Bogordaily.net – Ekonomi Indonesia dan tokoh pergerakan Rizal Ramli membeberkan tiga skenario perpanjangan jabatan Presiden.
Penjelasannya itu menyusul pernyataan, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Abdul Mu’ti meminta para elite politik untuk tidak menggulirkan kembali skenario penambahan masa jabatan presiden tiga periode atau penundaan pemilu.
Pasalnya, hal tersebut jelas melanggar dan mengkhianati konstitusi atau UUD 1945 tentang pembatasan masa jabatan presiden.
Hal tersebut disampaikan Abdul Mu’ti dalam keterangannya, pada Jumat, 16 Desember 2022.
Seperti diketahui, UUD45 hasil amandemen telah membatasi jabatan presiden menjadi satu periode yaitu selama lima tahun dan dapat dipilih kembali maksamal hanya untuk satu periode.
DR Rizal Ramli dalam acara podcast Bang Edy Channel yang tayang pada Rabu, 21 Desember mengatakan bahwa dirinya telah mencium ada “Pertemuan Dewan Kudeta Konstitusi”.
Pertemuan itu, katanya, dihadiri para tokoh pejabat dan taipan untuk menggoalkan perpanjangan jabatan Presiden Jokowi hingga tiga bahkan lima tahun ke depan. Hal tersebut, kata mantan Menko Perekonomian itu dilakukan dengan mendompleng wacana kembali ke UUD45.
“Orkestra sudah siap, partitur-partitur sudah dibagikan dan bandar siap bayar,” ujar Bang RR – sapaan Rizal Ramli.
Terkait hal tersebut, Rizal Ramli kembali mengingatkan publik terhadap hoaks “Big Data” beberapa waktu lalu.
Menurutnya, big data tersebut sudah dipersiapkan untuk kembali menambah jabatan presiden dengan didukung oleh pollingRp serta survei berbayar.
Dia mengatakan, sebenarnya ada tiga skenario yang dilakukan kelompok tersebut.
Pertama, mewacanakan perpanjang masa jabatan Presiden Jokowi. Kedua, memasang Prabowo Subianto, sebagai calon Presiden, dengan Jokowi sebagai cawapres. Namun, setelah satu tahun, Jokowi kembali mengambil alih jabatan sebagai presiden. Namun, wacana itu, kata Bang RR, kembali gagal.
Ketiga, yaitu kembali ke wacana kembali ke UUD 1945 yang asali. Nah, wacana ini, kata Rizal Ramli, kembali didompleng, karena UUD 45 yang asli tersebut tidak membatasi masa jabatan presiden.
“Karena itu, sebaiknya, wacana kembali ke UUD 1945 yang asli tersebut baru diberlakukan setelah presiden Jokowi turun atau tidak menjabat lagi,” ujarnya.
Pakar ekonomi-politik sekaligus Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengungkapkan rencana penundaan pemilu dan mempertahankan masa jabatan Jokowi terus bergulir.
Hal itu dilakukan baik dengan cara memperpanjang masa jabatan presiden maupun mengubah periode jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode.
Semua ini, katanya, melanggar konstitusi, dan masuk kategori kudeta konstitusi.
“Artinya, Indonesia sedang meniru beberapa negara di Afrika, mengancam demokrasi melalui kudeta konstitusi, untuk mempertahankan kekuasaan, menuju negara otoritarian dan tirani,” kata Anthony.
Padahal, katanya, Presiden Jokowi sudah tidak mendapat kepercayaan dari rakyat. Pasalnya, pemerintahan Jokowi telah mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat seperti Omnibus Law Cipta Kerja, kenaikan harga BBM, KUHP yang baru, adanya pelemahan KPK dan lain sebagainya.
Karena itu, dia mengatakan, agar alasan penundaan pemilu maupun perpanjangan jabatan presiden untuk ditinjau kembali.
“Hal itu merupakan termasuk skenario brutal. Seperti kompensasi masa jabatan karena pandemi Covid-19, atau menciptakan keadaan darurat, kegentingan memaksa, agar presiden dapat menerbitkan PERPPU atau dekrit menunda pemilu. Yang semuanya ilegal karena melanggar konstitusi,” pungkasnya.***
Copy Editor: Riyaldi