Bogordaily.net – Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat dinilai menyulitkan masyarakat kecil. PPKM Darurat membatasi gerak masyarakat, tetapi di sisi lain, tanggungan hidup masyarakat tak sepenuhnya dicukupi pemerintah.
Sebagian besar masyarakat yang bergantung pada sektor informal, menjerit akibat kesulitan bekerja dan mencari sumber penghidupan. Kini, ada lagi rencana PPKM Darurat Jawa-Bali akan diperpanjang hingga akhir Juli 2021 Apa yang harus dibenahi pemerintah agar kebijakan PPKM Darurat dalam mengendalikan pandemi ini tak menyulitkan warga kecil?
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut ada beberapa hal yang harus dibenahi, khususnya dalam pengadaan bantuan sosial.
Pertama adalah pembaruan data penerima bansos juga program yang digagas. “Beberapa program bansos masih gunakan data lama dan programnya cenderung repetisi atau pengulangan dari program sebelum masa pandemi,” kata Bhima saat dihubungi Sabtu 17 Juli 2021.
Kedua, adalah memperluas jangkauan bantuan sosial. Bhima menyebut, jumlah penerima bansos yang ada saat ini masih jauh dari jumlah penduduk rentan miskin yang ada di Indonesia, yakni sebanyak 115 juta orang.
“Kapasitas bansos masih terbatas kepada 18,8 juta KPM (Keluarga Penerima Manfaat) program sembako dan 10 juta bansos tunai. Jadi kecil sekali kapasitas bansos, padahal banyak kelompok rentan miskin yang jatuh di bawah garis kemiskinan karena Covid-19,” ujar dia.
Yang ketiga adalah waktu penyaluran bansos yang masih terlampau lama, sehingga baru dapat dinikmati penerima di waktu yang terlambat. “Evaluasi perlu dilakukan soal mekanisme penyaluran bansos yang terbilang lama. PPKM Darurat diumumkan tapi bansos tunainya belum disalurkan. Ini berdampak pada PPKM yang kurang efektif, karena masyarakat terpaksa mencari penghasilan di luar rumah,” jelas dia.
Permasalahan ini membuat pembatasan sosial yang digagas dan direncanakan dengan sedemikian rupa mustahil berjalan efektif.
“Misalnya anggaran infrastruktur Rp.417 triliun, sebaiknya sebagian ditunda dulu dan dialihkan ke penanganan pandemi serta perlindungan sosial,” tuturnya.
Cara lain, menurutnya pemerintah juga bisa mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang revisi UU Ketentuam Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) untuk menambah bracket PPh orang kaya di atas Rp5 miliar dengan tarif sebesar 40-45 persen. Pemerintah juga bisa menegosiasi ulang pembayaran bunga utang pada kreditur hingga 2023.
“Peluang lakukan negosiasi ulang kewajiban utang terbuka di tengah situasi pandemi, apalagi Indonesia turun kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah,” pungkasnya.***