Oleh Meutia Zahra Mahasiswi Komunikasi Digital dan Media SV IPB University
Kali ini, kasus penganiayaan datang dari dunia kedokteran. Kejadian ini menimpa seorang dokter koas, Muhammad Luthfi Hadhyan oleh supir pribadi keluarga Lady rekan dokter koas. Mulanya kejadian ini dipicu oleh ketidaksukaan Lady, atas jadwal piket yang ia dapat pada libur Panjang Natal dan tahun baru sehingga berujung protes kepada Luthfi, Ketua Tim Dokter Koas di RS Siti Fatimah Palembang. Masalah ini sampai ke telinga ibu Lady, Sri Meilina yang kemudian mengundang Luthfi untuk bertemu di sebuah kafe di Jalan Demang Lebar Daun, Palembang, pada 13 Desember 2024.
KODEKI
Setiap dokter harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sumpah dokternya saat dokter dilantik. Pengambilan sumpah dokter saat ini sangatlah penting karena ketika ia berikrar dalam mengamalkan profesinya, maka ia akan selalu mendasarinya dengan kesanggupan yang telah diucapkan sebagai sumpah. Sumpah dokter telah di akui oleh Indonesia dalam PP No. 26 Tahun 1960. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) merupakan kesepakatan dokter Indonesia bagi pedoman pelaksanaan profesi dokter. Kode Etik Kedokteran Indonesia didasarkan pada asas-asas hidup bermasyarakat, yaitu Pancasila yang telah diakui Bangsa Indonesia sebagai falsafah hidup bangsa.
Setiap dokter memiliki kewajiban terhadap teman sejawatnya dengan memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Hal tersebut tertulis jelas dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Etik kedokteran mewajibkan setiap dokter menjaga hubungan baik dengan rekan sejawatnya sesuai dengan salah satu makna dari lafal sumpah dokter. Sebagaimana tertera dalam Etik Kedokteran, hubungan antara rekan sejawat dapat memburuk bukan karena perbedaan pendapat mengenai cara penanganan pasien, perselisihan, mengenai rekan sejawat yang cuti, sakit, dan sebagainya. Persoalan tersebut hendaknya diselesaikan melalui musyawarah antar rekan sejawat.
PERSETERUAN KORBAN DENGAN TERSANGKA
Kasus tersebut berawal dari Luthfi yang Menyusun jadwal jaga, kemudian mendapat protes dari Lady yang menganggap tidak adil. Setelah itu Luthfi telah mengurangi jadwal jaganya, Lady pun masih tidak terima. Luthfi mengatakan kepada Lady “yaudah atur sendirn aja, tuker-tukeran sama temennya, biar sesuai”. Kenyataannya dalam pengaturan jadwal jaga selama praktik, berdasarkan hasil musyawarah mahasiswa profesi dokter yang telah disetujui dan ditandatangani oleh chief dan diserahkan kepada koordinator pendidikan mahasiswa profesi dokter. Namun, setelah mendapatkan balasan seperti itu, lady tidak terima dan bercerita kepada sang ibu.
Ibunya pun mengundang Luthfi untuk bertemu di salah satu kafe di Palembang. Ibu Lady datang bersama supir tersangka dan bertujuan berkomunikasi dengan korban untuk mengatur ulang jadwal di malam tahun baru. Luthfi tidak menanggapi permintaan tersebut, sehingga tersangka dibuat geram dan terjadi tindak kekerasan. Akibat insiden tersebut, korban mengalami luka memar di bagian wajah, sebelah matanya memerah. Setelah insiden tersebut korban dirawat di RS Bhayangkara Palembang. Tindakan kekerasan tersebut tidak hanya merugikan korban secara fisik dan mental, tetapi juga menciptakan susasana kerja yang tidak aman dan nyaman bagi semuua tenaga medis.
EPRESENTASI KODEKI DALAM LINGKUNGAN KERJA
Dalam kasus tindakan kekerasan melibatkan Luthfi oleh DK supir keluarga Lady, tersangka kasus tersebut merupakan salah satu tindak pelanggaran KODEKI yang menekankan memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan dengan saling menghormati, empati sesame rekan sejawat. Secara konsep pendidikan kedokteran, dokter koas sudah seharusnya menjadi teladan bagi rekan lainnya dan pasien. Namun, dengan adanya insiden tersebut menunjukkan bahwa ada ketidakpuasaan antar sesame rekan terkait sistem penjadwalan tugas yang mungkin tidak adil.
Pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sriiwijaya prihatin terhadap insiden yang menimpa salah satu peserta didiknya dan langsung melakukan rapat koordinasi dengan pihak kampus. Intitusi pendidikan seharusnya memberikan pendidikan etika yang mendalam kepada mahasiswa kedokteran demi menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi terbuka antara mahasiswa dengan pengajar. Kasus ini menekankan pentingnya membangun lingkungan kerja yang sehat di rumah sakit serta institusi pendidikan kedokteran. Tindakan kekerasan tidak dapat dianggap sebagai solusi untuk konflik. Semua pihak harus menyelesaikan konflik secara professional dan tidak ada keikutsertaan pihak eksternal dalam proses penyelesaian konflik.
KESIMPULAN
Insiden tersebut menjadi peringatan etika dalam dunia medis yang tidak serta merta tentang mengikuti aturan, tetapi juga tentang membangun hubungan yang saling menghormati dan menghargai antar sesama rekan medis. Hal ini menunjukan bahwa perlunya perbaikan sistem pendidikan kedokteran dan budaya kerja di rumah sakit. Masyarakat juga ikut andil dalam upaya mendukung hal tersebut dengan memberikan perhatian lebih terhadap kesejahteraan tenaga medis.***