Wednesday, 12 March 2025
HomeTravellingWisata Inspirasi Museum Mini Sisa Hartaku Yogyakarta, Wajib Masuk Daftar Liburan Kamu

Wisata Inspirasi Museum Mini Sisa Hartaku Yogyakarta, Wajib Masuk Daftar Liburan Kamu

Bogordaily.net – Ramadan kembali menyapa, membawa memori berbuka dan sahur yang telah membekas nyata sedari lama. Selain menu sajian dan takjil yang menggoda, tidak heran bahwa bulan ini mendorong kita untuk merencanakan hal-hal menarik ketika puncak Hari Lebaran tiba. Tahun lalu, Saya dan keluarga juga memikirkan hal yang sama. Kami mempersiapkan Hari lebaran di kampung halaman ibu di Klaten, Jawa Tengah. Kurang lebih tidak jauh dari Kota . Tidak hanya ingin bersua dengan para saudara, kami juga ingin memberi libur lebaran yang berbeda tahun ini. Terbersit sebuah ide untuk berwisata bersama, menjelajahi kawasan Merapi, . Saat itu, menyewa mobil Jeep menjadi pilihan kami. Penyewaan menawarkan rencana singgah di beberapa destinasi berbeda, salah satunya di tempat wisata .

Perjalanan kami meninggalkan kenangan tak terlupakan hingga Ramadan tahun ini. Barangkali sedang merencanakan wisata yang inspiratif dan edukatif di masa Hari Raya Idul Fitri nanti, tulisan ini dapat memperkuat pertimbangan Anda.

Meluncur ke
Dua hari sebelum takbir bertabuh menjelang Hari Raya Idul Fitri, kami mengemas barang bawaan. Koper kami penuh dengan salinan baju dan oleh-oleh untuk sanak saudara di nanti.

Kereta kami akan berangkat dari Stasiun Senen ke Stasiun Klaten pukul sepuluh malam. Jadi kami sekeluarga berusaha berkemas sebelum azan Maghrib berkumandang. Sesampainya kami di stasiun, kereta melaju dengan cepat.

Terdengar pengumuman dari masinis bahwa kami telah tiba di Stasiun Klaten keesokan paginya. Sambutan hangat menyapa kami saat tiba di rumah masa kecil Ibu saya. Kami membereskan barang bawaan di kamar tamu lalu menghabiskan tiga hari pertama Lebaran di rumah bersama keluarga besar.

Tibalah hari berwisata. Seluruh keluarga berkumpul di rumah utama, menunggu kendaraan siap membawa kami ke tujuan. Pertama-tama, kami perlu ke tempat penyewaan mobil Jeep di kawasan Merapi, .

Jarak dari Klaten ke ditempuh selama kurang lebih 60 menit menggunakan mobil. Sesampainya di sana, supir berpengalaman membimbing kami menuju mobil yang telah disewa.

Kami memesan tiga unit mobil Jeep dengan berbagai destinasi untuk dijajaki, salah satunya Museum Mini Sisa Hartaku. Saya berpegangan pada pintu mobil yang kokoh, menaiki bangku belakang salah satu Jeep dengan hati-hati. Disusul oleh dua sepupu dan kakak perempuan saya.

“Mas, ini bisa ngeguling, ngga?” tanya kakak perempuan saya khawatir.

Ini pertama kalinya kami semua mencoba adrenalin baru seperti ini.

“Ya ngeguling sih ngga, Mba. Paling walik aja.” sahut supir Jeep kami, dengan aksen bahasa Jawanya yang kental.

Gelak tawa terlontar dari mulut kami, terhibur dengan candanya sambil berseru siap berangkat.

Perjalanan kami mengundang angin baru, ditemani dengan suara mesin mobil yang menderu.

Beberapa kali jalanan goyah dengan bebatuan dan tanjakkan yang sedikit curam, mengundang sedikit benturan di sana sini namun kami menyambutnya dengan canda tawa asik. Beberapa jalanan berkelok mengitari pemukiman warga yang luas.

Di sisi kanan, atap-atap rumah menaungi aktivitas warga setempat. Sementara di sisi kanan pepohonan rimbun dengan suasana hijau yang memanjangkan mata.

Sekitar dua puluh menit kami berkendara, jalanan kemudian hanya dipenuhi oleh hutan penuh pohon dan tanaman liar. Dari kendaraan, nampak tembok tak beraturan dan rumah terbengkalai mengundang perhatian kami.

Sekilas terlihat seperti latar mengerikan dari salah satu film horror populer. Namun, tak ayal pemandangan itu mengundang banyak tanda tanya. “Rumah siapa itu?” gumam saya dalam hati.

Hingga beberapa saat kemudian, supir memijak pedal rem di tempat parkir yang luas beralaskan pasir pekat.

Sepertinya hujan sempat turun kemarin malam di sini, roda mobil memercikan genangan air dengan deru kerasnya. Setelah keluarga kami berkumpul kembali, para supir Jeep membimbing kami menuju destinasi wisata ini.

Dari luar, sekilas seperti rumah setengah jadi yang ramai pengunjung. Kami pun mendongakkan kepala, membaca palang besar bertuliskan nama tempat wisata ini. Museum Mini Sisa Hartaku.

Jeep Berlabuh di Museum Mini Sisa Hartaku
Sesaat setelah kaki melangkah masuk ke area depan museum, kami disambut dengan kerangka kendaraan bermotor yang nampak rapuh dan usang.

Di sisi lain, kerangka tulang belulang hewan yang terlihat seperti kerbau juga seolah menatap kami dengan kosong. Supir Jeep, yang juga merangkap sebagai pemandu wisata kami pun membuka suara. Inilah Museum Mini Sisa Hartaku.

Bernama lain The House of Memory, museum ini terletak di Jalan Petung Merapi, Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, . Tempat ini menyimpan barang-barang sisa kepemilikan korban erupsi Gunung Merapi tahun 2010 lalu.

Buka dari pukul 08.00 – 16.00 WIB. Pengelola museum tidak menetapkan tarif tertentu bagi pengunjung yang ingin bertamu ke sana. Hanya saja, terdapat insentif seikhlasnya yang bisa Anda berikan untuk membantu perawatan museum jika Anda berkenan berkunjung ke sini.

Rumah yang saat ini menjadi museum dulunya dilewati oleh aliran wedhus gembel saat Merapi mengamuk dan memuntahkan lahar ganasnya. Terlihat dari dinding yang setengah berdiri dengan sisa-sisa pembakaran yang masih jelas terlihat di tiap celah rapuhnya.

Mendengar tragedi mengerikan tersebut, saya jadi teringat akan rumah ‘angker’ dan puing-puing tak beraturan yang kami melewati selama perjalanan tadi.

“Jadi ini semua adalah rekam jejak korban erupsi Merapi,” saya berkata dalam hati.

Kerangka kendaraan dan tulang belulang kerbau yang kami temui di area depan adalah sisa-sisa kepemilikan warga sekitar yang terpaksa hangus oleh lahar Gunung Merapi. Motor tua itu dahulu digunakan untuk mobilisasi warga.

Sementara kerbau-kerbau itu dahulu bekerja keras membajak sawah di sekitar sana. Malangnya, hewan tak berdosa itu ditemukan terbujur kaku dengan keempat kaki menghadap langit saat proses evakuasi pasca bencana dilakukan.

Memasuki ruangan utama museum, kami disambut dengan bingkai berisi dokumentasi memilukan dari proses evakuasi korban erupsi Gunung Merapi 2010. Terlihat juga potret Gunung Merapi dengan angkuh mengenduskan wedhus gembel ke atas langit.

Di tembok-tembok rapuh itu, juga tergantung cuplikan tulisan para jurnalis dan fotografer yang mengabadikan momen memilukan itu. Salah satu fotografi menampilkan asap yang membumbung tinggi dari Merapi di bawah langit biru, berjudul Kisah Panjang Sang Candrageni.

Tidak hanya itu, tertangkap pula momen menyayat hati ketika para petugas siaga bencana berusaha sekuat tenaga mengevakuasi korban. Terdapat sebuah foto yang menangkap momen penyelamatan seorang nenek dari timbunan puing-puing rumahnya.

Wajahnya pucat pasi tertutup abu, dengan rambutnya yang telah kering dan rapuh.
Berjalan lebih dalam ke ruangan utama, lantai mulai dipenuhi dengan pasir pekat.

Di ujung ruangan, sisa abu vulkanik tertimbun bersama batuan kecil, memberi bukti sisa amukan Gunung Merapi yang masih terasa pedih hingga saat ini.

Seisi ruangan dipenuhi oleh meja-meja besi dan kayu serta sisa pilar bangunan yang masih berdiri kokoh dengan sisa tenaganya. Cangkir, piring, sendok, garpu, dan alat masakan tersimpan diam di atasnya.

Alat-alat elektronik hingga sekumpulan uang koin setengah terbakar turut bergabung menjadi saksi amarah Gunung Merapi 15 tahun lalu.

Pada salah satu sisi dinding, kita dapat melihat bukti ketika waktu terhenti sesaat setelah lahar panas menghampiri. Sebuah jam dinding berbentuk kotak dengan angka romawi mengitari tepiannya bertengger layu dengan kenampakan yang hampir terbakar sempurna.

Disebutkan bahwa tepat pada pukul 12.05 WIB di tanggal 5 November 2010. Erupsi Gunung Merapi mencapai puncaknya pada saat itu. Waktu terhenti seakan menetapkan penanda bahwa saat itulah Merapi berusaha terlahir kembali.

Berdasarkan Data Pusdalops Badan Nasional, letusan Gunung Merapi telah mengakibatkan 277 korban jiwa dari wilayah Daerah Istimewa dan 109 korban jiwa dari daerah Jawa Tengah.

Tidak dapat dibayangkan murka Merapi mencapai wilayah-wilayah lain di luar . Beberapa daerah di pinggiran Jawa Tengah seperti Magelang, Boyolali, dan Klaten turut merasakan akibatnya.

Setidaknya selama satu jam atau lebih kami menyambangi memori kelam tak terlupakan para korban erupsi Gunung Merapi di dalam museum. Rumah sederhana yang kini runtuh sebagian itu menaungi barang-barang kecil sisa kepemilikan tuannya yang malang.

Keluar dari area utama, kami beralih kembali ke pintu utama tempat kami tadi masuk. Potret-potret memilukan bercampur emosi masih membekas dalam benak kami.

Sebagai keluarga yang sempat menyaksikan keganasan Gunung Merapi pada tahun 2010, bukan hal baru bagi kami untuk mendengar cerita haru penyelamatan korban bencana tersebut.

Namun, memori-memori kecil ini seolah mencolek kembali hati kami yang telah lama damai. Sejenak teringat bagaimana mengerikannya melihat dedaunan tertutup abu tipis.

Udara sejuk menyapu kulit kami setelah menjelajahi kenangan-kenangan kecil di dalam museum. Birunya langit sedikit memudar, dengan awan-awan tebal mulai merayapi tepi langit.

Kami kembali ke mobil Jeep masing-masing, bau mesin menyerbak dari kursi belakang menandakan mobil siap berkelana kembali. Perjalanan menuju destinasi selanjutnya terasa lebih lama.

Waktu terasa berhenti sejenak sejak kami melangkah ke pintu masuk museum. Pikiran terus jatuh pada simpati dan iba yang menyelimuti korban letusan Gunung Merapi 2010 silam.

Sisa-sisa kegiatan rumah tangga yang duduk diam di Museum Mini Sisa Hartaku seolah menjadi satu-satunya saksi bisu paling berisik, membawa bukti kehidupan paling realistis dari siapapun pemiliknya.

Terpintas dalam kepala tentang arti ‘merasakan penderitaan orang lain’ yang sesungguhnya. Hal-hal sederhana seperti ini justru membuat kita lebih terhubung dengan mereka yang menghadapi kemalangan, seolah hal yang sama mungkin juga akan terjadi pada hal-hal yang kita punya. Baik itu harta benda, maupun jiwa raga.

Bencana alam memang bukan hal yang bisa kita kendalikan, tiada satupun yang mengharapkan kehadirannya. Namun, Museum Mini Sisa Hartaku mengingatkan kita bahwa sesederhana apapun kehidupan yang kita jalani, itulah kehidupan terbaik yang pernah kita miliki.

Hampir setahun telah berlalu sejak kami berkunjung ke Museum Mini Sisa Hartaku. Saat ini, Ramadan telah menyapa kita kembali. Platform penjual tiket transportasi telah kebanjiran pelanggan bahkan di awal Ramadan ini.

Sebelum rencana libur Lebaran pupus, tidak ada salahnya menyelipkan destinasi ini ke dalam daftar wisata Anda. Jalur yang ditempuh sebanding dengan rasa penasaran yang memuncak, dijamin Anda tidak akan kecewa.

Halwa Khairani
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media IPB University

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here