Bogordaily.net – Pernikahan beda agama disahkan PN Surabaya jadi perbincangan publik dan menuai pro-kontra. Kok bisa? Bukankah di Indonesia tidak bisa melangsungkan pernikahan beda agama?
Kasus ini rupanya memiliki kronologisnya sendiri. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang mengesahkan pernikahan beda agama itu memang menuai pro dan kontra.
Setelah PN Surabaya mengabulkan permohonan pernikahan tersebut yang diajukan pasangan RA yang beragama Islam dan EDS yang beragama Kristen.
Pencatatan pernikahan keduanya semula ditolak oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.
“Mengabulkan permohonan para pemohon, memberikan izin kepada para pemohon untuk melangsungkan perkawinan beda agama di hadapan Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Surabaya,” kata Hakim Imam Supriyadi tertulis di laman SIPP PN Surabaya.
Mengutip Telisik.id — jaringan Suara.com, Humas PN Surabaya Suparno menjelaskan, kronologi keluarnya putusan tersebut.
Menurut Suparno, para pemohon awalnya sudah melangsungkan perkawinan menurut agama masing-masing. Secara Islam dan Kristen.
Setelah menikah sesuai kepercayaan masing-masing, keduanya mengajukan permohonan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya. Untuk pencatatan pernikahan beda agama.
“Namun ditolak. Kemudian mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Surabaya,” kata Suparno.
Putusan pernikahan tersebut ditetapkan melalui Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
Pemohon adalah pengantin pria RA beragama Islam dan calon pengantin wanita EDS, beragama Kristen.
Keduanya melangsunglan pernikahan sesuai agama masing-masing pada Maret 2022.
Suparno menyebut, dikabulkannya permohonan pernikahan kedua telah lebih dahulu melalui pertimbangan hakim.
“Kemudian dari pertimbangan hakim tunggal, terkait permohonan tersebut bapak Imam Supriadi permohonan mereka dikabulkan dengan pertimbangan, bahwasannya adalah UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, tidak mengadu mengenai perkawinan beda agama. Oleh karena itu, dipertimbangkan untuk mengabulkan permohonannya untuk mengisi kekosongan aturan-aturan UU Perkawinan,” tutupnya. ***
Sumber: suara.com