Bogordaily.net – Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyatakan perlu adanya kesetaraan antara perguruan tinggi yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan di Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Bukhori, ilmu pengetahuan tidak mengenal kata dikotomi atau pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan.
Sehingga Universitas Islam Negeri (UIN), yang semula Institut Agama Islam Negeri (IAIN), untuk membuka jurusan-jurusan ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu terapan, memiliki hak yang sama dengan universitas di bawah Kemendikbudristek.
Bukhori mengungkapkan hal tersebut saat pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI dengan Bupati Aceh Besar, Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh, Kakandepag Aceh Besar, Rektor UIN Ar-Raniry dan Rektor IAIN Lhokseumawe.
Hal itu dalam rangka meninjau peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi di perguruan tinggi keagamaan negeri dan dukungan penanganan Covid-19 oleh Kementerian Sosial RI, Kementerian Agama RI dan BNPB, di Kota Jantho, Aceh Besar, Aceh, Rabu (15/9/2021).
“Dalam konteks pendidikan, kami mendukung penuh, kalau kemudian yang semula IAIN kemudian menjadi UIN dengan berimplikasi adanya dosen-dosen dan juga jurusan-jurusan ilmu-ilmu terapan, beberapa kali sebenarnya sudah kita usulkan, kita bahas di rapat kerja dengan Menteri Agama, supaya ada kesetaraan antara universitas-universitas yang berada di bawah Kemendikbudristek dan di bawah Kemenag. Kenapa? Ilmu itu tidak mengenal dikotomi, sehingga hak-hak daripada UIN untuk membuka jurusan-jurusan ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu terapan itu juga sama halnya,” tegas Bukhori.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI itu menekankan, dalam pendidikan perlu adanya keadilan anggaran yang juga menjadi mandat Pasal 31 UUD NRI 1945, itu jelas bahwa pendidikan itu adalah hak bagi masyarakat dan pemerintah berkewajiban menciptakan atau menghadirkan satu sistem pendidikan nasional.
Oleh sebab itu, jika satu sistem satu sistem pendidikan nasional itu, baik yang ada dalam pengelolaan Kemenag dan Kemendikbudristek, maka seharusnya tidak boleh ada dikotomi.
“Termasuk yang kami dorong di Komisi VIII DPR adalah ini khususnya pada pendidikan, berkali-kali kami tekankan perlunya kita mengadvokasi tentang keadilan anggaran, kita semua tahu bahwa, anggaran 20 persen yang ada yang ditegaskan yang menjadi mandat UUD NRI 1945 tidak boleh hanya didistribusi melalui pendidikan tertentu, kenapa? Karena di dalam Pasal 31 itu jelas, bahwa pendidikan itu adalah hak bagi masyarakat dan pemerintah berkewajiban menciptakan atau menghadirkan satu sistem pendidikan nasional,” tandas legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah I tersebut.
Untuk itu ia mengusulkan, perlu adanya satu anggaran yang sama antara anggaran pendidikan di Kemendikbud dan Kemenag.
“Karena menjadi sangat tidak adil kalau kemudian anggaran yang ada di Kemendikbudristek dan kemudian yang ada di Kemenag yang hanya kurang lebih sekitar Rp50 triliun tetapi itu adalah vertikal mulai dari Jakarta sampai Sabang, sementara untuk pendidikan nasional itu mulai dari yang 20 persen itu didistribusikan melalui transfer daerah, mulai provinsi, kabupaten/kota dan lainnya. Saya kira perlu adanya rasionalisasi, jadi ini kami terus perjuangkan, mohon dibantu dan didorong,” tutup Bukhori.
Sebelumnya Wakil Rektor I UIN Ar-Raniry, Gunawan Adnan, menyampaikan adanya kendala UIN Ar-Raniry untuk membuka program studi (prodi) umum.
“Dengan diperluas status kami dari institut menjadi universitas, tentunya kami harus membuka prodi-prodi umum seperti misalnya ilmu fisika. Saat kita ajukan ke Kemendikbudristek karena hanya satu pintu, sementara Kemenag tidak memperbolehkan kita membuka prodi umum. Mereka mengatakan tidak bisa memberikan izin kepada UIN, karena UIN tidak boleh membuka selain ilmu alam murni, ini kan kami merasa di anaktirikan, jadi ini tolong menjadi perhatian,” kata Gunawan.***