Bogordaily.net – Dalam beberapa minggu belakangan ini (tepatnya sejak awal akhir Juni 2021) Indonesia “diserang” oleh pasukan virus corona (Covid-19) hasil mutasi dari varian sebelumnya yang jauh lebih dahsyat, yaitu varian Delta.
Varian ini jauh lebih menular dan tidak perduli, apakah individu yang diserangnya sudah pernah “kena” varian sebelumnya atau belum. Begitu pula dengan individu yang sudah pernah divaksin sebelumnya, varian “Delta” terus menyerang tidak perduli.
Seperti diberitakan banyak media, sebelum menyerang Indonesia “Delta” sudah terlebih dahulu menyerang dan meluluhlantakan India. Jutaan orang meninggal di India, beberapa perwakilan negara asing sempat “pamit” sebentar dari negara itu, meski kini sudah mulai kembali “bertamu”.
Pemerintah negara itu pun menengarai ihwal Covid-19 varian “Delta” disebabkan karena kerumunan banyak orang dalam ritual agama Hindu di sungai Gangga. (BBC News, 1 Mei 2021)
Senada dengan India, meluasnya varian “Delta” di Indonesia diakibatkan bandelnya pemudik saat pemerintah melarang untuk ritual “pulang-kampung”, pertengahan Mei 2021 lalu.
Awalnya varian ini terdeteksi di Kudus, Jawa Tengah dan dengan cepat menyebar ke seluruh lini di Pulau Jawa dan Bali.
Setiap harinya orang banyak yang terinfeksi varian “Delta” ini untuk mengendalikannya pemerintah mau tidak mau harus menerapkan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilaksanakan sejak 3-20 Juli 2021.
Bukannya berkurang, masyarakat yang terpapar Covid varian “Delta” ini bertambah banyak, bahkan Indonesia resmi mencatatkan diri sebagai negara dengan kasus harian terbanyak di dunia. (CNN, 15 Juli 2021
Kini sahabat Jepang, Vietnam dan beberapa negara lain sudah bersiap mengevakuasi warganya dari bumi pertiwi.
Pemerintah sudah menggaungkan gerakan menggunakan obat secara masif yang mampu dengan cepat menurunkan serangan Covid varian “Delta” wajib dilakukan. Bahkan terkesan “obat apa saja” yang penting masyarakat yang terpapar varian “Delta” melandai.
Termasuk juga percepatan dan distribusi penggunaan vaksin harus segera dilakukan. Pemerintah memobilisasi aparatnya dari pusat hingga daerah untuk segera menyuntikkan vaksin bagi semua Warga Negara Indonesia agar tercapai herd immunity (kekebalan kelompok/populasi).
Nah, yang menarik untuk didiskusikan adalah, saat ini pemberian vaksin kepada masyarakat itu dilakukan dengan produk Sinovac dan Sinopharm yang notabene dibuat oleh perusahaan Tiongkok.
Pemerintah tidak menjamin orang yang sudah di vaksin dengan Sinovac bisa kebal dari ancaman varian “Delta”. Alasannya antibodi yang terbentuk tidak dapat mengenali varian baru, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan.
Delta, seperti nama pasukan super elit AS “Delta Force” yang bertugas khusus untuk menghancurkan pemimpin/negara lain yang membangkang terhadap kebijakan paman sam.
Virus Covid varian “Delta” pun mampu menghancurkan pertahanan imunitas tubuh yang telah dilindungi sebelumnya.
Namun, orang yg telah mendapatkan vaksin Sinovac bisa terlindungi dari varian sebelumnya (Alfa dan Beta). Sinovac memiliki tingkat efikasi (kemanjuran) 64,3% dan dibuat dengan bakteri atau virus yang dimatikan.
Ditengah maraknya program vaksinasi ini, masuklah vaksin produksi AS (Pfizer dan ModeRNA) yang diklaim mampu menghalau berbagai varian Covid, karena dibuat dengam basis DNA dan RNA. Tingkat efikasinya pun tidak main-main 95%. Jadi tidak heran kalau warga pamam Sam sudah memberlakukan kebijakan lepas masker.
Melalui gambaran singkat itu, dapat ditarik hipotesa sementara dengan variabel penggunaan vaksin negara kita yang tercinta ini sedang menjadi alat proxy war antara Tiongkok dan AS. Perangnya tidak terlihat langsung, namun menggunakan cairan dalam botol kecil yang disebut vaksin.
Adu teknologi terlihat dalam dua proxy tersebut yang satu menggunakan basis bakteri dan virus yang dilemahkan dan yang satu lagi berbasis DNA-RNA yang mampu mengenal dan menolak segala varian Corona karena asal DNA-nya sebenarnya sama. (Maaf penulis mengasumsikan pembaca sudah mengenal apakah DNA itu)
Bahkan pemerintah RI pun sudah menetapkan bahwa vaksin Pfizer dan ModeRNA) hanya diperuntukkan bagi kalangan tenaga kesehatan dan penggunaan berbayar saja.
Sebagai usulan, untuk mencapai herd immunity di masyarakat vaksin paling top yang harusnya diberikan kepada masyarakat agar tercapai tingkat imunitas tinggi dan pemerintah bisa terus melaksanakan program kerja serta membawa bangsa ini tinggal landas bersaing dengan negara maju.
Meski sulit dan penuh “tekanan” baik secara internal dan eksternal, penulis berharap bangsa ini segera kembali dalam track, setelah sebelumnya masuk pit-stop.
Kentos Artoko Pemimpin Redaksi bogordaily.net