Tuesday, 30 April 2024
HomeNasionalKurang Bukti, Dosen Universitas Riau Dibebaskan Dari Kasus Pelecehan Seksual

Kurang Bukti, Dosen Universitas Riau Dibebaskan Dari Kasus Pelecehan Seksual

Bogordaily.net Universitas Riau dibebaskan dari kasus yang ia lakukan kepada masahasiswi nya. Putusan terbaru pengadilan di Riau, menurut akademisi, tidak berpihak pada pengakuan korban kekerasan seksual.

LM, mahasiswi Universitas Riau jurusan Ilmu Hubungan Internasional, adalah korban terbaru proses peradilan yang mengabaikan bobot kesaksiannya sebagai penyintas.

Kesaksian LM sebagai korban atas yang dilakukan Syafri Harto, pembimbingnya saat skripsi, dianggap Majelis Hakim kurang kuat. Ketua Majelis Hakim Estiono merasa kasus ini butuh lebih banyak saksi mata, mengingat kronologi utama dakwaan baru didapat hakim dari kesaksian LM saja.

“Saksi lain hanya mendengar cerita dari LM. Keterangan saksi [LM] saja tidak cukup, menurut KUHAP saksi adalah orang yang melihat, mendengar langsung perkara pidana yang dialami sendiri. Saksi-saksi lain hanya mendengar cerita dari LM,” imbuh Estiono.” ujar Estiono saat membacakan vonis, dilansir Detik.

Alhasil karena pandangan majelis hakim tersebut, dalam putusan yang dibacakan pada 30 Maret 2022, Syafri Harto dovinis bebas.

“Mengadili menyatakan terdakwa Syafri Harto tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer dan subsider. Membebaskan terdakwa, memerintahkan penuntut umum mengeluarkan dari tahanan,”ujar Estiono.

Mendengar vonis tersebut, tangisan sejumlah Universitas Riau pecah di luar ruang sidang. Mereka kecewa dan kesal atas putusan hakim beserta alasan-alasannya yang tidak masuk akal.

Ketua Advokasi Korps HI (KOMAHI) Unri Agil Fadlan Mabruri mengaku pihaknya akan terus mengawal kasus karena langkah penyintas belum selesai, mengingat masih tersedia upaya banding hingga kasasi. Tim jaksa penuntut sendiri setelah vonis menyatakan bakal mengajukan banding.

“Kami masih yakin dan percaya bahwa apa yang penyintas katakan dan alami benar. Vonis dari majelis hakim merupakan penentu dari nasib kasus kekerasan seksual di Indonesia. Kemarin, kita mendengar ketidakadilan terdengar dari ruang pengadilan itu sendiri,” ujar Agil

Perjuangan penyitas kekerasan seksual, seperti tidak memiliki ruang perlindungan. Pengadilan yang seharusnya menjadi tempat peradilan, seraya tidak melindungi para korban.

“Ke depannya, [ditakutkan] tidak akan ada korban-korban yang berani untuk speak up dan melapor karena kemarin sudah jelas bahwa pengadilan bukan tempat mencari keadilan bagi korban kekerasan seksual.”***

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here