Tuesday, 18 March 2025
HomeViralPengaruh Drama Korea terhadap Tren Komunikasi Media Sosial dan Identitas Nasional

Pengaruh Drama Korea terhadap Tren Komunikasi Media Sosial dan Identitas Nasional

Bogordaily.netPerkembangan teknologi informasi mendorong dunia ke dalam komunikasi yang dapat dilakukan dengan mudah secara global, mengakibatkan cepatnya arus persebaran informasi antarbenua. Teknologi informasi dan komunikasi menjadi sangat cepat terlebih lagi dengan ditambah adanya internet sehingga mengalami banyak perubahan seperti munculnya media-media sosial yang mempermudah manusia untuk mengakses segala informasi dan konten secara tidak terbatas (Nurhaliza S, Anjani F, Sijabat R, 2025). Kini, media sosial tidak lagi hanya digunakan untuk media dalam berkomunikasi, namun juga mencari hiburan dan memenuhi kebutuhan preferensi.

Timbulnya berbagai trend terbaru yang diinformasikan secara cepat melalui media sosial menimbulkan terjadinya ketakutan jika ketinggalan terhadap suatu trend atau informasi yang sedang tren atau disebut juga dengan istilah Fear of Missing Out (FoMO) (Nurhaliza S, Anjani F, Sijabat R, 2025).

Istilah FoMO ini pun berhubungan dengan meningkatnya penggunaan media sosial untuk mendapatkan hiburan, salah satunya seperti Drama Korea yang biasa disebut dengan Drakor. Hal ini juga didukung oleh maraknya penggunaan media sosial seperti Instagram, X, YouTube, dan TikTok yang memudahkan para penggunanya untuk mendapatkan informasi terbaru dan terkini mengenai Drakor.

Banyak orang yang senang sekali ketika berselancar di antara konten-konten yang berhubungan dengan Drakor, entah itu kabar dari aktor atau aktris favoritnya, judul Drakor terbaru, cuplikan yang menggoda untuk ditonton, hingga Drakor yang viral karena ceritanya yang seru dan menarik.

Semua informasi mengenai hal tersebut bahkan tersebar secara global, sehingga sebagian orang akan merasa tertinggal jika tidak mengikuti perkembangannya.

Drakor Membentuk Tren Komunikasi Baru Di Media Sosial.

Awalnya, budaya “nonton Drakor” ini terasa asing dan janggal di antara masyarakat Indonesia. Bahkan ketika pertama kali seseorang menonton cuplikan Drakor, Ia pasti akan merasa asing dengan bahasa yang digunakan oleh aktor dan aktris dalam Drakor tersebut.

Sebagian lagi bahkan tidak lanjut menonton karena merasa aneh ketika mendengar bahasa yang bukan bahasanya. Namun, berkat teknologi informasi yang semakin berkembang, Drakor akhirnya menjadi konsumsi hiburan yang lumrah bagi masyarakat Indonesia.

Ketika suatu hal telah dikonsumsi secara luas oleh publik maka secara tidak langsung perlahan hal tersebut akan semakin familiar dan menjadi hal biasa yang dilihat oleh masyarakat (Pristalisa E.M, 2022). Kini, Drakor bahkan telah membentuk atau menciptakan tren komunikasi baru di media sosial.

Penggemar Drakor yang telah menonton lebih dari 5 atau 10 drama Korea pasti sudah mulai terbiasa dengan bahasa Korea. Seiring berjalannya waktu, mereka seringkali menjadi familiar dengan berbagai frasa atau kata-kata dalam bahasa tersebut.

Tak jarang, kebiasaan ini berlanjut hingga mereka mulai mengucapkan atau bahkan mengetikkan frasa-frasa dalam bahasa Korea yang mereka pelajari. Bahkan, kebiasaan ini pun semakin terbawa ketika mereka bermedia sosial, di mana frasa atau kalimat dalam bahasa Korea sering kali muncul di status, komentar, atau percakapan online mereka.

Tentu saja, hal ini menciptakan sebuah fenomena unik, di mana penggemar Drakor tak hanya menikmati cerita dalam drama, tetapi juga meresapinya dalam kehidupan sehari-hari mereka melalui bahasa yang digunakan. Kata-kata seperti “Annyeong”, “Kamsahamnida”, atau “Mianhae” pun kini juga menjadi familiar di berbagai kalangan di media sosial.

Selain itu, interaksi digital di kalangan penggemar Drakor juga dipengaruhi oleh gaya komunikasi yang lebih formal dan sopan, yang sering muncul dalam hubungan antara karakter dalam drama.

Dalam percakapan sehari-hari, penggemar yang terpapar dengan Drakor mulai terbiasa dengan penggunaan bahasa yang lebih halus atau penuh penghormatan, seperti menambahkan kata-kata seperti nim setelah nama seseorang sebagai bentuk penghormatan.

Hal ini kemudian diterjemahkan ke dalam interaksi digital mereka, di mana para penggemar menggunakan frasa yang lebih formal atau penuh penghormatan dalam berkomunikasi, meskipun dengan teman sebaya.

Tak hanya bahasa, penggemar Drakor juga sering kali menirukan berbagai gestur atau ekspresi yang mereka lihat dalam drama Korea. Salah satu contoh yang paling populer adalah finger heart, yaitu gerakan tangan dengan jari yang membentuk hati, yang melambangkan cinta atau kasih sayang.

Gerakan ini sering kali muncul dalam adegan-adegan romantis di Drakor, sehingga menjadi ikonik dan mudah dikenali oleh penggemarnya. Tak hanya sebatas gerakan fisik, finger heart kini telah berkembang menjadi sebuah simbol universal yang banyak digunakan, bahkan di luar konteks Drakor sekalipun.

Kini, finger heart sudah menjadi emoticon atau simbol yang tersedia di berbagai platform media sosial, seperti Instagram, Twitter, dan WhatsApp. Penggemar Drakor tak jarang menggunakannya dalam status, foto, atau komentar untuk menyampaikan perasaan mereka, terutama cinta atau dukungan, dengan cara yang lebih lucu dan penuh arti.

Bahkan, fenomena ini melampaui batasan budaya Korea dan mulai dikenal di seluruh dunia, menjadi bagian dari tren global yang menghubungkan penggemar Drakor dengan cara yang sangat unik dan khas.

Mendunianya per-Drakor-an ini, kemudian menimbulkan beberapa keresahan, apakah hal tersebut akan mendatangkan hal baik atau malah menimbulkan ancaman bagi identitas bangsa kita?

Pengaruh Drakor bagi Bahasa dan Budaya

 Pengaruh Drakor dalam penggunaan bahasa Korea di kalangan penggemar Indonesia membawa dampak yang cukup signifikan, tidak hanya dalam hal pemahaman bahasa, tetapi juga dalam peningkatan kreativitas dan interaksi antarbudaya.

Bagi banyak penggemar, Drakor bukan sekadar hiburan, tetapi juga inspirasi untuk membuat konten yang kreatif di media sosial. Berangkat dari minatnya pada Drakor, hingga mampu membuat konten yang menarik dan relate dengan penggemar lainnya.

Penggunaan bahasa Korea yang semakin meluas di kalangan penggemar Drakor juga membuka peluang untuk terjadinya interaksi global antar penggemar dari berbagai negara. Penggemar Drakor dari Indonesia, misalnya, mulai merasa lebih terhubung dengan penggemar dari Korea, Jepang, atau negara lain yang memiliki minat serupa.

Mereka dapat saling berbagi pengalaman, berdiskusi tentang episode terbaru, atau bahkan berinteraksi dalam bahasa Korea, meskipun dengan kemampuan bahasa yang masih terbatas. Dalam hal ini, Drakor tidak hanya menjadi sebuah hiburan, tetapi juga jembatan yang mempererat hubungan antarbudaya dan meningkatkan kesadaran global tentang keberagaman bahasa dan tradisi.

Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa Drakor juga membawa pengaruh buruk. Beberapa penggemar mungkin terlalu terobsesi dengan cerita atau karakter dalam drama Korea, sehingga mengabaikan kehidupan nyata mereka.

Hal ini bisa menyebabkan kecanduan menonton, mengganggu produktivitas sehari-hari, atau bahkan membuat mereka tidak realistis dalam menghadapi hubungan sosial.

Selain itu, ada juga yang terpengaruh oleh standar kecantikan atau gaya hidup yang digambarkan dalam Drakor, yang terkadang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga bisa memicu perasaan kurang percaya diri atau tekanan sosial.

Di sisi lain, kecintaan yang berlebihan terhadap Drakor dapat menjadi ancaman bagi identitas budaya bangsa. Ketika penggemar terlalu mengagumi budaya Korea, ada kecenderungan untuk mengabaikan dan meremehkan budaya Indonesia sendiri.

Fenomena ini dapat mempengaruhi cara berpikir generasi muda yang mulai lebih menghargai budaya luar daripada budaya lokal mereka. Di kalangan fans yang fanatik, hal ini bahkan bisa menumbuhkan rasa superioritas terhadap budaya Korea dan meremehkan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia.

Jika tidak disikapi dengan bijak, pengaruh Drakor bisa menimbulkan ketidakseimbangan dalam menjaga keberagaman budaya dan identitas bangsa.

Dalam hal bahasa Drakor juga membawa pengaruh buruk. Hal itu dapat terlihat dari adopsi kata-kata kasar atau tidak sopan yang digunakan dalam drama Korea. Beberapa penggemar, khususnya yang menonton Drakor dengan intensitas tinggi, mungkin tanpa sadar mulai meniru kata-kata tersebut dalam percakapan sehari-hari. Kata-kata seperti shibbal (지발) yang memiliki arti kasar atau menghina, serta sekkiya (새끼야) yang sering digunakan sebagai penghinaan, bisa menjadi lebih sering terdengar di kalangan penggemar.

Penting untuk diingat bahwa, meskipun kata-kata ini memiliki konteks tertentu dalam budaya Korea, penggunaannya yang berlebihan atau sembarangan dapat merusak norma sosial di Indonesia, di mana nilai kesopanan dan tata krama dalam berbicara sangat dijunjung tinggi.

Penggemar Drakor perlu lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih kata-kata yang akan mereka gunakan, agar tidak terjebak dalam kebiasaan berbahasa yang tidak sesuai dengan budaya lokal dan tetap menjaga etika komunikasi yang baik.

Menjaga Identitas Budaya di Tengah Tren Drakor

Fenomena Drakor membawa dampak positif seperti memperluas wawasan budaya dan membuka kesempatan untuk interaksi global. Namun, jika tidak hati-hati, pengaruh budaya Korea bisa mengancam identitas budaya Indonesia, terutama dalam hal bahasa dan gaya komunikasi.

Penggemar yang terpapar budaya Korea mungkin mulai lebih menghargai budaya luar daripada budaya lokal. Untuk tetap menikmati tren ini tanpa kehilangan identitas, kita perlu menjaga keseimbangan dengan tetap menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, sambil tetap mengapresiasi budaya Korea. Dengan cara ini, kita bisa merayakan keberagaman budaya tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri.

Vinda Ramadhani,                                                                                           Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here