Bogordaily– Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati merevisi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2021 hanya 3,7 persen hingga 4,5 persen akibat penerapan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali.
“Overall growth (pertumbuhan) tahun 2021 ada di antara 3,7 hingga 4,5 karena pada kuartal I kita tumbuhnya minus 0,7 persen,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam webinar Bisnis Indonesia Mid Year Economic Outlook, Rabu.
Pertumbuhan ekonomi tersebut, lanjut Sri Mulyani, dipengaruhi oleh skenario penerapan PPKM Darurat. Jika menggunakan skenario moderat dengan penyebaran kasus COVID-19 terus memuncak hingga minggu ke-2 Juli, diikuti dengan relaksasi PPKM pada minggu ke-1 Agustus, dan pemulihan aktivitas ekonomi kembali terjadi secara gradual mulai pertengahan Agustus 2021 maka proyeksi pertumbuhan tahunan 2021 menjadi 4,5 persen.
Melalui skenario moderat ini, proyeksi pertumbuhan pada kuartal III sebesar 5,4 persen dan naik menjadi 5,9 pada kuartal IV.
“Maka kita berharap pertumbuhan di kuartal III masih bisa bertahan di atas 5 persen dan kemudian menguat kembali pada kuartal IV,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Namun jika penerapan PPKM Darurat menggunakan skenario berat dengan penurunan mobilitas masyarakat hingga 50 persen, penyebaran COVID-19 terus memuncak hingga minggu ke-2 Juli dengan level penambahan kasus harian yang lebih tinggi, diikuti relaksasi PPKM pada minggu ke-3 Agustus, dan pemilihan aktivitas ekonomi kembali terjadi secara gradual mulai September 2021, maka proyeksi pertumbuhan tahunan 2021 menjadi 3,7 persen.
“Jika lamanya bisa sampai dengan bulan Agustus dan normalisasi baru terjadi September, kita bisa turun pada pertumbuhan sekitar 4 sampai 4,6 di kuartal III dan kuartal IV,” jelas Sri Mulyani.
Kendati demikian Menkeu masih optimistis pertumbuhan ekonomi pada kuartal II di atas 7 persen karena pemberlakuan PPKM Darurat baru terjadi pada awal Juli.
“Kita sepertinya optimis bisa di atas 7 persen dan kita berharap pada minggu ke-3 dan ke-4 Juni tidak sangat mempengaruhi sehingga mungkin masih di atas 7 persen,” ujarnya.
Adapun sebelum penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali dan meningkatnya kasus COVID-19 akibat varian Delta, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5 persen-5,3 persen.
Menanggapi hal tersebut, Rizal Ramli sudah Memperingatkan
Sebelumnya, pada awal tahun ini, ekonom senior sudah mengingatkan laju ekonomi Indonesia di tahun 2021 masih akan melambat. Pemerintah diminta tidak terlalu mengobral angin surga.
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menekankan bahwa sejak tahun 2018 hingga 2019 ekonomi Indonesia sudah konsisten melambat. semua indikator makro ekonomi, misalnya neraca perdagangan, transaksi berjalan, ‘primary balance‘ anggaran merosot bertahap.
“Ekonomi melambat. Tidak tumbuh lebih dari 5,1 persen,” bebernya,
Sejak awal pandemi, pemerintah sudah salah langkah. Covid-19 dianggap seolah flu biasa yang bisa hilang dengan sendirinya. Alih-alih melakukan lockdown, pemerintah justru memberi insentif untuk pariwisata, khususnya wisatawan asing.
Padahal di saat yang sama bandara-bandara negara lain, seperti Jepang dan Singapura, menutup diri dari wisatawan. “Tapi kita sok jago, malah kita kasih insentif untuk turis asing, termasuk China, untuk masuk Indonesia,” katanya.
Parahnya lagi, pemerintah justru memberi anggaran miliaran kepada influencer untuk menarik wisatawan. Mereka seperti diminta menutupi permasalahan Covid-19 di dalam negeri.
Singkatnya, kesalahan di awal pandemi membuat Indonesia kehilangan waktu berharga selama tiga bulan. Padahal waktu itu bisa dimanfaatkan untuk mengambil langkah-langkah strategis mengurangi risiko krisis ekonomi dan kesehatan.
Buntutnya, saat pandemi melanda ekonomi mengalami masalah yang kompleks dan daya beli hancur. Parahnya lagi, banyak pekerja yang mengalami PHK dan uang yang beredar di masyarakat berkurang.
“Nah ada dua versi, versi angin surga oleh Menteri Keuangan terbalik (Sri Mulyani) bahwa tahun 2021 ini akan bakal tinggi 5,5 persen. Aduh ampun deh, sebelum Covid-19 saja belum pernah 5,5 persen, cuma 5,1 persen,” kata mantan Menko Kemaritiman itu.
“Ini kok tahun 2021 Covid-19 masih banyak, sudah ngaku klaim 5,5 persen. Sebaiknya kalau ngibul itu jangan keterlaluan,” tegasnya.(*)