Bogordaily.net – Pemerintah saat ini sedang membahas harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik untuk BBM jenis Pertalite dan Solar Subsidi di seluruh SPBU. Ekonom senior Dr Rizal Ramli membantah statement pemerintah.
Pemerintah mengatakan bahwa, mengenai harga tersebut naik karena memang harga dunia mengalami kenaikan.
“Untuk produk Pertamax dengan RON yang sama dengan di dalam negeri, di Malaysia dijual Rp8800, sedangkan di dalam negeri dijual Rp12.500. Jadi ada inefisiensi di Pertamina,” ujar mantan Menko Perekonomian, dikutip dari Indonews, Sabtu 27 Agustus 2022.
Dikatakannya, pada 2,5 tahun lalu, ketika harga minyak dunia mengalami penurunan, pertamina tidak malah tidak menurunkan harga minyaknya. Karena itu, Pertamina mengalami keuntungan.
Mantan Menko Kemaritiman itu mengatakan, kemarin pagi dirinya mendatangi Pasar Kramat Jati, dan di sana menjumpai para pengunjung yang mengalami penurunan dibandingkan dengan tiga tahun lalu.
“Dibandingkan dengan tiga tahun lalu para pengunjung mengalami penurunan hampir 50 persen. Jadi, hemat saya kenaikan harga BBM ini kembali memukul daya beli masyarakat,” ujarnya.
Padahal, kata Bang RR, pengaruh pandemi Covid sangat memukul daya beli masyarakat kita. Dan, saat ini, pengaruh Covid-19 sudah mulai melandai, karena itu, diharapkan bisa kembali meningkatkan daya beli masyarakat.
“Dan sekarang ini kondisi pandemi Covid sudah berkurang. Namun kondisi ekonomi malah tidak membaik. Seharusnya kondisi ini kembali ekonomi kita kembali pulih. Namun, rakyat kita digebukin dari dua sisi, yaitu dari sisi harga barang-barang yang meningkat, dan harga tarif seperti gas dan listrik yang juga tinggi. Hal ini akhirnya kembali membuat ekonomi kita hancur,” ujarnya.
“Jangan tanya kepada anggota DPR. Yang perlu ditanya yaitu masyarakat yang merasakan dampak dari kebijakan tersebut,” kata RR saat ditanya bahwa bukankah DPR juga setuju dengan kenaikan BBM tersebut.
Bang RR mengatakan bahwa dirinya sudah menyampaikan hal ini sejak April 2022 lalu.
“Banyak inefisiensi di Pertamina, tapi tidak ada langkah-langkah strategis untuk menguranginya. Karena itu, kenaikan harus diaudit dulu dan (harus ada) prasyarat (conditionalities) dan jadwal untuk tingkatkan efisiensi,” katanya.
Mantan Kepala Bulog ini mengatakan, mayoritas BUMN tidak efisien.
“Pertamina, pasarnya oligopolistik, sangat tidak efisien (ineffisiensi 20%). Ahok cuman gede bacot tak lakukan langkah besar untuk turunkan cost, naikkan efisiensi. Managemen Pertamina harus dikocok-ulang. Jangan hanya demi utang budi Jokowi sama Ahok, Pertamina dikorbankan,” katanya.
Saat Rizal Ramli ditunjuk menjadi Presiden Komisaris Semen Gresik Grup, dalam waktu 2,5 tahun bisa menaikkan keuntungan 400% dari Rp800M menjadi 3,2 trililun.
Hal tersebut dilakukan terutama karena dia bisa menekan cost produksi $8/ton, biaya bunga, efisiensi marketing dan menaikkan kapasitas.
“Waktu RR jadi Preskom BNI, kerja sama bagus dengan Dirut Baiquni dkk, berhasil menaikkan keuntungan 87% dalam 1 tahun,” pungkasnya.***