Friday, 9 May 2025
HomeBeritaBu Nisa: Dari Keraguan hingga Menginspirasi di Dunia Pendidikan

Bu Nisa: Dari Keraguan hingga Menginspirasi di Dunia Pendidikan

Bogordaily.net – Dalam dunia pendidikan, terdapat sosok-sosok yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi, membimbing, dan menjadi teladan bagi mahasiswanya. Salah satunya adalah Lathifunnisa Fathonah, seorang dosen di Program Studi Teknologi Rekayasa Komputer, Sekolah Vokasi IPB University. Perjalanan hidupnya adalah bukti nyata bahwa ketekunan, kerja keras, serta keberanian menghadapi tantangan adalah kunci menuju kesuksesan.

Awal Kehidupan dan Pendidikan

Lahir di Bandung pada 6 Maret 1993, Lathifunnisa—atau yang akrab disapa Bu Nisa—menghabiskan masa kecil dan pendidikannya di Kota Kembang. Terlahir dalam keluarga pendidik, ia tumbuh dalam lingkungan yang menanamkan nilai pentingnya ilmu sejak dini. Ibunya seorang guru, dan banyak anggota keluarganya yang berkecimpung di dunia pendidikan.

Dorongan serta arahan orang tua menjadi faktor utama dalam menentukan jalan hidupnya, terutama karena akses informasi di masanya belum semudah saat ini. Dengan dukungan keluarga, Bu Nisa melanjutkan pendidikan di Politeknik Negeri Bandung untuk jenjang D4, sebelum akhirnya meneruskan studi S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan fokus pada Cybersecurity.

Tantangan Akademik dan Tekad Kuat

Perjalanan akademiknya tidak selalu mulus. Saat pertama kali masuk jurusan teknik elektronik, ia sempat merasa kurang cocok dan hampir menyerah. Matematika masih dapat ia kuasai, tetapi fisika menjadi tantangan besar baginya. Ia bahkan sempat mempertimbangkan untuk pindah jurusan. Namun, atas saran orang tua, ia mencoba bertahan satu semester lagi. Keputusan ini terbukti menjadi titik balik dalam hidupnya—dengan tekad yang kuat, ia akhirnya menemukan ketertarikan dalam bidangnya dan berhasil menguasainya.

Dari Dunia Industri ke Dunia Akademik

Sejak kecil, Bu Nisa bercita-cita menjadi pendidik. Saat kuliah, ia mulai mencari pengalaman mengajar dengan membantu dosen di almamaternya. Meskipun belum berstatus asisten dosen secara formal, ia kerap terlibat dalam kegiatan akademik yang memperkuat kecintaannya pada dunia pendidikan.

Namun, sebelum benar-benar terjun sebagai dosen, ia sempat menjajal dunia industri IT. Saat magang di salah satu perusahaan elektronik terbesar di Jakarta, ia membayangkan kehidupan profesional di industri akan menarik—berpakaian rapi, bekerja di kantor bergengsi—tetapi kenyataan berkata lain. Lingkungan industri yang lebih banyak berkutat dengan komputer dan jadwal yang ketat tidak sesuai dengan kepribadiannya yang ekstrovert. Dari pengalaman ini, ia semakin yakin bahwa menjadi dosen adalah jalan hidupnya.

Perjuangan Menjadi Dosen Tetap

Menjadi dosen bukan hanya sekadar mengajar di kelas dan memberikan tugas. Tanggung jawabnya jauh lebih besar—mengembangkan kurikulum, membangun relasi dengan industri, serta berkontribusi pada kemajuan institusi pendidikan.

Tantangan besar datang ketika ia harus mengikuti seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) untuk menjadi dosen tetap di Sekolah Vokasi IPB. Proses seleksi ini sangat ketat, dengan jumlah pendaftar mencapai ratusan orang, sementara yang diterima hanya segelintir.

Di tengah proses seleksi yang melelahkan, Bu Nisa juga harus menjalani perannya sebagai istri dan ibu, sembari tetap mengajar di universitas swasta. Hari-harinya diisi dengan belajar, mengajar, dan mengurus keluarga. Tidurnya hanya beberapa jam sehari, mengorbankan banyak waktu demi mengejar impiannya. Namun, kerja kerasnya membuahkan hasil—ia berhasil lolos seleksi dan resmi menjadi dosen di IPB, sebuah pencapaian yang sangat membanggakan.

Filosofi Mengajar dan Dedikasi

Bagi Bu Nisa, kepuasan terbesar bukanlah jabatan atau penghargaan, melainkan kesuksesan mahasiswanya. Melihat mahasiswa yang ia bimbing berhasil mendapatkan pekerjaan dan berkembang dalam karier mereka adalah kebanggaan yang tak ternilai.

Ia meyakini bahwa sikap lebih penting daripada kecerdasan semata. Mahasiswa bisa saja cerdas, tetapi tanpa attitude yang baik, mereka akan kesulitan berkembang. Oleh karena itu, ia selalu menekankan kepada mahasiswa bahwa selain belajar, mereka juga harus membangun komunikasi yang baik dengan dosen dan lingkungan sekitar.

Menurutnya, dosen bukanlah sosok yang paling pintar, tetapi mereka memiliki pengalaman akademik dan profesional yang sangat berharga untuk dipelajari. Ia pun menyayangkan bahwa di era digital ini, banyak mahasiswa lebih mengandalkan internet daripada berdiskusi langsung dengan dosen mereka. Padahal, meskipun informasi bisa dengan mudah diperoleh secara online, ada banyak pelajaran kehidupan yang hanya bisa didapatkan melalui interaksi langsung dengan pendidik.

Visi Masa Depan

Meskipun telah mencapai banyak hal, Bu Nisa tidak ingin berhenti berkembang. Ia ingin terus berkontribusi, tidak hanya bagi kampusnya, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Baginya, menjadi dosen bukan hanya soal mengajar, tetapi juga tentang memberikan dampak yang lebih luas bagi masyarakat.

Kisah Bu Nisa adalah bukti bahwa kesuksesan tidak datang dengan mudah. Namun, dengan kerja keras, ketekunan, dan semangat untuk terus belajar, setiap orang bisa mencapai impiannya. Ia tidak hanya menjadi seorang dosen, tetapi juga panutan dan inspirasi bagi banyak mahasiswa yang ia bimbing.***

 

Muhammad Fadlhy Fajarsyach, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here