Bogordaily.net – Bencana akibat banjir bandang dan longsor NTT, berdampak siklon tropis Seroja yang terjadi di beberapa Kabupaten Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pada rapat Koordinasi Tim Intelijensi Penanggulangan Bencana pada Kamis 29 April 2021, terdapat update terakhir dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTT.
Banjir bandang dan tanah longsor NTT yang terjadi pada tanggal 4 April 2021 tersebut, telah menelan korban jiwa sebanyak 182 orang.
Awal April 2021, Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis beberapa kali peringatan dini cuaca ekstrem dan adanya bibit siklon tropis di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
Secara umum, menurut Miming Saepudin Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, kejadian siklon tropis di dekat Indonesia biasa terjadi antara, bulan April sampai Mei dan November sampai Desember.
Siklon tropis seroja sendiri merupakan siklon terbesar kedua yang terjadi di Indonesia, setelah siklon tropis kenanga yang pernah terjadi di Selatan Jawa.
“Setelah peringatan dini tersedia dan terinformasikan, maka tantangan lain bagi pemerintah terkait pengurangan risiko dampak bencana adalah bagaimana peningkatan pemahaman dan respon stakeholder atau masyarakat. Peningkatan struktur lingkungan dalam menghadapi bencana juga perlu diperhatikan,” ungkap Miming dalam paparannya.
Menurut Dr. Perdinan, dosen Institut Pertanian Bogor, BMKG sudah memiliki alat yang cukup baik untuk memberikan peringatan dini tersebut.
Hanya saja selanjutnya adalah bagaimana respon pemerintah, khususnya pemerintah daerah terkait laporan tersebut.
“Pertanyaannya adalah bagaimana respon pemerintah menanggapi peringatan dini tersebut? kita harus menginformasikan semuanya dengan cepat dan tepat. Itu yang masih menjadi tantangan,” katanya.
Menurut Perdinan, tidak hanya BNPB yang perlu merespon peringatan dini tersebut, perlu dibangun kesiapsiagaan di tingkat pemerintah daerah bahkan masyarakat.
“Kolaborasi dari tingkat pusat, daerah, hingga masyarakat perlu dipertajam,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Drs. Sintus Carolus selaku Plh. Sekretaris BPBD Provinsi NTT menyampaikan bahwa, pemerintah daerah NTT sudah melakukan tindak lanjut terkait peringatan dini dari BMKG sejak bulan September 2020.
“Dengan adanya peringatan dini dari BMKG, kami mengirimkan surat ke setiap Kabupaten atau Kota, untuk melaksanakan himbauan dan penegasan kepada masyarakat, serta sosialisasi,” katanya.
Berdasarkan informasi lapangan yang diperoleh tim survey dan pemetaan BNPB, masyarakat sudah menerima informasi tersebut namun tidak mengira dampak siklon tropis seroja akan berdampak sebesar itu.
Untuk kerusakan sendiri, dampak yang paling parah terjadi di Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Adonara, dan Kabupaten Alor.
“Semua daerah terdampak adalah daerah-daerah yang berada di kawasan alur air di muara,” ujar Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Abdul Muhari.
Menurut Abdul Muhari, karena daerah-daerah tersebut tidak masuk ke dalam siklus daerah banjir, maka masyarakat tidak menganggap bahwa daerah tersebut merupakan salah satu yang harus dihindari.
“Ini yang harus kita sosialisasikan dan berikan edukasi. Tidak seharusnya masyarakat membangun tempat tinggal di kawasan aliran air,” ungkapnya.
Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rakornas PB 2021, perlu adanya sosialisasi dan edukasi kebencanaan yang masif kepada masyarakat, khususnya di kawasan rawan bencana.
Abdul juga mengatakan, pemanfaatan sistem peringatan dini berbasis kearifan lokal dapat mengurangi dampak dari bencana yang terjadi.
Kedepannya, para peserta rapat koordinasi berharap adanya satu data yang dapat dibangun secara kolaboratif, dan diakses oleh siapapun.
Data ini dapat digunakan untuk observasi atau dalam penanganan tanggap darurat, apabila terjadi bencana.
Edukasi kepada masyarakat dengan bahasa yang lebih awam juga diharapkan, dapat dilakukan secara berkala dan terus menerus.***