Saturday, 28 December 2024
HomeNasionalRizal Ramli Ungkap Dampak Konflik Amerika-Rusia-China bagi Indonesia, Apa Saja?

Rizal Ramli Ungkap Dampak Konflik Amerika-Rusia-China bagi Indonesia, Apa Saja?

Bogordaily.net–  Pertarungan kekuatan antara Amerika dan sekutunya dengan kekuatan China dan Rusia menunjukkan jika dunia semakin berwajah bipolar. Hal tersebut diungkapkan tokoh nasional yang juga ekonom senior Rizal Ramli.

Ia menilai akibat pertarungan itu, dunia jatuh dalam perang baru yang bentuknya bermacam-macam seperti perang keuangan, perang sanksi, perang siber, perang teknologi, perang komoditi seperti perang pangan. Nah, perang ini berdampak bagi semua negara, juga Indonesia.

Rizal Ramli mencontohkan harga pangan yang saat ini naik, akibat perang antara Rusia dan Ukraina.

“Karena itu walaupun inflasi di dalam negeri baru mencapai 5 persen (inflasi umum) namun inflasi di sektor pangan (makanan) sudah mencapai 11,5 persen. Hal itu terjadi sebelum keputusan pemerintah menaikkan harga BBM. Kini, setelah BBM naik maka inflasi makanan hingga akhir tahun bisa mencapai 15 persen,” ujar Rizal Ramli dilansir dari Indonews.id dari podcast Refly Harun beberapa waktu lalu.

Mantan Menko Kemaritiman itu mengatakan bahwa kondisi seperti ini memang memberatkan rakyat. Hal tersebut, kata Rizal Ramli karena upah minimum buruh mengalami kenaikan hanya sebesar 0,3 persen. Namun inflasi sudah mengalami kenaikan sebesar 11,5 persen.

“Pemerintah kita saat ini sadis banget. Karena itu saya menyebutnya kenaikan harga BBM ini sebagai program pemiskinan massal oleh pemerintah,” ujar Mantan Menko Perekonomian itu.

Lebih lanjut mantan kepala Bulog ini juga mengaku ingat ketika China berada di bawah pemerintahan Mao Zedong. Untuk mengejar kemajuan di negara barat, Presiden Mao mulai membangun infrastruktur.

Pada Januari 1958, Mao mengeluarkan kebijakan “Lompatan Besar ke Depan” (Great Leap Forward) untuk meningkatkan produksi industri dan pertanian. Program itu mengerahkan 75.000 orang untuk menggarap setiap sawah. Setiap keluarga mendapat keuntungan dan sebidang kecil tanah. Mao pun berharap kebijakannya membuat China maju dalam beberapa puluh tahun.

Awalnya, kebijakan itu terlihat menjanjikan. Namun, tiga tahun banjir dan gagal panen mulai memberi kesulitan. Produksi pertanian tidak sesuai dengan ekspektasi, dan laporan produksi besi masif ternyata palsu. Kelaparan pun mulai menjalar.

Akibat kegagalan “Lompatan Besar ke Depan”, Mao mulai terpinggirkan pada 1962 dengan rivalnya mengambil alih tampuk kekuasaan. Proyek tersebut ternyata mengorbankan rakyatnya sendiri. Padahal sudah banyak dana tersedot. Mao berkesimpulan bahwa pembangunan tersebut gagal karena kegagalan birokrasi China. Alhasil, dia membuat program baru yaitu dengan melakukan revolusi kebudayaan China.

Nah, kata Rizal Ramli, hal yang sama juga kini dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Jokowi dinilainya jor-joran membangun proyek infrastruktur walau dengan berutang sekalipun sehingga utang semakin bertambah.

“Bunga cicilan saja saat ini mencapai Rp405 T, cicilan pokok Rp400 T, jadi tahun ini kita harus membayar utang sebesar Rp805 T. Jumlah ini sekitar 1/3 dari APBN. Itu berarti utang kita jauh lebih besar dari dana untuk sektor pendidikan yang mencapai 20 persen, lebih besar dari dana infrastruktur, dan lebih besar dari gaji PNS, TNI dan Polisi. Untuk membayar bunga saja Jokowi harus pinjam dari negara lain. Inilah yang saya sebut dengan ‘gali lubang tutup jurang’,” jelasnya.

Untuk membayar utang tersebut, pria yang disapa RR itu berpendapat, pemerintah menemukan jalan pintas yaitu dengan menaikkan harga seperti harga listrik, BBM, pajak.

“Poin saya adalah sejarah Mao Zedong yang mengorbankan kesejahteraan rakyat China tersebut juga dilakukan oleh pemerintahan kita saat ini,” imbuhnya.

Pemerintah kata Rizal Ramli banyak menggenjot proyek infrastrukur di dalam negeri, yang sebenarnya jauh dari efisien. Seperti proyek Bandara Kertajati, dan beberapa proyek jalan tol.

“Proyek tersebut terus dibiarkan berlangsung karena para pejabat kita kebagian untung minimal 20 persen. Namun mereka lupa berpikir bahwa ujungnya rakyat yang menjadi korban dalam proyek tersebut,” katanya.***

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here