Bogordaily.net–Invasi yang dilakuan Rusia terhadap Ukraina memicu perseteruan negara-negara barat dengan Moskow. Akibatnya pasokan minyak mentah global berkurang drastis. Rusia yang membalas sanksi mereka merupakan negara eksportir minyak mentah terbesar kedua di dunia.
Arab Saudi sebagai negara raksasa eksportir minyak banyak diharapkan. Namun jangan berharap negara itu akan turun tangan untuk mengisi kekosongan pasokan.
Melansir Detik.com dari CNN, Rabu, 2 Maret 2022, Arab Saudi memiliki kemampuan untuk meringankan harga minyak global yang telah melonjak ke level tertinggi sejak 2014. Menurut Analis Senior Rystad Energy, Claudio Galimberti, Arab Saudi memiliki kapasitas untuk meningkatkan produksi sebesar 2 juta barel per hari.
Namun, pemerintah Arab Saudi mengatakan bahwa mereka berpikir negara produsen minyak yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) harus tetap pada rencanya produksi yang ditingkatkan secara bertahap. Itu berarti pasar tidak akan mendapatkan banyak bantuan.
Rusia sendiri mengekspor sekitar 4-5 juta barel minyak mentah per hari. Sedangkan sanksi yang dijatuhkan oleh negara Barat tidak dimaksudkan untuk memukul sektor energi Rusia. Namun perusahaan minyak besar di negara itu telah menghentikan usaha mereka di negara itu dan para pedagang telah menghindari kargo di Rusia meskipun mereka berdagang dengan diskon besar.
“Banyak pembeli dan bank serta pengirimnya berhati-hati karena kami masih menunggu detail hukum lengkap dari sanksi yang telah diumumkan secara publik,” kata Bronze.
Kondisi tersebut menciptakan ketakutan akan kekurangan pasokan yang ujungnya bisa menaikkan harga. Minyak mentah berjangka Brent yang merupakan patokan global telah naik menjadi US$ 103 per barel. Pada awal tahun harganya masih sekitar US$ 78 per barel.
Arab Saudi bisa saja turun tangan. Begitu juga dengan Uni Emirat Arab, yang memiliki kapasitas cadangan 1,1 juta barel per hari. Akan tetapi semua tanda menunjukkan bahwa OPEC, yang melakukan pertemuan pada Rabu, hanya akan menambah produksi 400.000 barel minyak per hari ke pasar setiap bulan sambil melihat perkembangan krisis itu terjadi.***