Bogordaily.net – Burung dan batu seperti sudah menyatu dalam dirinya, Sebelum menikah sampai punya anak 4 dia belum lepas dari satwa yang bernyawa dan punya suara yang nyaring, serta batu akik yang tak bernyawa tapi punya pesona yang menawan.
Ketika berusia 22 tahun dia menikah, ayahnya bilang nikah di usia muda apa keluarga mau dikasih makan batu. Dan ternyata menjadi kenyataan keluarganya hidup ditopang dari batu. Dari anak satu sampai 4, biaya sekolah dan kuliah anak-anaknya dari penjualan batu.
Ribuan batu ukuran besar sampai kecil seakan mengepung rumah di Jalan Arjuna Indah II no 6 Kota Bogor mulai dari halaman, ruang tamu sampai ke galeri.
FX Hadi Wijaya (74), demikian sosok penghuni rumah tersebut yang puluhan tahun hidup dari burung dan batu. Meski tidak aktif lagi seperti tahun 1970 an sampai 1990 an, kalau bicara tentang burung dan batu, Hadi atau yang beken dipanggil OK masih ingat akan aktifitasnya dimasa jayanya dalam dunia burung dan aneka macam batu dari Aceh sampai Papua.
“Piala juara lomba burung sekitar 300 menumpuk di ruang galeri. Ditambah lagi piala dan piagam dari lomba suiseki,” kata Hadi seraya menyebutkan pernah ikut lomba atau pameran Suiseki di Cina, Taiwan, Korea, Jepang, Singapur, dan Malaysia. Serta Suiseki nya ada yang terjual dalam pameran.
Mencari burung saja sampai ke Cina. Sedang cari batu dari Aceh, Sumbar, Jabar sampai ke Papua.
“Ketika ikut lomba suiseki di Guangzho Cina , saya sempat cari burung Hwamei yang lagi popular dan banyak penggemarnya di Indonesia. Saya dan teman saya beli 30 burung Hwamei,” kata Hadi yang ayah dan kakeknya penggemar burung dan batu.
Bapak dari 4 anak 5 cucu ini, menyebutkan, dia juga pernah membuat pakan burung dengan cap OK.
Bagi kalangan penggemar burung di Jabotabek dan Bandung, pakan buatan Hadi cukup dikenal dan laris, Hadi juga turut membidani pendirian Pelestari Burung Indonesia (PBI) di Kota Bogor dan menjadi pengurus. Bertahun-tahun menjadi juri lomba dan mendidik penggemar burung untuk menjadi juri.
Batu Bergambar
MASA keemasan Suiseki dan batu akik/mulia asli Indonesia antara tahun 1990 dan puncaknya tahun 2010 sampai 2014.
“Untuk suiseki antara tahun tahun 1990-1998. Sedang batu akik mengalami fenomena yang luar biasa 2010 – 2013 an. Hampir di semua kota besar, sudut kota’ sampai pelosok desa menjamur kerajinan batu akik,” kata Hadi seraya menyebutkan koleksi suisekinya asal dari Sumetera Barat dinobatkan sebagai batu terbaik di dunia dalam satu pameran di Taijon Korea Selatan.
Hadi menyebutkan koleksi batu akik bergambar cukup banyak. Tahun 2015-an salah satu batu akik bergambar Yesus ditawar Rp150 juta. Selain batu bergambar Yesus, Hadi juga memiliki koleksi batu bergambar mirip Orang Sembahyang, Nyi Rorokidul , dan gambar Naga. “Sejak tahun 2015 pasar suiseki lesu demikian pula batu akik,” ujar Hadi yang punya koleksi suiseki dan batu akik ribuan jumlahnya.
Koleksinya ini ingin dijual semua, karena tak kuat lagi mengurus sejalan dengan usianya yang sudah lanjut serta kurangnya dana untuk perawatan.
FX Puniman
Wartawan Senior Bogor