Wednesday, 30 April 2025
HomeBeritaMelemahnya Rupiah dan Refleksi Ketahanan Ekonomi Nasional

Melemahnya Rupiah dan Refleksi Ketahanan Ekonomi Nasional

Bogordaily.net – Belakangan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali menjadi perhatian publik. Pada awal April 2025, kurs rupiah tercatat menyentuh angka Rp16.891 per dolar AS, level terendah yang pernah dicapai dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini bukan sekadar gejolak sesaat di pasar keuangan, tetapi mencerminkan tantangan struktural yang dihadapi perekonomian nasional di tengah tekanan global yang kian kompleks.

Pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, kebijakan suku bunga tinggi yang terus dipertahankan oleh The Federal Reserve sebagai upaya menekan inflasi di Amerika Serikat telah menyebabkan aliran modal global beralih ke dolar AS.

Investor cenderung menghindari aset di negara berkembang, yang dinilai lebih berisiko. Selain itu, ketidakpastian geopolitik, proteksionisme perdagangan, dan perlambatan ekonomi global turut memperburuk sentimen pasar terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Sementara itu, faktor domestik seperti defisit transaksi berjalan, kebutuhan impor yang tinggi, serta kekhawatiran terhadap arah kebijakan fiskal turut memberikan tekanan terhadap rupiah. Dalam kondisi ini, intervensi pasar oleh Bank Indonesia memang penting, namun efektivitasnya sangat tergantung pada kestabilan fundamental ekonomi nasional.

Dampak dari pelemahan rupiah sangat luas dan nyata. Kenaikan harga barang impor menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok yang sebagian besar masih bergantung pada komoditas luar negeri. Inflasi berpotensi meningkat, sementara daya beli masyarakat semakin tergerus. Dunia usaha, terutama sektor manufaktur dan industri kecil menengah yang menggunakan bahan baku impor, juga menghadapi tantangan berat dalam menjaga efisiensi dan stabilitas harga.

Namun demikian, kondisi ini juga menyimpan peluang yang patut dimaksimalkan. Dengan nilai tukar rupiah yang relatif lebih rendah, produk ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar internasional. Pemerintah dapat mengambil momentum ini untuk mendorong ekspansi sektor industri berbasis ekspor, memperkuat hilirisasi, dan mempercepat substitusi impor melalui penguatan industri lokal.

Lebih jauh, pelemahan rupiah seharusnya menjadi refleksi kolektif bahwa ketahanan ekonomi nasional perlu dibangun tidak hanya dari sisi kebijakan makroekonomi, tetapi juga dari penguatan sektor riil, peningkatan produktivitas, dan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah perlu menjaga kepercayaan investor melalui kebijakan yang konsisten dan transparan, serta memperkuat komunikasi publik agar tidak memunculkan kepanikan yang justru memperparah situasi.

Dalam jangka panjang, stabilitas nilai tukar rupiah hanya dapat tercapai jika fondasi ekonomi Indonesia benar-benar kokoh. Dibutuhkan sinergi antara kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil yang berkelanjutan dan inklusif. Di tengah ketidakpastian global, ketahanan nasional menjadi kunci utama.

Rupiah memang sedang diuji. Namun dengan arah kebijakan yang tepat dan semangat kolaboratif dari seluruh elemen bangsa, Indonesia memiliki potensi besar untuk tidak hanya keluar dari tekanan, tetapi juga bangkit sebagai ekonomi yang lebih mandiri, kuat, dan berdaya saing.***

Rifa Diaz Maulana Kosasih, Program Studi Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here