Bogordaily.net– Efek buruk penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental semakin banyak didokumentasikan di dunia. Tidak terkecuali di Indonesia seperti yang dilaporkan oleh para peneliti dalam International Journal of Mental Health and Addiction.
Dikutip dari MedicalXpress studi terbaru oleh Sujarwoto Sujarwoto, Gindo Tampubolon, dan Adi Cilik Pierewan menyebut kalau media sosial semakin menonjolkan kesenjangan di Indonesia. Dampaknya para pengguna bisa merasa iri dan tidak senang ketika melihat gambaran hidup pengguna lain yang bahagia.
Hal ini semakin diperparah dengan ramainya berita tentang konflik, politik, korupsi, kejahatan dan kemiskinan.
Media sosial bisa menyimpan dampak negatif untuk keseha Efek buruk penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental semakin banyak didokumentasikan di dunia. Tidak terkecuali di Indonesia..
Dikutip dari MedicalXpress studi terbaru oleh Sujarwoto Sujarwoto, Gindo Tampubolon, dan Adi Cilik Pierewan menyebut kalau media sosial semakin menonjolkan kesenjangan di Indonesia. Dampaknya para pengguna bisa merasa iri dan tidak senang ketika melihat gambaran hidup pengguna lain yang bahagia.
Hal ini semakin diperparah dengan ramainya berita tentang konflik, politik, korupsi, kejahatan dan kemiskinan.
Secara spesifik studi melihat 22,423 individu pengguna Facebook, Twitter, dan layanan pesan. Peneliti menemukan setiap peningkatan satu simpangan baku dalam penggunaan media sosial oleh orang dewasa berkaitan dengan 9 persen peningkatan skor Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D).
CES-D sendiri adalah model tes yang biasa digunakan untuk skrining depresi dan gejala gangguan depresi. Di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan yang sebagian besar menanyakan apakah seseorang mengalami gejala seperti sulit tidur, hilang nafsu makan, hingga merasa kesepian.
“Temuan ini menunjukkan perlunya kebijakan yang menyarankan penggunaan bijak media sosial untuk melindungi orang dewasa terhadap dampak buruk penggunaan media sosial bagi kesehatan mental mereka,” tulis peneliti seperti dikutip dari International Journal of Mental Health and Addiction, Senin, 17 Januari 2022.***