Bogordaily.net – Apa itu hukuman mati yang menjerat Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan brigadir Yosua? Majelis hakim memvonis mantan Kadiv Propam Polri ini dengan hukuman mati.
Ferdy sambi dinyatakan terbukti bersalah, atas kematian mantan anak buahnya itu.
Vonis ini jadi perhatian publik, hukuman mati untuk pejabat tinggi di Indonesia ini yang terbaru yang menjadi konsumsi publik.
Sebelumnya, hukuman mati yang menggemparkan publik adalah hukuman mati terhadap bandar narkoba Freddy Budiman.
Hukuman mati terhadap Ferdy Sambo ini menambah panjang daftar orang-orang yang dihukum mati di Indonesia.
Lantas apa itu hukuman mati?
Pidana mati bukan hal baru di Indonesia. Vonis ini telah dikenal sejak zaman kerajaan di Indonesia.
Terdakwa akan menerima hukuman yang dijatuhkan pengadilan atau tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat.
Dasar Hukum Apa Itu hukuman Mati dan Cara Eksekusi
Melansir Kompas.com, awalnya, hukuman mati di Indonesia dilaksanakan menurut ketentuan dalam pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP.
Baca Juga: Ferdy Sambo Divonis Mati, Ini yang Memberatkannya
Isinya menyatakan bahwa “Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya”.
Pasal itu lalu diubah dan dijelaskan dalam Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964.
Hukuman mati dijatuhkan pada orang-orang sipil dan dilakukan dengan cara menembak mati.
Di dalam pasal 10 KUHP, hukuman mati tergolong ke dalam salah satu pidana pokok.
Kontroversi Hukuman Mati
Amandemen kedua UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Negara Indonesia mengakui adanya hukum kodrat, di mana hak untuk hidup melekat dan tidak dapat dirampas oleh siapapun.
Undang-undang yang masih memasukkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk hukuman menjadi bertentangan dengan konstitusi.
Sehingga, banyak pihak menuntut adanya amandemen terhadap UU yang masih memberlakukan hukuman mati.
Berdasarkan catatan Amnesty Internasional, sampai tahun 2022 tercatat 111 negara telah menentang penerapan hukuman mati. Negara yang masih mempertahankan hukuman mati jumlahnya lebih sedikit yaitu 84 negara.
Hal ini menunjukkan bahwa hukuman mati tidak lagi manusiawi dan relevan dalam perkembangan hukum global.
Dalam banyak perdebatan, isu hukuman mati dipengaruhi oleh konteks hukum internasional, pandangan filosofis yang berkembang, dan perubahan sosial yang terjadi.
Kontroversi pemberlakuan hukuman mati melibatkan tiga aspek terkait, yaitu:
Konstitusi atau UU tertinggi yang dianut dan bentuk pemerintahannya.
Dinamika sosial, politik, dan hukum internasional yang mempengaruhi hubungan sosial di masyarakat.
Relevansi nilai-nilai lama dalam perkembangan zaman yang kini telah lebih maju.
Dalam konteks negara hukum Indonesia, kepastian hukum menjadi salah satu hal penting. Hukum yang konsisten dengan konstitusi, perundang-undangan, dan tuntutan masyarakat.
Baca Juga: Sososk Hakim yang Jatuhkan Hukuman Mati Untuk Ferdy Sambo
Apa itu Hukuman Mati dan Kejahatan yang diancam hukuman mati
Pasal 104 KUHP: Makar membunuh kepala negara.
Pasal 111 ayat 2 KUHP: Mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia.
Pasal 124 ayat 3 KUHP: Memberikan pertolongan kepada musuh pada saat Indonesia dalam keadaan perang.
Pasal 140 ayat 4 KUHP: Membunuh kepala negara sahabat.
Pasal 340 KUHP: Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu.
Pasal 365 ayat 4 KUHP: Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.
Beberapa pasal dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika juga mengatur pidana mati.
Dalam Pasal 118 dan Pasal 121 ayat 2 menyebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi pelanggar adalah pidana mati.
Hukuman mati juga berlaku bagi pelaku tindak pidana korupsi. Sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
Pelaksanaan Hukuman Mati
Berikut tata cara pelaksanaan hukuman mati berdasarkan UU Nomor 2/PNPS/1964:
Tiga kali 24 jam sebelum eksekusi, jaksa memberitahukan terpidana tentang rencana hukuman mati.
Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
Kepala Polisi Daerah atau Kapolda membentuk regu tembak yang terdiri dari seorang bintara, 12 orang tamtama, di bawah pimpinan seorang perwira.
Setibanya di tempat pelaksanaan pidana mati, komandan pengawal menutup mata terpidana dengan sehelai kain.
Terpidana dapat menjalani pidana dengan berdiri, duduk, atau berlutut.
Jarak antara titik terpidana berada dengan regu penembak tidak lebih dari 10 meter dan tidak kurang dari lima meter.
Komandan regu penembak dengan menggunakan pedang memberikan isyarat dan memerintahkan anggotanya membidik jantung terpidana.
Apabila terpidana masih memperlihatkan tanda kehidupan, maka regu penembak melepaskan tembakan terakhir dengan menekankan ujung laras senjata pada kepala terpidana tepat di atas telinga.
Demikian informasi dan penjelasan mengenai apa itu hukuman mati dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP di Indonesia.****