Bogordaily.net–Polri memperkuat sosialisasi serta pemberian efek jera terhadap pelaku penipuan berkedok investasi. Hal itu dilakukan sebagai upaya pencegahan agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban.
Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri Komjen Pol. Arief Sulistyanto mengatakan akan menyediakan posko sebagai media dan sarana bagi masyarakat untuk bertanya atau mengonfirmasi terkait aplikasi atau perusahaan yang menawarkan investasi dan trading secara aman dan legal.
“Harus ada media atau sarana bagi masyarakat untuk mengonfirmasi, (apakah) investasi ini benar atau tidak, karena masyarakat aksesnya terbatas kan,” kata Arief dilansir Suara.com dari Antara yang mengutip TV Polri, Kamis 10 Februari 2022.
Untuk membuat posko tersebut, Polri akan menggandeng berbagai lembaga terkait, antara lain Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), untuk saling berkoordinasi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat.
Penipuan berkedok investasi tidak hanya terjadi baru-baru ini, lanjutnya, melainkan sudah berlangsung sejak lama. Contohnya, kata dia, kasus Koperasi Langit Biro di 2007 dengan korban hampir 125.000 orang dan kasus Wahana Globalindo dengan korban mencapai 38.000 orang dan kerugian sebesar Rp6,2 triliun.
Saat ini, dengan didukung kecanggihan teknologi, banyak masyarakat yang mengeluh terhadap investasi yang ternyata ilegal, sehingga menimbulkan kerugian masyarakat. Salah satu contohnya adalah trading binary option Binomo.
Pelaku penipuan berkedok investasi itu memanfaatkan kecanggihan teknologi, dengan menggunakan robot trading, memiliki server di luar negeri, dan kemudian di dalam negeri menggunakan affiliator atau agen-agen (influencer) untuk memasarkan produknya.
Para pelaku menggunakan modus multi-level marketing (MLM). Semuanya menggunakan Skema Ponzi yakni uang-uang dari para investor atau trader dibawa kabur oleh pelaku jika sudah mendapatkan keuntungan cukup banyak.
“Polri sudah mengingatkan masyarakat supaya dalam menginvestasikan dananya melihat dulu siap; dan apa saja dasar bisnis yang dilakukan karena mereka akan menjanjikan keuntungan cukup tinggi. Padahal prinsip dalam investasi itu, keuntungan dan risiko sama-sama tinggi,” jelas Arief.
Lebih lanjut Arief mengatakan dalam tindak penipuan berkedok investasi itu tidak cukup hanya dengan penyidikan saja melainkan bagaimana melakukan antisipasi, siapa yang harus mengawasi, siapa yang harus menindak, diperlukan langkah-langkah yang cepat.
Perlu satu regulasi kuat dengan sanksi tegas, tambahnya, karena penanganan kasus penipuan saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Sekarang tidak cukup dengan KUHP saja, tapi pelaku sudah menggunakan teknologi informasi, sehingga pembuktian-nya cukup sulit,” ujarnya.
Para pelaku kata dia, akan bermain pada sistem yang ada di IT, sehingga penindakan tidak cukup dengan KUHP dan UU ITE, melainkan harus dikemas dengan UU lain untuk memberikan efek jera.
Dan yang paling penting menurut Arief adalah bagaimana bisa melakukan pelacakan aset untuk mengembalikan kerugian dari korban. Sebab para investor yang menjadi korban ini baru melapor setelah mengalami kerugian. ***