Bogordaily.net–Temuan sel kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin terus menjadi perbincangan. Betapa tidak! Sel diduga menjadi tempat perbudakan. Pada sebuah video yang beredar menggambarkan suasana sel. Video tersebut pun membuat heboh.
Pada di bagian depan kerangkeng terlihat teralis besi berwarna hitam. Tampak kerangkeng memiliki satu pintu yang dikunci ganda dengan gembok.
Di dalamnya terlihat empat orang pria dengan kondisi rambutnya sudah dibotaki. Terdapat pula susunan papan kayu. Pada bagian atasnya berjejer jemuran pakaian.
Di bagian tembok sel, terlihat ada sepuluh lubang ventilasi. Tertulis pengumuman berisi jadwal waktu bertamu. Sedangkan di bagian luar tampak satu unit air minum dispenser. Salah seorang pria terlihat kondisinya babak belur. Wajahnya lembam-lembam, tatapan pria itu penuh ketakutan.
Lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant Care menyoroti temuan sel kerangkeng tersebut dan menemukan sejumlah pelanggaran.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan ada dua sel kerangkeng yang berada di lahan belakang rumah tersangka kasus suap Bupati Terbit Rencana Perangin-angin di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Dari dua sel tersebut, kata Anis ada 40 orang yang menjadi korban perbudakan di lahan belakang rumah Bupati Langkat.
“Ada dua sel di dalam rumah Bupati untuk memenjarakan pekerja setelah mereka bekerja,” ujar Anis saat melaporkan temuannya itu ke Komnas HAM, Jakarta, Senin 24 Januari 2022.
Kemungkinan menurut Anis, jumlah para pekerja lebih banyak yang dilaporkan ke Komnas HAM. Ia mengungkapkan, pekerja di kebun kelapa sawit sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam. Bahkan sebagian mereka mengalami luka-luka.
“Para pekerja yang dipekerjakan di kebon kelapa sawit selama 10 jam, dari jam 08.00 pagi sampai jam 18.00 sore,” jelas Anis dikutip Suara.com.
Ia juga mengungkap bahwa 40 orang tersebut setelah bekerja dimasukkan kembali ke sel kerangkeng dan tidak memiliki akses ke mana mana.
“Setiap hari mereka diberi makan dua hari sekali, selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji,” lanjutnya.
Migrant Care langsung melaporkan adanya kerangkeng dan dugaan tindak pidana perdagangan orang dan perbudakan manusia di belakang rumah bupati Langkat itu kepada Komnas HAM.
“Pada prinsipnya itu sangatlah keji, baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya tetapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan kejahatan yang melanggar prinsip HAM, anti penyiksaan, anti perdagangan orang dan lain-lain,” ujar Anis.
Menurut Anis, pelaporan didasari atas dugaan perbudakan modern terkait kerangkeng di rumah sang bupati. Masyarakat lanjut Anis, melaporkan kepada lembaganya soal dugaan tindak pidana perdagangan manusia serta perbudakan di rumah bupati Langkat.
“Ada pekerja kelapa sawit yang bekerja di ladang bupati, dan ternyata kami menemukan tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga sebagai perbudakan modern dan perdagangan manusia,” jelas Anis.
Dari laporan yang diterima Migrant Care, terdapat kerangkeng dibangun untuk pekerja kebun sawit sang bupati. Ia menduga, kerangkeng itu erat terkait eksplotasi para pekerja. Bupati Terbit diduga menjadikan kerangkeng sebagai semacam penjara di rumah.
“Kerangkeng itu dipakai untuk menampung para pekerja setelah mereka bekerja,” ujarnya.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam yang menerima laporan tersebut mengatakan, pihaknya segera mengirim tim untuk menindaklanjuti laporan Migrant Care.
Polda Sumut Turun Tangan
Sementara itu di sisi lain Polda Sumatra Utara (Sumut) dan BNNP Sumut membentuk tim untuk mengusut penemuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan terkuaknya kerangkeng manusia itu setelah KPK melakukan penggeledahan di rumah Bupati Langkat, Rabu 19 Januari 2022. “Saat itu ditemukan ada 27 orang (di dalam kerangkeng),” katanya.
Dari keterangan penjaga kerangkeng, kata Hadi, 27 orang merupakan pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi. Keberadaan bangunan mirip penjara itu sudah ada sejak tahun 2012.
“Tempat rehabilitasi narkoba, tapi tidak ada izinnya,” ujarnya.
Saat ini pihaknya saat ini masih terus mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan terperinci, termasuk dugaan perbudakan modern.
“Mengenai mereka dipekerjakan tapi tidak digaji itu kita masih terus melakukan pendalaman,” ujarnya.***