Bogordaily.net – Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor menggelar Silaturahmi Akbar Keluarga Besar KH Ahmad Sanusi, di Aula Prof Abdullah Siddiq, UIKA Bogor, pada Minggu 7 Mei 2023.
Dalam kegiatan ini turut dihadiri Rektor UIKA Bogor, Ketua YPIKA, Keluarga besar KH Ahmad Sanusi, para Dosen, mahasiswa, dan berbagai tamu undangan lainya.
Baca Juga: Keluarga Besar UIKA Bogor Gelar Halalbihalal di Masjid Al Hijri II
Ada sekitar 250 orang yang hadir, dan keluarga besar KH Ahmad Sanusi generasi ke enam, yang datang dari berbagai kota seperti, Depok, Purwakarta, Sukabumi, Bandung dan lain-lain.
Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Islam Ibn Khaldun (YPIKA) Bogor, Dr H Didi Hilman mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk silaturahmi, serta mempersatukan keluarga besar almarhum KH Ahmad Sanusi, mulai dari cucunya hingga cicit dari KH Ahmad Sanusi.
“Baru pertama kali dilaksanakan, alhamdulillah antusiasmenya banyak, kita juga gak saling mengenal, mudah mudahan kegiatan ini bisa berlangsung bergantian di tiap kota,” kata Didi Hilman kepada Wartawan, Minggu 7 Mei 2023.
Profil KH Ahmad Sanusi
Ia mengatakan, KH Ahmad Sanusi adalah figur yang banyak sekali menulis karya ilmiah. Kurang lebih ada 400 judul.
Dan ia berharap mudah mudahan bisa menginspirasi para keluarganya, agar bisa menjadi teladan.
“Kebetulan tahun yang lalu, mendapat penghargaan dari pemerintah, sebagai pahlawan nasional, karena memang beliau seorang pendiri kemerdekaan Republik Indonesia, dan beliau adalah anggota BPUPKI,” jelasnya.
Ia menambahkan, salah satu kontribusi KH Ahmad Sanusi ialah turut berperan dalam sidang BPUPKI.
Saat itu ketika perdebatan antara kelompok nasionalis Islam dan nasionalis sekuler hampir deadlock, dan Ketua BPUPKI Dr Radjiman, diminta oleh Bung Karno untuk voting.
Namun hal tersebut ditolak oleh KH Ahmad Sanusi, karena menurutnya, persoalan penting untuk dilaksanakan musyawarah dan mufakat.
Sehingga, menciptakan dasar negara Indonesia yang kita kenal hingga sekarang yakni Pancasila.
“Asal usulnya itu hasil dari kompromi dua kekuatan politik saat itu, sehingga dengan itu semua diselesaikan secara musyawarah, dan tidak dilakukan pemungutan suara,” ujar Didi Hilman.***
Albin Pandita