Saturday, 23 November 2024
HomeBeritaSosok Munir, Aktivis HAM yang Kasus Pembunuhannya Diungkit Hacker Bjorka

Sosok Munir, Aktivis HAM yang Kasus Pembunuhannya Diungkit Hacker Bjorka

Bogordaily.net–  Nama aktivis HAM Munir Said Thalib kembali ramai diperbincangkan gegara hacker Bjorka. Ia mengunggah dokumen terkait sosok yang disebut  sebagai dalang pembunuhnya. Bjorka mengungkap soal Munir melalui akun Twitter-nya, Minggu, 11 September 2022 lalu. Namun, sekarang ini akun tersebut sudah kena suspen.  Buntut dari cuitan di Twitter tersebut, banyak orang yang penasaran dengan sosok Munir. Dilansir Suara.com berikut sosok Munir.

Pemilik nama lengkap Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8 Desember 1965. Ia dikenal sebagai orang yang hidupnya dicurahkan untuk memperjuangkan hak asasi manusia (HAM). Munir berani untuk menyuarakan HAM secara lantang.

Saat SMP, Munir diketahui aktif di ekstrakulikuler pecinta alam. Bahkan, Munir pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Tidak hanya aktif di kelas, di luar kelas ia juga sempat menjadi anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir.

Munir merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Lahir dan tumbuh di Malang, Munir dikenal sebagai seorang yang memiliki kepedulian sosial, yang kelak mengantarkannya sebagai aktivis HAM terkemuka.

Munir kuliah di jurusan hukum Universitas Brawijaya Malang, dan di sanalah ia mulai aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, salah satunya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sebagai pengacara, Munir juga bergabung dengan Bantuan Lembaga Hukum (LBH).

Pendiri Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini menikah dengan Suciwati dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva Suukyi Larasathi.

Dalam kiprahnya sebagai seorang aktivis, Munir memainkan peran penting dalam membongkar keterlibatan aparat keamanan dalam pelanggaran HAM di Aceh, Papua dan Timor Leste (dulu Timor Timur).

Tak hanya itu, Munir juga ikut serta dalam merumuskan rekomendasi kepada pemerintah untuk membawa para pejabat tinggi yang terlibat dalam pelanggaran HAM di tiga daerah itu ke pengadilan.

Pada September 1999 silam, Munir ditunjuk menjadi anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP-HAM) Timor Timur. Kasus pelanggaran HAM yang berhasil ditangani oleh Munir adalah kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta (1997-1998).

Selain itu, Munir juga menangani kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok (1984 hingga 1998), hingga penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi I dan II (1998-1999).

Konsekuensi atas jalan yang ditempuhnya itu, membuat Munir cukup akrab dengan bahaya dan sering mendapatkan banyak ancaman. Bahkan, ia pernah mendapat teror bom yang meledak di pekarangan rumahnya di Jakarta pada Agustus 2003 lalu.

Munir ditemukan meninggal di pesawat Garuda Indonesia yang terbang dari Jakarta menuju Amsterdam pada 7 September 2004 lalu. Berdasarkan otopsi yang dilakukan oleh otoritas Belanda, Munir dinyatakan meninggal karena diracun arsenik.

Saat itu, Munir mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi pasca sarjana mengenai hukum di Utrecht, Belanda selama satu tahun. Munir berangkat dengan pesawat Garuda Indonesia pada tanggal 6 September 2004. Di dalam pesawat, ia sering bolak-balik ke toilet untuk buang air dan muntah-muntah hingga akhirnya meninggal dunia.

Setelah jenazahnya diotopsi, otoritas Belanda menemukan adanya racun Arsenik yang melebihi dosis di dalam tubuh Munir. Polisi pun menangkap pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto dan menetapkannya sebagai tersangka.

Selain itu, polisi juga menetapkan Muchdi Prawiro Pranjono sebagai tersangka yang saat itu menjabat sebagai Deputi V BIN/Penggalangan. Pollycarpus dipenjara sedangkan Muchdi PR bebas karena dianggap tidak terlibat dalam pembunuhan Munir. Namun kasus pembunuhan Munir hingga kini masih menimbulkan sejumlah pertanyaan soal dalang di balik kejahatan itu.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here