Bogordaily.net – Jadi, ceritanya aku dan keluargaku itu benar-benar suka banget road trip. Kami sudah menjelajahi berbagai kota, dari Pulau Sumatera hingga ke Pulau Jawa, menikmati perjalanan panjang, melihat pemandangan baru, dan mencicipi kuliner khas di setiap daerah yang kami singgahi. Setiap perjalanan selalu punya cerita seru dan pengalaman yang nggak terlupakan.
Biasanya, kami melakukan perjalanan ini saat liburan sekolah atau libur panjang, supaya semua anggota keluarga bisa ikut tanpa terburu-buru oleh aktivitas atau pekerjaan. Karena dengan begitu, kami bisa menikmati setiap momen bersama dengan lebih santai dan leluasa.
Nah, dua tahun yang lalu, akhirnya kami sepakat untuk road trip ke Bali! Rasanya super excited dong , karena siapa sih yang nggak pengen ke Bali? Pulau yang selalu jadi ikon wisata Indonesia, terkenal sampai ke luar negeri. Bayanganku sih bakal seru banget mulai dari main di pantai, budaya, dan pastinya, wisata kuliner. Pokoknya, ekspektasiku tinggi banget buat trip kali ini!
Sempat kepikiran, kenapa nggak naik pesawat aja biar waktu liburan bisa lebih banyak dihabiskan di Bali daripada di perjalanan? Tapi ayah, sebagai orang yang paling suka road trip, punya pandangan lain.
Buat ayah, perjalanan itu bukan sekadar berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tapi bagian dari petualangan itu sendiri. Dia selalu menikmati setiap momen di jalan, apalagi kalau bisa menunjukkan hal-hal menarik atau unik yang kami temui sepanjang perjalanan. Selain itu, ayah juga ingin memastikan kami tetap bisa quality time bareng keluarga.
Menurutnya kalau naik mobil, kami jadi punya lebih banyak waktu buat ngobrol dan berbagi cerita satu sama lain. Soalnya kalau di perjalanan cuma main HP terus, pasti bakal cepat bosan dan malah jadi nggak seru.
Makanya, di setiap road trip, kami selalu punya sesi ngobrol santai, bercanda, bahkan nostalgia tentang perjalanan-perjalanan sebelumnya. Hal-hal kayak gini yang bikin kami semakin dekat sebagai keluarga, dan pada akhirnya aku sadar kalau keputusan ayah buat road trip ke Bali memang pilihan yang tepat!
Namun ternyata, ekspektasi nggak selalu sesuai realita. Biasanya, kalau jalan-jalan, kulineran itu wajib banget. Cobain makanan khas, jajan di tempat-tempat unik, pokoknya eksplorasi rasa deh Tapi kali ini agak beda.
Ayahku yang pernah ke Bali sebelumnya punya pengalaman kurang menyenangkan dulu, dia pernah nggak sengaja makan makanan yang ternyata mengandung babi yang dalam keyakinan kami umat islam hal itu termasuk makanan yang tidak boleh dikonsumsi atau haram. Pengalaman tersebut membuat ayah semakin waspada saat kami kembali ke sana, Karena itu, selama di Bali, kami pun harus ekstra selektif dalam menentukan tempat makan.
Bali tetaplah Bali, dengan segala keindahannya. Pantai yang memesona, pura yang megah, dan penduduk yang ramah, semuanya bikin suasana jadi berkesan. Tapi di balik itu, tantangan mencari makanan yang sesuai dengan preferensi keluarga ternyata jadi petualangan tersendiri.
Mencari makanan halal di Bali sebenernya bukan hal yang mustahil, tapi karena kami sekeluarga agak “parno,” jadinya ribet sendiri. Kadang kami sampai berdiskusi panjang sebelum akhirnya berani memesan makanan.
Misalnya, waktu lihat rumah makan yang jual sate lilit, meskipun tertulis “sate lilit ayam,” tetap aja ada perasaan ragu, “Ini beneran ayam, kan?” Hehe, lebay sih, tapi ya begitulah.
Akhirnya, strategi kami adalah cari makanan yang udah pasti-pasti aja. Minimarket jadi sahabat terbaik. Indomaret dan Alfamart selalu ready buat menyelamatkan perut dengan snack, roti, dan minuman kemasan.
Pilihan lain? Fast food ada kok Bahkan, pertama kalinya aku nyobain Gacoan itu ya di Bali! Saking udah bingung mau makan apa lagi, kami akhirnya masuk ke restoran cepat saji yang jelas-jelas aman.
Setiap hari, kami selalu buka sosial media dan Google Maps buat cari tempat makan halal yang recommended. Kadang ketemu, kadang masih ragu. Terus, kalau udah yakin mau makan di suatu tempat, proses meyakinkan diri pun dimulai tanya dulu ke pelayan, minta kepastian berkali-kali, sampai akhirnya bisa makan dengan tenang.
Pernah juga suatu malam, kami muter-muter nyari tempat makan karena udah bosen sama fast food. Setelah beberapa kali nyasar dan hampir menyerah, akhirnya ketemu satu rumah makan bernama Ongan Sari di daerah Kesiman Petilan, Denpasar.
Awalnya, tempat ini keliatan sepi, tapi di parkiran banyak mobil plat Jakarta. Feeling kami bilang, “Ini pasti tempatnya enak!” Benar aja dong Begitu masuk, tempatnya luas banget, ada taman dan area bermain.
Makanannya? Super enak, menu favorit kami waktu itu adalah ayam betutu dan nasi campur khas Bali yang sudah dipastikan halal. Kami langsung nyesel, “Kenapa baru nemu tempat ini di hari terakhir?!” Sejak saat itu, kami sepakat kalau nanti ke Bali lagi, Ongan Sari bakal jadi destinasi wajib buat makan.
Dari perjalanan ini, aku belajar satu hal penting: sebelum traveling, wajib banget riset soal kuliner. Kalau punya preferensi khusus dalam makanan, cari tahu dulu tempat-tempat yang recommended biar nggak bingung di lokasi.
Tapi meskipun ada sedikit drama soal makanan, perjalanan ke Bali tetap jadi salah satu pengalaman terbaik dalam hidupku. Bali tetap punya daya pikat tersendiri dengan keindahannya, dan aku sudah nggak sabar untuk berkunjung lagi kesana suatu hari nanti!***
Mezayya Puspita Maharani