Wednesday, 19 March 2025
HomeTravellingSetahun Menjadi Musafir: Perjalanan Darat Melintasi Sumatera

Setahun Menjadi Musafir: Perjalanan Darat Melintasi Sumatera

Bogordaily.net – Menetap di Bogor selama satu tahun untuk kuliah membuat rinduku akan kota kelahiran semakin membuncah. Akhirnya, menjelang pergantian tahun, aku dan keluargaku memutuskan untuk melakukan perjalanan darat menuju tanah kelahiranku, Pekanbaru. Perjalanan ini bukan sekadar pulang kampung, tetapi sebuah petualangan yang membawa banyak cerita dan nostalgia.

Memulai Perjalanan: Bogor ke Bengkulu

Pada tanggal 23 Desember 2024, kami meninggalkan hiruk-pikuk Bogor dengan mobil keluarga, memulai perjalanan panjang menuju Sumatera. Jalanan lengang pagi itu, udara Bogor yang sejuk seakan memberi restu bagi perjalanan kami. Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya kami tiba di Pelabuhan Merak untuk menyeberang ke Pulau Sumatera. Saat kapal perlahan meninggalkan dermaga, aku berdiri di dek kapal, melihat pulau Jawa semakin menjauh. Rasanya seperti membuka lembaran baru dalam hidup, meski ini hanyalah perjalanan sementara.

Selama empat jam di kapal, aku menghabiskan waktu dengan mengamati lautan yang luas, sesekali melihat burung camar yang terbang rendah mencari makan. Angin laut yang berembus kencang menerpa wajahku, membawa aroma asin khas laut yang selalu mengingatkanku pada perjalanan masa kecil bersama keluarga. Suasana di kapal cukup ramai, para penumpang duduk berkelompok, beberapa tidur beralaskan jaket, sementara lainnya mengobrol santai atau menikmati pemandangan laut.

Tiba di Pelabuhan Bakauheni, perjalanan darat berlanjut melewati Lampung dan terus menuju Bengkulu. Medan jalan yang berliku dengan pemandangan hijau yang membentang di kanan-kiri menjadi teman perjalanan kami. Tidak hanya melewati jalanan berbukit, Provinsi Bengkulu menyambut kami dengan suasana Bahari. Kami melewati jalanan yang sunyi, sesekali bertemu dengan kendaraan lain yang melintas di malam hari. Rasa kantuk mulai menyerang, tetapi kami terus melaju dengan semangat yang tak surut. Perjalanan ini mengajarkan satu hal penting bahwa perjalanan darat bukan hanya soal mencapai tujuan, tetapi juga menikmati setiap momen di sepanjang perjalanan.

Dua hari perjalanan darat terasa melelahkan, tetapi ketika tiba di Bengkulu, rasa letih itu langsung tergantikan dengan kehangatan keluarga. Kami menghabiskan satu hari di kota ini, bersenda gurau dengan sanak saudara yang sudah lama tidak ditemui. Aku berjalan menyusuri jalanan di sekitar rumah keluarga, mengingat masa kecil ketika berkunjung ke sini. Seteguk kopi Bengkulu dan udara pantai yang segar membuat perjalanan ini semakin berkesan. Malam harinya, kami duduk bersama di teras rumah sambil menyantap hidangan seafood segar khas Bengkulu. Perjalanan ini mengingatkanku betapa berharganya momen bersama keluarga.

Destinasi Utama: Pekanbaru dan Nostalgia Masa Kecil

Tanggal 26 Desember, perjalanan dilanjutkan menuju Pekanbaru, kota kelahiranku. Rute yang ditempuh kali ini lebih panjang, sekitar 20 jam perjalanan darat. Jalanan Sumatera yang terkenal dengan truk-truk besar dan tikungan tajam menjadi tantangan tersendiri, tetapi keseruan perjalanan bersama keluarga membuat semuanya terasa lebih ringan. Kami melewati berbagai kota kecil yang asing namun menarik untuk diamati dari balik jendela mobil.

Saat roda mobil berhenti di depan rumah Tanteku di Pekanbaru pada tanggal 27 Desember, dadaku terasa penuh oleh nostalgia. Kembali bertemu oleh sepupuku yang sudah satu tahun lamanya tidak bertemu. Malam itu terasa jauh lebih hangat dari malam-malam sebelumnya. Bertambah hangat ketika aku kembali ke kedai soto kaki lima favoritku. Aroma kuah soto yang mengepul membawa ingatanku pada masa kecil, ketika Bapak sering membawaku ke sini dulu. Rasa kuahnya masih sama, menghangatkan tubuh dan hati di malam yang sejuk.

Selama lima hari di Pekanbaru, aku kembali mengunjungi tempat-tempat yang dulu begitu akrab. Mal SKA, mal legendaris yang dulu menjadi tempat bermain favorit, masih berdiri kokoh dengan hiruk-pikuk pengunjung. Aku juga menyusuri jalan-jalan yang pernah menjadi bagian dari keseharianku, melihat rumah-rumah lama yang kini telah banyak berubah. Di tepi Jalan Sudirman, aku sempat berdiri hanya untuk mengamati kendaraan yang lalu lalang dengan kecepatan tinggi. Benakku berucap, “Kota ini sudah jauh lebih berkembang dibanding 15 tahun lalu aku di sini.”

Tak lupa, aku bertemu dengan teman-teman lama. Kami duduk di sebuah kafe kecil, tertawa mengingat masa kecil yang penuh kenangan. Rasanya, waktu seakan berhenti sejenak saat bersama mereka. Lima hari di Pekanbaru terasa sangat singkat, tetapi setiap detiknya dipenuhi dengan kebahagiaan.

Menyambut Tahun Baru di Perjalanan: Menuju Palembang

Setelah lima hari yang penuh kenangan, tibalah saatnya melanjutkan perjalanan ke Palembang pada tanggal 31 Desember. Mobil kembali melaju di jalan lintas Sumatera, dan kali ini, perjalanan terasa lebih panjang karena diiringi perasaan berat meninggalkan Pekanbaru. Aku berusaha menikmati perjalanan, meskipun bayangan kota kelahiranku masih membekas di pikiran.

Menariknya, aku menyambut pergantian tahun di dalam perjalanan. Tepat tengah malam, kami masih berada di jalan, di antara perbukitan dan jalanan gelap dengan sesekali cahaya lampu kendaraan lain menjadi teman. Malam itu kami memutuskan untuk beristirahat, di salah satu area peristirahatan di jalan lintas Sumatera. Aku bercanda dengan keluargaku, “Tahun baru kita rayakan di jalanan lintas Sumatera!” Tertawa kecil, kami merayakan tahun baru dalam kesederhanaan, di dalam mobil yang telah menjadi rumah kedua selama perjalanan ini.

Pukul 9 pagi, 1 Januari 2025, kami tiba di Palembang. Tanpa berpikir panjang, sarapan pertama di tahun baru adalah pempek dan kuliner khas Palembang lainnya, seperti otak-otak bakar, tekwan, dan model. Rasanya semakin nikmat setelah perjalanan panjang. Setelah kenyang, kami menyempatkan diri mengunjungi ikon Kota Palembang, Jembatan Ampera, yang gagah membentang di atas Sungai Musi. Kami menghabiskan beberapa jam di kota ini, menikmati suasana khas Palembang yang tenang namun tetap hidup.

Namun, waktu kami di Palembang tidaklah lama. Setelah setengah hari berkeliling, kami kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Bogor.

Etape Terakhir: Pulang ke Bogor

Perjalanan Palembang ke Lampung kini lebih cepat berkat jalan tol yang telah dibangun. Kami melaju dengan lebih nyaman, menikmati pemandangan yang terhampar luas di sepanjang perjalanan. Setelah beberapa jam berkendara, kami tiba di Pelabuhan Bakauheni pada malam hari dan bersiap menyeberang kembali ke Pulau Jawa.

Angin laut malam yang berhembus di dek kapal memberikan kesan tenang, menutup perjalanan panjang kami di Pulau Sumatera. Aku duduk di tepi kapal, menatap lautan yang gelap namun menenangkan. Empat jam di atas laut memberi waktu untuk merenung, tentang perjalanan yang telah kulalui dan pengalaman yang kudapatkan.

Ketika kapal akhirnya merapat di Pelabuhan Merak, rasanya seperti kembali ke realitas. Tiga jam perjalanan darat dari Pelabuhan Merak akhirnya membawa kami kembali ke Bogor. Ketika mobil berhenti di depan rumah pada dini hari, ada rasa lega sekaligus haru. Perjalanan ini telah memberi banyak kenangan baru, mempertemukan kembali dengan masa lalu, dan membuatku semakin menghargai waktu bersama keluarga.

Setahun menjadi musafir dalam perjalanan ini mengajarkanku satu hal: perjalanan darat tidak seburuk yang dibayangkan. Justru di setiap tikungan jalan, di setiap kota yang disinggahi, ada cerita yang menunggu untuk ditemukan. Aku menutup perjalanan ini dengan senyuman, membawa serta kenangan yang akan selalu kusimpan dalam hati.***

 

Salsabila Maharani, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, SV IPB

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here