Friday, 1 November 2024
HomeBeritaDemokrat Moeldoko Singgung Organisasi Radikal di Era SBY

Demokrat Moeldoko Singgung Organisasi Radikal di Era SBY

Bogordaily.net – Juru Bicara Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB), Muhammad Rahmad, meminta penjelasan terkait organisasi radikal tumbuh subur di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden keenam RI, Ketua Umum Partai Demokrat, hingga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Rahmad berharap Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan SBY yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat bisa menjelaskan hal tersebut.

“Jelaskan saja oleh AHY atau SBY ke masyarakat luas, kenapa organisasi radikal bisa tumbuh subur di Indonesia di era kepemimpinan SBY sebagai Presiden sekaligus sebagai Ketua Umum dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat,” kata Rahmad kepada CNNIndonesia.com, Selasa (30/3).

Ia menyarankan AHY atau SBY tidak perlu panik, kebakaran jenggot, atau mengulang kebohongan dalam merespons pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB, Moeldoko, ihwal pertarungan ideologis yang kuat di tubuh partai berlambang Bintang Mercy jelang 2024.

Menurutnya, AHY dan SBY cukup menjelaskan ke publik tentang alasan organisasi tumbuh subur di era SBY sebagai Presiden keenam RI, readyviewed Ketua Umum Partai Demokrat, hingga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Saat ditanya lebih lanjut, Rahmad menolak menjelaskan secara detail apakah organisasi radikal yang ia maksud tumbuh subur di era SBY itu adalah Front Pembela Islam (FPI).

“Biar SBY dan AHY yang menjelaskan organisasi apa saja yang tumbuh di era beliau,” katanya.

Rahmad pun menyampaikan bahwa kelompok radikal merasa nyaman berlindung di dalam Partai Demokrat dan di balik bayang-bayang SBY.

Rahmad kembali menolak menjawab saat ditanya apakah ada kader Demokrat di bawah pimpinan AHY yang mengakomodasi organisasi radikal tersebut. Ia menyerahkan kepada SBY untuk menjelaskan hal tersebut.

“Biar Pak SBY yang menjelaskan,” ucapnya.

Sebelumnya, Moeldoko bicara soal tarikan ideologis dalam tubuh Partai Demokrat. Moeldoko juga mengklaim ada pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024.

Menurut Moeldoko, pertarungan ideologis ini terstruktur dan mudah dikenali. Hal ini menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045.

“Ada sebuah situasi khusus dalam perpolitikan nasional, yaitu telah terjadi pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024,” kata Moeldoko dalam video yang yang diunggah di akun Instagramnya @dr_Moeldoko pada Minggu (28/3).

Soal tarikan ideologis di tubuh Demokrat, Moeldoko menyebut hal itu jadi salah satu alasan dirinya bersedia menjadi ketua umum partai berlambang Bintang Mercy.

“Jadi ini bukan sekedar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa. Itu semua berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat, setelah tiga pertanyaan yang saya ajukan dijawab dengan baik oleh rekan-rekan sekalian,” tuturnya.

Merespons hal itu, AHY meminta Moeldoko tidak menjadi mesin produksi fitnah, hoaks, dan adu domba.

Menurutnya, Moeldoko telah kembali berbohong dalam mengeluarkan pernyataan setelah kurang lebih tiga minggu tak muncul usai menjadi Ketua Umum ‘abal-abal’ dalam KLB Partai Demokrat di Sibolangit.

“Jangan sampai karena merasa terpojok oleh perbuatannya sendiri, dan juga terperangkap atas kebohongan awal, kemudian ke depan, KSP Moeldoko dengan pengikut-pengikutnya memproduksi lagi kebohongan-kebohongan baru. Menjadi mesin yang memproduksi fitnah, hoaks dan adu domba,” kata AHY saat menyampaikan konferensi pers di Gedung DPP Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (29/3).

Organisasi radikal tumbuh subur setelah Orde Baru runtuh. Perkembangan ormas radikal ini tidak merujuk ke periode kepresidenan tertentu.

Hal itu berdasarkan pengamatan tokoh PBNU, Sa’dullah Affandy, dalam artikelnya yang dimuat di wahidfoundation.org, 2016 silam.

Artikel berjudul ‘Akar Sejarah Gerakan Radikalisme di Indonesia’ itu menyebut keran demokrasi yang dibuka pasca era Reformasi telah menjadi lahan subur kelompok radikal tumbuh di Indonesia.

Menurut Sa’adullah Dalam konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme semakin membesar karena terus mendapatkan pendukung.

Gerakan-gerakan radikal itu memiliki perbedaan pandangan dan tujuan. Ada yang sekadar memperjuangkan implementasi syariat Islam tanpa keharusan mendirikan negara Islam, namun ada juga yang memperjuangkan berdirinya negara Islam Indonesia hingga pendirian khilafah Islamiyah.

Pola organisasinya juga beragam, mulai dari gerakan ideologi moral seperti Majelis Mujahidin Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia, sampai yang mengarah pada gaya militer seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, dan Front Pemuda Islam Surakarta.

Sementara itu, berdasarkan artikel yang ditulis oleh pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam, berjudul ‘Perkembangan Kelompok Radikal di Indonesia Pasca-Perppu Ormas Nomor 2 2017’, fenomena radikalisme dan gerakan radikal dalam masyarakat tumbuh seiring melemahnya struktur di Era Reformasi.

Organisasi-organisasi Islam radikal, menurut Hikam, bermunculan setelah peristiwa Bom Bali pada 2002 dengan memakai nama yang berbeda namun dengan tokoh yang seringkali sama dan ideologi radikal yang sama.

Ia berkata, narasi anti NKRI, anti-pemerintahan Taghut, penguasa Kafir, membangun Negara Islam, Negara Khilafah, dan sebagainya kemudian mewarnai wacana dan praksis gerakan kelompok radikal itu.

Pada saat yang bersamaan, lanjutnya, keterbukaan dalam masyarakat demokratis di Indonesia juga memungkinkan masuknya berbagai pengaruh dalam pemahaman keagamaan, khususnya melalui teknologi telematika, lembaga-lembaga pendidikan keagamaan modern, dan mobilitas antar-bangsa yang sangat cepat.

Sumber: cnnindonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here