Monday, 25 November 2024
HomeEkonomiTak Bayar Tebusan, Diduga Data Bank Indonesia Diumbar Lagi Geng Ransomware

Tak Bayar Tebusan, Diduga Data Bank Indonesia Diumbar Lagi Geng Ransomware

Bogordaily.net–Bank Indonesia beberapa waktu lalu menjadi korban serangan ransomware dari kelompok peretas Rusia yang dikenal dengan nama Grup Conti. Pakar keamaCnan siber Doktor Pratama Persadha kini meminta Bank Indonesia untuk lebih hati-hati sebab diduga semakin banyak data yang diumbar geng ransomware Conti di internet.

Seperti yang dilansir Suara.com, Rabu malam 26 Januari 2022, akun Twitter @darktracer_int mengabarkan bahwa sudah 130 GB data milik BI yang dibocorkan Conti dari hanya beberapa ratus mega pada 20 Januari lalu. Kebocoran data Bank Indonesia ini diduga akan terus bertambah.

Selain itu informasi tentang jumlah komputer yang dibobol juga bertambah, dari hanya 16 pada 20 Januari menjadi 368 unit pada Rabu malam.

“Ini membuktikan bahwa mereka memang masuk sangat dalam ke sistem milik Bank Indonesia,” kata Pratama dilansir dari Antara.

Pembukaan data-data Bank Indonesia ini, jelas Pratama, merupakan bukti bahwa bank sentral itu menolak membayar tebusan yang diminta oleh Conti.

Sebagaimana geng ransomware lainnya, Conti yang diduga berasal dari Rusia, memang meminta tebusan untuk data-data yang dirampas dan dikuncinya. Tebusan biasanya dalam rupa mata uang kripto.

“Conti mengeluarkan sedikit demi sedikit dari data tersebut untuk mengancam korbannya yang dalam hal ini pihak Bank Indonesia,” kata Pratama.

Dengan terbukanya 130 GB data BI di darkweb, menurut dia, bisa jadi data yang diambil oleh kelompok ransomware conti ini jauh lebih banyak. Rekor terbanyak masih dipegang kasus produsen film Sony Pictures pada 2014 silam, yakni sebesar 10 TB.

Pratama mengingatkan makin besar data BI yang bocor maka makin membahayakan masyarakat Indonesia dan industri perbankan nasional. Hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan pihak lain yang mungkin ingin berinvestasi maupun bekerja sama dengan Indonesia.

Di lain pihak, kasus ini juga harus menjadi perhatian semua pihak, terutama pengambil kebijakan untuk menjadikan keamanan siber sebagai salah satu hal yang harus menjadi prioritas dalam program-program mereka.

Program itu kata Pratama mulai dari edukasi keamanan siber, penguatan sumber daya manusia (SDM), penguatan riset dan teknologi, serta penguatan jangan pendek, menengah, dan panjang.

Sementara itu sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengakui bahwa bank sentral telah menjadi korban serangan ransomware. Pengakuan ini disampaikan setelah muncul laporan bahwa BI telah diretas oleh Grup Conti, peretas asal Rusia.

Erwin mengatakan bahwa serangan ransomware itu terjadi pada Desember 2021 lalu. Meski demikian, ia mengklaim BI telah berhasil mengatasinya dan saat ini lembaga tersebut beroperasi dengan normal.***

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here