Bogordaily.net – Mentari pagi Jakarta bersembunyi di balik awan kelabu saat saya tiba di Lapangan Banteng. Meskipun langit kelabu, semangat beraktivitas tidak surut; banyak orang dari berbagai kalangan berkumpul di sini.
Saya awalnya mengira tempat ini akan sepi pengunjung, tetapi ternyata saya salah. Kedatangan saya hari itu adalah untuk menjalankan sebuah proyek kecil, mengajak anak-anak sekitar untuk menikmati kegiatan yang telah kami persiapkan.
Namun, tulisan ini bukanlah tentang mempromosikan Lapangan Banteng sebagai destinasi wisata; ini adalah kisah perjalanan dan pengalaman berharga saya di hari yang tenang itu.
Sebagai project planner di komunitas Book Buddies, sebuah komunitas yang berdedikasi untuk meningkatkan literasi di Indonesia, saya merasa terpanggil untuk berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih gemar membaca.
Salah satu proyek terbaru kami, “Taman Baca,” adalah wujud nyata dari impian tersebut. Kegiatan book club offline ini dirancang untuk menjangkau lebih banyak orang dan menumbuhkan minat baca, terutama di kalangan masyarakat urban.
Setelah melakukan survei ke berbagai lokasi, departemen kami sepakat memilih Lapangan Banteng di Pasar Baru, Jakarta Pusat, sebagai lokasi kegiatan yang akan diadakan pada tanggal 22 Februari 2025.
Lapangan Banteng terpilih karena suasananya yang terbuka dan aksesibilitasnya yang tinggi, yang kami yakini akan menarik perhatian publik dan menciptakan ruang yang nyaman untuk berinteraksi dengan buku.
Untuk persiapan pribadi, saya hanya membawa barang-barang penting seperti dompet, battery pack, dan air minum.
Kegiatan ini sangat saya nantikan, bukan hanya karena dapat bertemu langsung dengan anggota departemen dan komunitas lainnya dari berbagai daerah, tetapi juga karena saya berharap dapat melihat senyum dan semangat yang terpancar dari wajah anak-anak, yang merasakan kegembiraan dalam mengikuti aktivitas mewarnai yang kami sediakan sebelum akhirnya menuju ke aktivitas utama, yaitu book sharing session.
Komunitas yang menarik perhatian saya ini banyak mengadakan kegiatan yang dilakukan secara daring karena banyaknya anggota yang berdomisili di luar Jabodetabek. Namun dengan diadakannya kegiatan Taman Baca, saya tetap bisa bertemu dengan anggota komunitas lainnya yang berasal dari daerah Jabodetabek.
Di sana, saya tidak hanya bertemu dengan sesama mahasiswa, tetapi juga dengan adik-adik SMP, teman-teman SMA, bahkan orang-orang yang sudah memiliki pengalaman kerja.
Meskipun tidak banyak anggota yang hadir, saya tetap senang dapat bertemu dengan anggota-anggota tersebut, karena dengan berkenalan dengan mereka dapat memperluas wawasan dan pengetahuan saya, serta meningkatkan kemampuan saya dalam beradaptasi di sebuah lingkungan dengan latar belakang yang berbeda.
Setiap obrolan, setiap senyum, terasa seperti pelajaran berharga yang tidak saya dapatkan di bangku kuliah.
Saat melangkah masuk ke Lapangan Banteng, keraguan perlahan menyelinap ke dalam pikiran saya. Rencana awal komunitas kami adalah menarik sebanyak mungkin pengunjung untuk bergabung dalam kegiatan yang telah kami siapkan dengan penuh semangat.
Namun, kenyataan di lapangan sedikit berbeda dari apa yang saya bayangkan. Langit yang menggelap dan rintik hujan yang turun perlahan seolah mengiringi kedatangan saya. Suasana di Lapangan Banteng saat itu terasa begitu tenang dan damai, jauh dari ekspektasi saya tentang kehidupan di tengah kota metropolitan Jakarta.
Meskipun atmosfernya sejuk dan menenangkan, awan kelabu yang menggantung di atas kepala menurunkan optimisme saya dan anggota komunitas lainnya untuk dapat melibatkan banyak khalayak di sekitar dalam kegiatan yang akan kami adakan.
Harapan untuk melihat Lapangan Banteng dipenuhi tawa dan semangat tampaknya harus sedikit bersabar menunggu mentari kembali bersinar.
Senyum merekah di wajah kami saat berhasil mengajak beberapa anak dari sekitar Lapangan Banteng untuk bergabung dalam kegiatan mewarnai yang kami adakan secara cuma-cuma.
Pendekatan kami sederhana: mengajak mereka mengobrol ringan, lalu menawarkan kesempatan untuk berkreasi dengan warna bersama-sama, tentu saja setelah mendapatkan izin dari orang tua mereka.
Proses ini, tanpa disadari, menjadi latihan keberanian yang berharga bagi kami dalam berinteraksi dengan orang baru. Usai sesi mewarnai yang riang, giliran para remaja dan dewasa muda yang hadir untuk berpartisipasi dalam book sharing session.
Pada aktivitas tersebut, kami berdikusi mengenai dunia literasi di Indonesia, mulai dari fenomena alternative universe (AU) yang populer di kalangan remaja dan kini banyak diadaptasi menjadi buku serta pro dan kontranya, hingga pentingnya peningkatan literasi digital di era modern, mengingat digitalisasi yang semakin merajalela.
Kegiatan ini menjadi inti dari acara kami, memberikan dampak yang jauh lebih besar dari sekadar kesenangan.
Lebih dari itu, book sharing session menjadi wadah pembelajaran untuk saling menghargai pendapat dan opini yang berbeda, serta memberikan kesempatan bagi setiap peserta untuk menyuarakan pandangan mereka dengan bebas.
Sebagai penutup dari perjalanan singkat saya di Lapangan Banteng, saya menyadari betapa berharganya sebuah inisiatif komunitas seperti Book Buddies.
Meski langit Jakarta saat itu tak sepenuhnya cerah, semangat untuk berbagi dan belajar tetap membara di hati setiap peserta “Taman Baca”.
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa dampak positif tidak selalu harus diukur dari jumlah orang yang hadir, melainkan dari kualitas interaksi dan pembelajaran yang terjadi.
Oleh karena itu, saya mengajak Anda, para pembaca, untuk tidak ragu terlibat dalam kegiatan komunitas di sekitar Anda.
Entah itu komunitas literasi, seni, lingkungan, atau bidang lainnya, setiap langkah kecil yang Anda ambil akan memberikan kontribusi berarti bagi masyarakat.
Jangan takut untuk berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, karena dari sanalah kita bisa belajar dan tumbuh bersama.
Pada akhirnya, perjalanan ke Lapangan Banteng ini bukan hanya tentang mewarnai gambar atau bertukar buku, tetapi tentang mewarnai kehidupan dan membuka lembaran baru dalam diri saya.
Semoga kisah ini dapat menginspirasi Anda untuk menciptakan kisah Anda sendiri—kisah tentang bagaimana Anda berkontribusi dalam membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.***
Luthfiyah Farida Balqis | Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB