
Strategi ini sebetulnya pernah diangkat ke permukaan oleh Guardiola di musim terakhirnya di Camp Nou. Pertanyaan berikutnya, apakah teori tiga bek telah “melanggar” idealisme Cruyffian? Jelas tidak, karena standar Cruyffian bukan soal bagaimana perubahan formasi, tapi bagaimana tim tetap mengeksploitasi ruang dan fluiditas posisi. Ruang adalah komponen kunci karena tujuannya adalah membuat lapangan sebesar mungkin saat menyerang dan menjadikan lapangan sekecil mungkin saat bertahan. Koeman sedang mengerjakan itu, tapi sekaligus menambah elemen keseimbangan tim dan sedikit nuansa pragmatisme sebagai inovasi taktikal darinya.
Setelah mengikuti arus tradisional Barca dengan sistem 4-3-3, bergantian menerapkan taktik favoritnya yakni 4-3-2-1 menyesuaikan kondisi lawan, kini Koeman tampak mantap dengan transformasi racikan tiga bek. Dalam prakteknya, formasi 3-4-3 ini bisa berkembang menjadi 3-1-4-2 atau 3-4-2-1. Dengan kata lain, Koeman ingin Barca polesannya memiliki kekhasan tersendiri tanpa harus saklek dengan satu pakem.
Sistem tiga bek Barcelona akhir-akhir cukup mengejutkan banyak pihak. Namun di sisi lain, itu sangat kompatibel dengan karakter skuad Los Blaugrana saat ini. Koeman punya penjelasan yang masuk akal soal ini.
“Kami telah membuat perubahan karena kami pikir hal itu bagus bagi tim ini, memiliki tambahan pemain di sentral pertahanan tim. Kami mengubah sistem,” ulas Koeman kepada RMC Sport sejak diketahui mengubah arah permainan Barca.
Ajaibnya, sosok tambahan di jantung pertahanan itu adalah Frenkie de Jong alih-alih mengedepankan pemain yang memang berposisi natural sebagai bek. Semakin menarik, karena de Jong dipasang di tengah, diapit dua CB lainnya. Koeman menginginkan sang gelandang menjadi otak ketika tim melakukan build-up dari belakang. Dengan tiga bek, proses membangun serangan terasa lebih aman.
“Kuncinya adalah bermain dengan tiga pemain sentral [di belakang]. Kami mengubah skema agar lebih memiliki keamanan di area pertahanan dan memanfaatkan kualitas tim, juga mampu membangun serangan tanpa masalah dengan tiga lawan dua penyerang, mampu membangun serangan di antara lini dengan pemain-pemain seperti Pedri, [Miralem] Pjanic atau Messi. Kami bisa melihat pertandingan dengan konsentrasi tinggi,” urai Koeman.
Skema tiga bek juga semakin mematangkan permainan si anak muda Oscar Mingueza. Dia bisa bermain lebih maksimal karena di sisi kanan dia mendapat support dari Sergio Dest ketika tim diserang lawan. Berbeda saat dia bekerja sendirian sebagai bek sayap kanan dalam skema empat bek.
Perubahan ini semakin memungkinkan Barca memainkan high pressing di separuh lapangan. Dengan skema tiga bek, maka lini kedua Barca menjadi lebih padat. Empat, lima sampai enam pemain bisa berada di sektor ini ketika musuh coba membangun serangan, dengan 3-4-3 bisa bergerak dinamis menjadi 3-6-1. Kecepatan duo wing-back Jordi Alba dan Dest akan sangat diandalkan untuk menutup lini kesatu bila sewaktu-waktu musuh berhasil bergerak hingga ke sepertiga lapangan, sementara Ousmane Dembele atau Antoine Griezmann akan menjadi pembuka untuk memainkan pressing tinggi di final third.
Bagaimana dengan Messi? Sang megabintang melonjak pesat dan tampak menikmati sistem baru Koeman, dengan dia mampu mengemas total delapan keterlibatan gol [4 gol, 4 assist] sejak Koeman memulai racikan 3-4-3 di lima laga terakhir seluruh kompetisi.
Luar biasanya, sejak transformasi taktik diterapkan, Koeman bisa mendapati Barca menguasai bola hingga di atas 60 persen, bahkan menyentuh 70 persen seperti ketika mereka maldeni PSG di Liga Champions.
Di samping itu, statistik mencatat, Barca belum terkalahkan sejak peralihan ke sistem 3-4-3. Dari lima laga terakhir dengan formasi gres, Barca memenangkan empat di antaranya, sekali imbang. Produktivitas gol juga begitu mengesankan dengan catatan 12 gol. Bagaiamana dengan area pertahanan? Seperti yang dijabarkan sebelumnya, sistem tiga bek justru membuat lini defensif Barca bagai beton nan kokoh setelah di lima laga terkini mereka hanya kebobolan dua gol, itupun hanya dari penalti.
“Semua tim perlu tahu bagaimana bermain dalam sejumlah sistem. Namun, Anda akan melihat apa yang kami sukai: mendominasi pertandingan,” seru Koeman.
Kemenangan terbaru ketika menghadapi Huesca dengan skor meyakinkan 4-1 kian mendekatkan Barca dengan Ateltico Madrid selaku pemuncak klasemen. Kini, hanya ada spasi empat poin di antara keduanya, dengan klub Catalans di spot runner-up. Dengan 11 laga tersisa, potensi untuk merebut singgasana La Liga terbuka lebar-lebar. Sinyal positif lainnya, Barca-nya Koeman bisa menutup musim ini dengan raihan dobel gelar seiring keberhasilan mereka merangsek ke partai final Copa del Rey.
Aliran Cruyffian telah meninggalkan jejak-jejak emas di persepakbolaan dunia, terkhusus buat Barca dan ini tak akan pernah lekang dilahap waktu. Namun, sepakbola modern akan selalu menuntut inovasi taktik dan ini yang sedang dikerjakan Koeman.
Sumber: goal.com