Bogordaily.net – Perjalanan adalah suatu hal yang saya jadikan sebagai tempat pelarian dari hirup pikuknya tanggung jawab yang saya jalani sehari hari. Menjelajah selalu menjadi hal yang menyenangkan, mulai dari jelajah hobby sampai jelajah destinasi yang awam bagi kita. Menjelajah bukan hanya tentang hal baru yang kita selami, tetapi juga tentang situasi disekitarnya atau yang dibarenginya. Kali ini kalian akan membaca tentang perjalanan saya, atau yang biasa saya sebut sebagai pelarian.
Setiap liburan semester, saya dan teman-teman SMA saya bersama sama mencari pelarian yang entah destinasinya akan seperti apa. Kegiatan rutin tersebut sudah berjalan kurang lebih 4 tahun dari sekarang.
Obrolan tentang pelarian ini sebenarnya sudah cukup lama lalu lalang dikuping para teman satu angkatan, tetapi dengan banyaknya pilihan dan masukan destinasi yang akan dituju justru membuat kita kebingungan.
Belum lagi masalah waktu yang setiap individunya memiliki kesibukan masing masing, sejujurnya waktu adalah hal yang paling sulit ditentukan saat perjalanan ini. Liburan semester tiap universitas tentu berbeda beda dan itu yang menjadi PR bagi kita.
Pelarian kali ini saya bersama teman teman memutuskan bahwa Bukit Kabayan yang akan menjadi destinasi kita. Bukan tempat yang luar biasa bahkan cenderung penurunan kualitas dari destinasi sebelumnya.
Bukit kabayan adalah sebuah tempat camp yang memiliki pemandangan cukup bagus, hingga terdapat curug yang saking dekatnya bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Saat waktu dan tempat sudah ditentukan, dan para manusianya sudah kita kumpulkan. tibalah hari keberangkatan. Seperti biasa, hal pertama yang harus kami lakukan adalah memastikan semua anggota rombongan dapat berkumpul.
Meski terlihat sepele, bagian ini justru sering kali menjadi bagian tersulit. Ada saja drama kecil yang membuat jadwal molor. Namun, setelah semua berhasil terkumpul dan barang bawaan aman, perjalanan pun dimulai.
Awalnya semua berjalan lancar. Hingga ditengah perjalanan saya beserta rombongan terkena hujan yang cukup deras, awalnya kami nekat menerobos hujan, tetapi lama kelamaan badan basah sangat kuyub dan takut terkena masuk angin sehingga kami meneduh dahulu sembari menyiapkan jas hujan untung melanjutkan perjalanan.
Setelah beristirahat kami melanjutkan perjalanan dengan persiapan yang baik untuk melawan derasnya hujan. Walaupun mata perih terkena rintik hujan yang cukup banyak tetapi hasrat memikirkan sampai ditujuan dan bersenang senang itu tetap hidup dan menjadi penyemangat ketika dijalan.
Tetapi, perjalanan menuju Bukit Kabayan benar-benar di luar ekspektasi. Kondisinya rusak parah, dipenuhi lubang besar, bebatuan tajam, serta tanjakan curam yang membuat laju kendaraan harus ekstra hati-hati.
Tidak jarang motor kami terguncang hebat, membuat yang duduk di kursi belakang harus berpegangan erat agar tidak terbanting. Beberapa kali kami berhenti sejenak untuk memastikan motor dalam kondisi aman, karena terus terang saja, jalanan seperti ini bukan hal yang bisa dianggap remeh.
Belum selesai dengan masalah jalanan, kami sempat mengalami kebingungan arah. Rute yang kami ikuti melalui bantuan aplikasi peta justru membawa kami ke jalur yang semakin tidak masuk akal.
Di tengah kebingungan itu, kami memutuskan berhenti untuk bertanya kepada warga sekitar. Sayangnya, petunjuk yang diberikan pun tidak kalah membingungkan. Berkali-kali kami harus berputar arah hingga akhirnya kembali menemukan jalur yang benar menuju lokasi.
Sesampainya di area parkir Bukit Kabayan, kami turun dari motor dengan keadaan basah kuyup. Jas hujan seolah tidak banyak membantu. Hujan yang turun terlalu deras, ditambah angin kencang, membuat semua barang bawaan kami ikut terkena cipratan air.
Meski sempat merasa lelah dan sedikit kesal, kami tetap memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju area bukit. Toh, sudah sejauh ini, rasanya terlalu sayang jika menyerah hanya karena cuaca.
Perjalanan menuju puncak bukit ternyata jauh lebih melelahkan dari yang kami bayangkan. Jaraknya cukup panjang dengan jalur menanjak yang cukup ekstrem. Tanah basah akibat hujan membuat pijakan menjadi licin dan berbahaya.
Belum lagi ditengah perjalanan terdapat kuburan yang hawanya sangat seram, sempat ditegur oleh warga sekitar jangan terlalu berisik di daerah tersebut disebabkan takut ada yang ‘terganggu’, tetapi hal tersebut cepat kita lupakan karena kita datang kesini untuk senang senang kan, lanjut.
Berkali-kali langkah kaki harus ekstra hati-hati agar tidak tergelincir. Meski begitu, setiap lelah yang kami rasakan selalu dibalas dengan candaan khas anak lama yang bertemu kembali. Ada saja tingkah konyol dari salah satu teman yang sukses membuat perjalanan berat ini terasa lebih ringan.
Sesekali kami berhenti sejenak untuk mengambil napas sambil menikmati suasana sekitar. Kabut tipis mulai turun, menambah suasana syahdu di tengah perjalanan. Gemericik air dari curug di kejauhan mulai terdengar, menjadi penanda bahwa kami sudah cukup dekat dengan puncak.
Rasa penat perlahan mulai terbayar saat akhirnya sampai di area camping Bukit Kabayan. Pemandangan di sana memang tidak seistimewa destinasi wisata populer lainnya, tetapi ada kedamaian tersendiri yang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Sesampainya di tempat kita ngecamp yang lebih tepatnya lagi puncak Bukit Kabayan ini kami langsung berbagi tugas. Terdapat 3 tim, Tim mendirikan tenda, Tim memasak, dan Tim narsis yaitu tim yang berfoto terus.
Saya termasuk kedalam tim memasak. Walaupun sangat tidak memiliki keahlian bermasak, saya cukup membantu memotong sayuran yang sebelumnya saya sudah beli bersama teman saya. Menu untuk malam itu cukup enak, yaitu Sop bening, ayam teriyaki, dan tempe yang sudah digoreng.
Semuanya selesai secara berbarengan mulai dari tenda yang sudah jadi dan masakan yang siap saji itu kita nikmati diwaktu yang sama.
Angin malam yang seakan mengelus wajah, ditemani obrolan hangat yang tidak ada habisnya mewarnai malam dengan sejuta kenangan.
Pembahasan yang sebaiknya tidak saya ceritakan disini membuat huru hara makin terasa dan malam yang harusnya tenang ini menjadi malam pesta yang sangat meriah
Keesokannya, di pagi hari saya bersama teman teman mulai berangkat meyiapkan peralatan dan apa yang mau dibawa ke Curug yang jaraknya dekat tapi lumayan terasa capeknya jika jalan kaki.
Medan yang licin sehabis malam harinya hujan itu menjadi kendala kecil saat perjalanan menuju curug. Jalan yang terjal dan jurang yang tajam membuat kita harus berhati hati. Singkat cerita kami sampai di Curug dan tanpa basa basi kita langsung membasahi badan kita dengan air segar dari pegunungan.
Perjalanan kali ini mengajarkan saya bahwa pelarian sederhana bersama orang-orang yang tepat bisa menjadi pengalaman berharga.
Bukit Kabayan mungkin bukan destinasi impian, tetapi proses menuju ke sana, perjuangan di tengah jalan rusak, hujan deras, hingga jalur licin penuh tantangan, justru menjadi alasan kenapa perjalanan ini layak dikenang.
Pada akhirnya, pelarian bukan tentang seberapa jauh kita pergi, melainkan tentang bagaimana perjalanan itu sendiri memberikan ruang untuk sejenak lupa pada beban hidup, dan kembali pulang dengan hati yang lebih ringan.***
Muhammad Syafiq Rifaza
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB