Monday, 29 April 2024
HomeBeritaKBRI Siapkan Rencana Darurat bagi WNI di Sri Lanka

KBRI Siapkan Rencana Darurat bagi WNI di Sri Lanka

Bogordaily.net– Krisis ekonomi membuat situasi di Sri Lanka terus memburuk. Kedutaan Besar RI di Kolombo belum memutuskan melakukan evakuasi wajib bagi warga negara Indonesia () meski negara di Asia Selatan itu telah diklaim bangkrut.

“KBRI belum memutuskan mengumumkan evakuasi wajib (mandatory evacuation) bagi yang tinggal di Sri Lanka,” ujar pejabat konsuler KBRI Kolombo, Heru Prayitno, dikutip dari CNNIndonesia.com.

KBRI siap mendukung dan membantu yang memutuskan meninggalkan Sri Lanka atau evakuasi mandiri karena krisis yang terjadi di negara itu. Heru menjelaskan, KBRI telah menyusun rencana kontijensi guna membantu jika situasi terus memburuk dan segera memerlukan penanganan.

“KBRI telah menyusun rencana kontijensi guna membantu jika situasi terus memburuk dan segera memerlukan penanganan. Dalam kaitan ini KBRI selalu konsultasi dengan Kemlu Pusat dan koordinasi dengan otoritas Pemerintah Sri Lanka,” paparnya.

Tak hanya itu KBRI, juga telah menyiapkan kebutuhan sembako bagi yang membutuhkan. “Penyiapan kebutuhan sembako merupakan bagian dari rencana kontijensi perlindungan ,” terang dia.

KBRI terus melakukan pemantauan situasi dan berkomunikasi dengan seluruh . Sementara itu berdasarkan data hingga Mei 2022, jumlah warga Indonesia di Sri Lanka mencapai 306 orang.

Mekanisme pemantauan dan komunikasi dilakukan melalui grup WhatsApp dan pengumuman terbaru melalui situs resmi KBRI. Namun, Heru mengatakan masih banyak yang masih memutuskan bertahan di Sri Lanka karena masih mendapat fasilitas yang memadai termasuk gaji, makan, dan akomodasi. Menurut Heru, mayoritas di sana bekerja sebagai terapis spa.

Namun, Heru tak menampik terdapat sejumlah WNI terapis spa di Sri Lanka yang turut menghadapi kendala terkait hak gaji di situasi krisis saat ini. Sebelumnya diberitakan krisis ekonomi di Sri Lanka membuat negara itu runtuh usai terjerat utang hingga membuat negara tidak bisa memenuhi kebutuhan makanan, bahan bakar, listrik dan banyak lainnya dalam beberapa bulan.

“Ekonomi kita benar-benar runtuh,” kata Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe.

Pria yang juga menjabat Menteri Keuangan dengan tugas utama menstabilkan ekonomi negara itu menyampaikan, Sri Lanka tidak bisa membeli bahan bakar impor, bahkan untuk cetak uang tunai karena utang yang luar biasa besar.

“Saat ini, Ceylon Petroleum Corporation berhutang 700 juta dolar AS. Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang bersedia menyediakan bahan bakar untuk kami,” kata dia, dikutip Suara.com dari ABC News.

“Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk mendapatkan uang tunai,” imbuhnya.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here