Bogordaily.net– Masih ingat dengan kampung miliarder? Kampung miliarder sempat viral awal tahun lalu karena warga di kampung di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, bondong membeli mobil mewah.
Itu terjadi usai mereka menjual tanah ke Pertamina dan kini menjadi bagian dari kilang minyak Tuban milik Pertamina Rosneft.
Namun, ratusan warga kampung miliarder itu mengaku menyesak menjual tanahnya ke Badan Usaha Milik Negara Minyak dan Gas itu (BUMN Migas) itu. Mereka bahkan berunjuk rasa di kantor PT Pertamina Grass Root Revenery (GRR) Tuban, pada Senin, 24 Januari 2022.
Salah satu warga kampung miliarder di Tuban yang kini dihantu perasaan menyesal usai tanahnya dijual ialah Musanam (60), warga asli Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban.
Berdasarkan pengakuannya ia mengaku menyesal telah menjual rumah adan tanahnya seluas 2,4 hektare dengan harga lebih dari Rp. 2,5 Miliar.
Rasa penyesalan yang ia rasakan saat ini adalah ia tak lagi punya penghasilan tetap dan bisa bekerja lagi. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bersama dengan keluarga, ia terpaksa harus menjual satu demi satu sapi ternakannya yang selama ini ia pelihara.
“Punya enam ekor sapi mas, sudah tak jual tiga ekor dan kini tersisa tiga. Sapi-sapi itu saya jual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” ucap Musanam di sela aksi demo di depan kantor proyek GPR Tuban.
Hal lain yang dirasakan oleh salah satu warga kampung miliarder ialah Mugi (60). Perempuan yang tinggal di kampung miliarder ini juga kini nyaris tak memiliki pekerjaan usai tanah seluas 2,4 hektare miliknya dijual.
“Ya nyesel, dulu lahan saya ditanami jagung dan cabai setiap kali panen bisa menghasilkan Rp.40 juta,” ujar Mugi.
Mugi bercerita bahwa sebetulnya ia tidak ingin menjual tanahnya. Namun, ia sering didatangi perwakilan dari pihak Pertamina saat sedang berada di sawah dan dirayu untuk menjual tanah miliknya.
“Setiap saya di kebun, saya didatangi dan dirayu-rayu, mau diberikan pekerjaan anak-anak saya pokoknya dijanjikan enak-enak, tapi sekarang mana enggak ada,” tuturnya.
Suwono sebagai koordinator warga mengatakan bahwa, pihak perusahaan mensyaratkan pekerja dari warga lokal harus di bawah usia 50 tahun. Padahal, janjinya pada saat proses pembebasan lahan saat itu perusahaan tidak menyampaikan adanya persyaratan yang mempersulit warga.
“Ada pembatasan persyaratan usia yang dilakukan pihak perusahaan di atas 50 tahun tidak diperbolehkan,” kata Suwarno
“Ini gimana pekerja kasar aja tidak diperbolehkan, Tapi kenyataannya ada pekerja dari luar ring 1 yang usianya di atas batas umur yang ada,” lanjutnya.***Â