Bogordaily.net – Batasan penjualan minuman beralkohol di Kota Bogor sudah jelas. Izin hanya diberikan kepada café, restoran dan hotel untuk menjual minuman alkohol golongan A atau kadar alkoholnya di bawah 5 persen.
“Kebijakan kami di atas lima persen tidak bisa. Saya tidak akan mengizinkan ada alkohol di atas lima persen. Harus ada rekomendasi, dan rekomendasi itu tidak akan pernah kami berikan,” sikap tegas itu disampaikan Wali Kota Bogor Bima Arya.
Ketegasan sikap seperti itu, bukan baru sekarang dinyatakan. Sebab dalam hal peredaran dan penjualan minuman beralkohol, ada aturan yang terbit sudah sejak lama. Setidaknya sikap itu merujuk pada ketentuan yang tertuang di dalam Peraturan Walikota Bogor No 74 Tahun 2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan langsung minuman beralkohol.
Bima memberikan peringatan kepada para pengelola tempat-tempat penjualan minuman beralkohol yang kedapatan menjual miras dengan kadar alkohol di atas lima persen. Pengelola akan diberi peringatan dan minuman beralkoholnya disita.
“Apabila ketika sidak lagi dan ditemukan, ya pasti akan kita tutup. Kita segel,” tegas Bima ketika melaksanakan sidak izin minuman beralkohol ke sejumlah kafe beberapa waktu lalu. Sekaligus pada sidak itu dipantau pelaksanaan prokes covid-19 di beberapa café dan restoran.
Sikap tegas yang ditunjukan Pemerintah Kota Bogor dalam hal itu, menunjukan upaya untuk menguatkan sebuah jati diri. Kota Bogor adalah kota berkarakter sebagai kota ramah keluarga dan religius.
Penjualan minuman beralkohol yang aktivitas konsumsinya kerap memunculkan banyak efek negatif, menjadi tidak relevan dengan karakter Kota Bogor.
Dalam hal ini, Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bogor Muhamad Yunus mendukung sikap Pemerintah Kota Bogor untuk bersikap tegas, terhadap pihak-pihak yang cenderung akan mencemari nama baik kota Bogor sebagai kota ramah bagi keluarga dan kota yang religius.
“Saya mendorong Pemerintah Kota Bogor menegakan perda secara tegas terkait dengan perdagangan miras. Sehingga kemudian jika ada yang berani melakukan perdagangan miras, Pemerintah Kota Bogor tidak hanya sebatas melakukan pengawasan saja. Tapi juga melakukan tindakan,” jelasnya.
Jati diri itulah hal yang harus dipahami dan ditaati oleh siapapun yang akan melakukan kegiatan investasi di Kota Bogor.
“Investasinya harus sesuai dengan karakter dan visi Kota Bogor,” kata Bima dalam suatu kesempatan. Begitu pula dalam hal investasi yang berkaitan dengan penjualan miras di café, restoran dan supermarket, aturannya sudah jelas.
“Jadi bagi warga, atau masyarakat dari luar kota yang ingin bersantai menikmati miras ya silakan ke kota sebelah, kota tetangga. Tidak di Kota Bogor,” tegas Bima.
Terkait dengan kegiatan investasi, Komisi Dakwah MUI Kota Bogor, Hasbullah memberikan dukungan.
“Saya mendukung agar Wali Kota terbuka terhadap investasi, namun yang memang sesuai dengan visi Kota Bogor menjadi kota yang ramah keluarga,” ungkapnya.
Dengan demikian menurut Hasbullah, investasi yang diharapkan masuk ke Kota Bogor bukan investasi untuk membuka Tempat Hiburan Malam, melainkan yang sebatas beraktiviitas pada café dan restoran.
Pendapat senada disampaikan, Ketua Bidang Industri dan Perdagangan KNPI Kota Bogor, Abdul Rojak. Ia berharap Pemerintah Kota Bogor terus mengawal perizinan café dan restoran, agar aktivitasnya tidak berubah menjadi THM di kemudian hari.
“Saya berharap Tempat Hiburan Malam yang sering kali menjadi biang kerok permasalahan, tidak ada di Kota Bogor, ” ungkapnya.
Begitupun sikap yang disampaikan Ketua PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bogor, Fahreza Berliansyah. Ia meminta agar Pemerintah Kota Bogor untuk tidak mengeluarkan perizinan THM.
“Kalau cafe dan sifatnya sesuai kultur Bogor itu sah-sah saja. Tapi kalau kedepannya malah menjadi THM lebih baik jangan diizinkan operasinya, ” tegasnya.
Dengan mengenali dan memahami karakter Kota Bogor, diharapkan semua pihak bisa bersikap dan bertindak bijak dalam berinvestasi.***