Friday, 13 June 2025
HomeOpini Isu Pagar Laut Tanggerang: Benarkah Terlibat Dugaan Korupsi dan Kolusi?

 Isu Pagar Laut Tanggerang: Benarkah Terlibat Dugaan Korupsi dan Kolusi?

Oleh: Zidny Khanza, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

 

Korupsi dan kolusi di Indonesia bukanlah fenomena dan polemik baru yang harus dihadapi masyarakat dan pemerintah. Sudah bertahun-tahun negara ini terjebak dalam praktik penyalahgunaan kekuasaan, baik di sektor pemerintahan maupun di dunia bisnis.

Tindakan ini seringkali melibatkan pejabat tinggi yang menggunakan kedudukannya dalam meraih keuntungan pribadi, sementara rakyat menjadi korban ketidakadilan dan pelayanan publik yang buruk.

Kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi dan pengusaha selalu mengundang interaksi publik, tetapi langkah nyata untuk memberantasnya masih jauh dari harapan.

Pernyataan terkait turunnya pemerintah untuk menyikapi kasus korupsi dan kolusi di negara ini tidaklah lagi menjadi penenang yang nyata.

Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan wujud pagar laut yang terlihat membentang sepanjang 30,16 kilometer dari Desa Muncung hingga Pakuhaji, Tangerang, Banten, dengan bentuk bambu yang ditancapkan di dasar laut.

Meskipun isu ini marak dibicarakan sejak akhir Bulan Januari lalu, naasnya, hingga saat ini masih belum ditemukan siapa sebenarnya dalang di balik isu tersebut.

Adanya ketidakjelasan dalam hal ini tentu membuat publik bertanya-tanya akan kelalaian pertahanan negara terhadap kondisi terkini.

Bahkan, permasalahan ini mencapai puncaknya setelah area pagar laut di Tangerang diketahui memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) sehingga mengacu pada dugaan korupsi dan kolusi.

Namun, sebenarnya, awal mula munculnya pagar laut Tangerang ini sudah diketahui oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten.

Lalu, bagaimana isu pagar laut Tangerang terus memanjang hingga saat ini? Sedangkan, eksistensinya sudah diketahui pemerintah?

KELALAIAN DKP BANTEN

Pada Selasa (7/1/2025), Eli Susiyanti sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten mengakui bahwa pihaknya menerima informasi pertama kali terkait adanya aktivitas pemagaran laut tepat pada tanggal 14 Agustus 2024.

Mendengar informasi tersebut, pihak DKP Provinsi Banten memberikan tindakan pertama setelah lima hari isu tersebut dilaporkan.

Pada Bulan Agustus-September 2024, mereka menindaklanjuti secara langsung dan mendapatkan catatan bahwa pemagaran laut baru mencapai panjang 7 kilometer pada pengecekkan pertama.

Selanjutnya, mereka memperoleh informasi yang menunjukkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut, yang berlangsung hingga pengecekkan tersebut berakhir di 18 September 2024, dengan DKP Banten yang memberikan instruksi untuk pemberhentian aktivitas pemagaran laut.

Kembali ke orientasi isu terkait, berita Pagar Laut Tangerang ini dinaikkan ke media massa pada tanggal 9 Januari 2025 dengan pernyataan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyegel pagar laut tersebut dengan kondisi panjang pagar sebesar 30,16 kilometer.

Besaran rentang waktu antara Bulan September hingga Bulan Januari, apakah DKP Banten memberhentikan proses pemantauannya kelak? Sedangkan, kondisi pagar laut dengan pernyataan-pernyataan warga setempat sebagai pendukung sebenarnya sudah memperlihatkan bagaimana aktivitas tersebut mengancam pertahanan negara.

Indonesia sudah banyak menghadapi isu-isu serupa yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan dan hal-hal tersebut tidak bisa diberhentikan hanya dengan sebuah instruksi.

Seharusnya, posisi DKP Banten sebagai pemantau pertama terus menjadikan permasalahan ini sebagai sebuah permasalahan yang harus ditindak dengan serius, misalnya dengan cara melaporkan kepada lembaga-lembaga terkait dan pemerintahan pusat secara cepat guna memberikan tindakan yang lebih optimal.

263 SHGB DAN 17 BIDANG SHM

Salah satu alasan yang memperkuat dugaan korupsi dan kolusi pada kasus ini adalah pemagaran laut ini sudah memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) dalam jumlah yang banyak.

Diketahui, sertifikat HGB area pagar laut Tangerang dimiliki oleh PT IAM sebanyak 234 bidang, PT CIS sebanyak 20 bidang, dan perorangan sebanyak 9 bidang.

Sementara, terkait SHM yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang yang berjumlah 17 bidang, diketahui dimiliki oleh Surhat Haq.

Mengetahui hal ini, tentunya memicu kemarahan pada publik dan mengaitkannya pada pertanyaan-pertanyaan apakah kondisi ini sudah direncanakan sebelumnya? Sebab, melihat dari informasi-informasi yang terkuak terdengar semakin mendekati adanya kasus korupsi dan kolusi yang dijalani di Indonesia untuk kesekian kalinya.

Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Rakyat miskin semakin miskin, sementara yang kaya terus membuat jalan untuk mengabadikan kekayaannya.

PERLUNYA KEKUATAN HUKUM

Salah satu faktor penting dalam mengatasi kasus ini dengan baik adalah memperbaiki proses hukum yang dimiliki Indonesia dengan menyeluruh dan sistematis.

Hukum di negeri ini harus memiliki kekuatan penuh dalam menyelidiki dan menentukan keputusan bagi pelaku tanpa adanya ketakutan terhadap tekanan politik dan bisnis.

Selain itu, masyarakat juga harus memiliki akses untuk mengawasi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pejabat publik dengan meningkatkan interaksi publik dalam pengawasan dan pengkritikan.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here