Saturday, 23 November 2024
HomePolitikDwi Tunggal: Anies-Muhaimin Kepemimpinan Kolektif Kolegial Menuju Indonesia Adil-Makmur

Dwi Tunggal: Anies-Muhaimin Kepemimpinan Kolektif Kolegial Menuju Indonesia Adil-Makmur

daulatrakyat.com – Dwi Tunggal Anies-Muhaimin sebagai bentuk kepemimpinan kolektif kolegial menuju Indonesia Adil-makmur menggema dalam diskusi yang digagas Kaukus 98, pada Kamis 21 Desember 2023.

Diskusi politik yang digelar di Hotel Tamarin, Jl. K.H. Wahid Hasyim, No. 77, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat itu menyorot dinamika pemerintah yang dipimpin Presiden Jokowi.

Diskusi itu juga menyoroti bahwa sejak 25 tahun setelah reformasi, setelah tumbangnya rezim Orde Baru, Indonesia kini kembali memasuki masa kelam demokrasi, di mana agenda utama reformasi yakni demokratisasi dan bebas dari KKN, tidak hanya tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi justru kembali ke situasi dan kondisi paling buruk.

Selain itu, juga menyoroti bahwa di akhir pemerintahan Jokowi, sebagai anak kandung reformasi, justru mengembalikan kekuasaan Presiden menjadi lebih besar dan cenderung memaksakan kehendaknya di luar koridor konstitusi.

“Pada saat Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar mendeklarasikan dirinya sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, terdapat pernyataan menarik dari Paslon Capres/Cawapres tersebut, bahwa mereka menyebut dirinya Dwi Tunggal,” ujar salah satu pentolan Kaukus 98 Fery Machsus dalam rilis yang diterima redaksi.

Dwi Tunggal adalah konsep kepemimpinan politik yang hadir di saat Indonesia mengalami krisis multidimensi, baik itu krisis politik, ekonomi, sosial, hukum, kebudayaan dan moralitas atau etika.

Dwi Tunggal hadir di saat rakyat Indonesia menghadapi kesulitan hidup dan menanggung penderitaan karena tiadanya ketidakadilan.

Sementara itu, deklarator kaukus 98 sekaligus mantan Sekjen KIPP Standarkia Latief menegaskan bahwa Dwi Tunggal hadir untuk membereskan dan meluruskan kerusakan moralitas negara, menggunakan kedok hukum dan demokrasi untuk memaksakan kepentingan politik Presiden.

Negara dipersonalisasi menjadi kekuasaan Presiden. Sementara itu, peranan Wakil Presiden hanya sebagai formalitas belaka.

“Menuju Pilpres 2024 yang terpenting adalah bukan hanya memilih orang (Capres dan Cawapres), tetapi bagaimana memilih model kepemimpinan pemerintahan ke depannya,” tegasnya.

Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 4 dan Pasal 6A UUD 1945, menegaskan bahwa keduanya dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6A), dan kedua meskipun pemegang kekuasaan tertinggi ada di tangan Presiden, namun dalam menjalankan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden (Pasal 4).

Artinya, keduanya sama-sama berkewajiban menjalankan kekuasaan dan mengelola pemerintahan secara bersama, yaitu kepemimpinan Dwi Tunggal.

Dalam menjalankan kepemimpinan Dwi Tunggal sebagaimana amanat UUD 1945, kami menegaskan perlu adanya Undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai penjabaran pembagian peran dan tugas Presiden dan Wakil Presiden dengan prinsip keseimbangan, proporsionalitas, kesolidan, dan harmonisasi, agar dalam menjalankan negara tidak ada subordinitas antara Presiden dan Wakil Presiden.

Visi dan misi pemerintahan adalah visi misinya Presiden dan Wakil Presiden.
Prinsip mendorong kepemimpinan Dwi Tunggal juga untuk mencegah terjadinya “Presidential Dictatorship” dalam penyelenggaraan negara yang demokratis.

Dengan demikian, pilihan Dwi Tunggal yang sudah dicanangkan oleh Paslon Amien dan Muhaimin adalah untuk memperkuat pilar demokrasi.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here