Bogordaily.net – Menjadi asisten dosen di kampus bukanlah hal yang direncanakan oleh Neng Lutfia sebelumnya. Mahasiswi angkatan 58 ini memulai perjalanan akademiknya di jurusan IPA, saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas 5 Kota Sukabumi, sebelum akhirnya ia melanjutkan studi di Sekolah Vokasi IPB University dengan Program Studi Komunikasi Digital dan Media.
Kini, di semester delapan ini, ia sedang disibukkan dengan penyusunan skripsi untuk kelulusannya. Sebelum lulus dari perguruan tinggi, ia ingin mencoba beberapa tantangan baru sambil mencari pengalaman berharga, yang dapat meningkatkan kemampuannya dan memperkaya CV-nya.
Lutfia memutuskan untuk menjadi asisten dosen di tempatnya mengenyam pendidikan. Melalui peran ganda tersebut, kini ia tidak hanya berstatus sebagai mahasiswi, tetapi juga menjalani tanggung jawab sebagai asisten dosen di lingkungan akademiknya.
Alasan Lutfia memilih profesi tersebut dikarenakan ia ingin mengisi luang sambil menyelesaikan skripsinya. Namun, pengalaman berharga ini justru membantunya dalam menambahkan wawasan mengenai perkembangan dunia digital serta memberinya kesempatan untuk belajar hal-hal baru yang tidak didapatkan di semester sebelumnya dan meningkatkan kemampuan yang belum ia kuasai terutama kemampuan dalam berbicara depan umum.
Meskipun Lutfia berada di jurusan Komunikasi, tetapi ia tidak dapat menguasai kemampuan dalam berbicara di depan umum, dikarenakan Lutfia memiliki sifat pemalu atau introvert. Hal ini menjadi tantangan terbesar Lutfia yang harus dihadapi saat menjadi asisten dosen.
Tantangan Asisten Dosen Baru
Hari pertama saat ia mengajar menjadi asisten dosen, hal ini menjadi ujian mental tersendiri baginya. Ia mengakui masih malu berbicara di depan para mahasiswa dan perlu bantuan asisten dosen lainnya yang sudah senior dalam mengajar.
Namun, seiring waktu berjalan ia mulai terbiasa. Dengan melihat cara asisten dosen senior dan dosen dalam menyampaikan materi dan berinteraksi dengan para mahasiswa, sehingga ia belajar dari pengalaman mereka dan bisa membangun kepercayaan diri.
“Dulu saya jarang sekali, untuk tampil di depan orang banyak. Namun, setelah saya mencoba akhirnya saya bisa walaupun terkadang masih gugup dan gemetar” tutur neng Lutfia.
Meskipun masih merasa gugup, kini ia lebih percaya diri untuk menyampaikan materi atau tugas di depan mahasiswa. Walaupun Lutfia baru memasuki bulan ketiga menjadi asisten dosen, tetapi ia sudah mengajar beberapa mata kuliah termasuk Destirmanisasi, Festival Budaya, Teknologi Sosial Preneur, dan berpikir Kreatif Angkatan 61 Program Studi Komunikasi Digital dan Media.
Meskipun begitu, tantangan akan terus ada. Menghadapi mahasiswa yang kesulitan dalam memahami materi yang sudah disampaikan dengan dosen menjadi salah satu hal yang harus dihadapi.
Menurutnya, seorang asisten dosen harus benar-benar memahami isi materi yang disampaikan dosen agar dapat membantu mahasiswa dengan baik. Namun jika terdapat pertanyaan yang sulit dari mahasiswa, ia tidak ragu untuk berdiskusi dengan dosen langsung.
Karena baginya, asisten dosen berperan sebagai jembatan antara mahasiswa dan dosen. Terkadang ada mahasiswa yang takut untuk bertanya langsung ke dosen, sehingga mahasiswa bertanya kepada asisten dosen.
Pendekatan yang Lutfia lakukan dengan mahasiswa saat ia mengajar adalah dengan cara membangun hubungan yang nyaman, tetapi harus menjaga batas profesionalisme sebagai asisten dosen.
Ia selalu bertanya kepada mahasiswa apakah ada kesulitan yang mereka dapatkan dalam memahami materi, kemudian ia akan memberikan penjelasan tambahan, mengarahkan dan memperbaiki tugas mahasiswa.
Dengan menjalin komunikasi yang baik dan sehat antara mahasiswa dan asisten dosen dapat mempermudah proses pembelajaran. Oleh karena itu, ia terus menciptakan suasana yang santai dan tidak tegang, namun tetap fokus dengan pembelajaran.
Menjadi asisten dosen selama 3 bulan ini, memberikan Lutfia pengalaman yang berharga, sekaligus membuka jalan Impian barunya. Ia jadi terinspirasi oleh dosen- dosennya dan berharap suatu hari nanti ia akan bisa mengikuti jejak mereka.
“Saya ingin menjadi dosen kelak atau mungkin menjadi Pegawai Negeri Sipil di dalam dunia Pendidikan”, ungkapannya.
Selain itu, pengalaman menjadi asisten dosen juga membantunya dalam mengenali dunia akademik secara mendalam. Ia jadi paham bagaimana cara mengajar, menyampaikan materi dan menjelaskan tugas, hingga mengelola kelas.
Ia menyadari bahwa menjadi pengajar di kelas bukan hanya sekedar berbicara di depan kelas, tetapi juga tentang bagaimana cara memimpin dan membimbing mahasiswa dengan sabar juga membantu mereka dalam menemukan Solusi atas kesulitan yang mereka hadapi dalam memahami materi.
Pesan Mahasiswa
Neng Lutfia berpesan kepada mahasiswa yang ingin menjadi asisten dosen, untuk melatih kemampuan terutama dalam berbicara di depan umum sejak dini. Karena menurutnya mental yang kuat sangat dibutuhkan dalam menjalankan peran ini.
“Jika mental kalian sudah terlatih sejak dulu, maka rasa ragu tidak akan menjadi penghalang saat mengajar nanti,” ungkapnya dengan semangat.
Selain keterampilan dalam berbicara, ia menekankan pentingnya kemampuan analisis dan berpikir kritisnya. Karena seorang asisten dosen harus dapat menguasai materi dengan baik agar bisa menjawab pertanyaan yang akan dilontarkan oleh mahasiswa nanti.
Perjalanannya sebagai asisten dosen masih terbilang singkat, namun dampak yang ditimbulkan begitu besar baginya. Dari seseorang yang tidak bisa berbicara di depan umum, kini ia bisa tampil dengan percaya diri di hadapan orang banyak.
Bagi Neng Lutfia, ini bukan hanya pekerjaan sampingan, tetapi sebuah perjalanan menuju masa depan yang lebih cerah melalui dunia Pendidikan.
Pengalamannya menjadi bukti bahwa setiap tantangan yang dihadapi dapat dilalui dan menjadi kesempatan untuk berkembang. Dengan tekad, ikhtiar, latihan, dan kemauan untuk terus belajar, siapapun bisa mengatasi rasa takut dan menjadi lebih percaya diri.***
Nasya Karina Nur’aziza