Saturday, 23 November 2024
HomeBeritaResiliensi Dunia Kesehatan di Tengah Gejolak Global

Resiliensi Dunia Kesehatan di Tengah Gejolak Global

Bogordaily.net – Situasi geopolitik yang belum menunjukan perdamaian antara Rusia dan Ukraina semakin memperpanjang gejolak politik internasional dan perekonomian global, karena adanya ketidakstabilan harga dan pasokan komoditas utama kedua negara sebagai eksportir terbesar dari minyak, gas alam, logam, minyak bunga matahari, biji-bijian (salah satunya gandum), gula, dan bahan baku pupuk.

Akibat gejolak geopolitik tersebut terjadi penurunan produksi di kawasan karena terhambatnya ekspor nonmigas dan impor gandum, berpotensi meningkatkan sejumlah harga bahan pangan dan komoditas lain, sehingga terjadi inflasi, berdampak pada kenaikan suku bunga, diikuti oleh PHK karena banyak perusahaan mengurangi produksi.

Selain gejolak politik internasional dan perekonomian global, dunia dihadapkan kembali wabah covid 19 dengan varian baru.

“Di wuhan, kota asal wabah Covid-19 pertama di dunia pada akhir 2019, melaporkan sekitar 20 hingga 25 infeksi baru setiap hari pada pekan ini, dan telah mendaftarkan 240 kasus selama 14 hari terakhir. Pemerintah setempat memerintahkan lebih dari 800.000 orang di satu distrik untuk tinggal di rumah hingga 30 Oktober,” Muhamad Solihin, SE, Analis Pengelolaan Keuangan APBN di PKJN RSJ. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor mengutip dari Cnbcindonesia.com.

Pada kasus yang lain dunia dihadapkan pada kasus ginjal akut pada anak, “Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan pihaknya sedang melakukan kajian untuk menetapkan kasus gagal ginjal akut pada anak menjadi kasus luar biasa atau KLB. Sejauh ini sudah ada 269 orang terkena penyakit ini dan sebanyak 157 diantaranya meninggal,” dikutip dari Nasional.tempo.co.

Pengaruh gejolak global tersebut dalam dunia kesehatan sangat fundamental, sehingga dunia kesehatan harus mempunyai resiliensi atau kemampuan untuk bisa beradaptasi dari keterpurukan dan bangkit dengan potesi dan peluang yang ada. Saat ini mayoritas bahan baku untuk obat masih impor.

“I Gede Made Wirabrata, Kepala Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan dan Sumber Daya Kesehatan, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) menerangkan saat ini sektor farmasi di Indonesia masih bergantung pada produk maupun bahan baku impor. Lebih dari 90% bahan baku obat merupakan produk impor dengan nilai mencapai 30-35% dari total nilai bisnis farmasi nasional,” dilansir dari badankebijakan.kemkes.go.id.

Diproyeksikan akan ada kenaikan harga obat akibat dari inflasi, sehingga kemandirian dalam dunia farmasi sangat diperlukan ditengah gejolak global, hal ini selaras dengan pernyataan presiden.

“Alat-alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku obat, kita harus berhenti untuk mengimpor barang-barang itu lagi dan kita lakukan, kita produksi sendiri di negara kita,” ucap Presiden RI Jokowi, dikutip dari presidenri.go.id).

Presiden telah menginstruksikan Menteri Perindustrian untuk menetapkan kebijakan yang mendukung pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan dalam mewujudkan kemandirian dan peningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2020.

Untuk mewujudkan kemandirian tersebut dibutuhkan peran pemerintah dalam mengatur kebijakan dan riset serta sektor swasta nasional, sehingga industri kesehatan dapat meningkatkan PDB sektor kesehatan yang akan meningkatkan penerimaan dalam APBN, dan akan membuka lapangan pekerjaan.

Gejolak Perekonomian diproyeksikan akan meningkatkan harga-harga dan menurunkan daya beli masyarakat, yang perlu diantisipasi adalah menurunnya kemampuan masyarakat dalam membayar premi asuransi kesehatan, menyebabkan defisit pada BPJS yang berpengaruh terhadap pembayaran klaim BPJS kepada Rumah Sakit, untuk mengantisipasi itu semua maka diperlukan kebijakan pemerintah berupa insentif yang dapat membuat iklim usaha tetap kondusif, baik dari sisi relaksasi perpajakan maupun bantuan usaha produktif bagi UMKM yang menjadi motor penggerak perekonomian rakyat.

“Resiliensi dunia kesehatan bukan hanya berasal dari internal, peluang kebangkitan dari eksternal juga diusahakan pemerintah, baru-baru ini dalam pertemuan G20, dikutip dari laman badankebijakan.kemkes.go.id.

Dalam memperkuat arsitektur kesehatan global terdapat 6 aksi kunci yang dihasilkan dalam pertemuan kedua, para menteri kesehatan G20, dalam memperkuat arsitektur kesehatan global terdapat 6 aksi kunci yang dihasilkan yaitu :

1). Kesepakatan pembentukan dana kesiapsiagaan dan respon pandemi melalui Dana Perantara Keuangan (FIF)

2). Negara-negara G20 bersepakat meneruskan dan memperkuat mekanisme Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT-A) sebagai sebuah entitas formal untuk memperluas akses dan memobilisasi berbagai sumber daya dalam menghadapi pandemi selanjutnya

3). Membuka jalan untuk penguatan surveilens genomik sebagai bagian penting dari upaya pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi. Semua laboratorium genomik di seluruh negara akan bekerja bersama membangun suatu sistem surveilans sebagai kewaspadaan dini menghadapi pandemi ke depan

4). Sertifikat perjalanan dalam bentuk digital, yang berisikan informasi terkait vaksin dan hasil tes yang dapat dikembangkan pemanfaatannya lebih luas lagi

5). Analisa kesenjangan dan pemetaan kondisi saat ini terkait jejaring pusat penelitian dan manufaktur, yang selanjutnya akan diteruskan oleh Presidensi yang akan dipimpin India

6). Capaian nyata dari pertemuan side event dengan call for action peningkatan pembiayaan untuk penanggulangan Tuberkulosis, komitmen untuk mengimplementasikan inisiatif One Health, serta meningkatkan kapasitas, deteksi, dan respon AMR.

Arsitektur kesehatan global yang dicanangkan dalam Forum G20 diharapkan bisa menjadi salah satu resiliensi dunia kesehatan, terutama dalam bidang pendanaan jika terjadi pandemi atau kejadian luar biasa di dunia kesehatan, dan diharapkan arsitektur kesehatan global, dengan sumberdaya alam yang ada.

IIndonesia bukan sekedar konsumen saja, akan tetapi bisa ambil bagian dan ikut serta menjadi produsen industri kesehatan, sehingga mencapai kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan menjadi pemain dalam pemenuhan kebutuhan global yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan dalam APBN kita.*

(Muhamad Solihin, SE, Analis Pengelolaan Keuangan APBN di PKJN RSJ. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor)

 

Copy Editor: Riyaldi

 

Simak Video Lainnya dan Kunjungi Youtube BogordailyTV

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here