Bogordaily.net – Hari itu, langit tampak biasa saja, tapi siapa sangka, Jumat (25/4/2025), tanah di belakang asrama santri Gontor Magelang, tepatnya di Kampus 5 Darul Qiyam, Dusun Mangunsari, Desa Gadingsari—tiba-tiba ambles.
Seolah menelan sebagian kehidupan di lingkungan yang tak pernah tidur dari suara ngaji dan semangat belajar itu.
Tandon air yang bertengger di atas lereng, ikut ambruk diterjang longsor. Waktu itu para santri sedang bersiap-siap mandi.
Beberapa mungkin sedang menyabuni wajah. Yang lain menggigil menanti giliran air turun dari langit-langit pipa. Lalu, bruk! Semuanya terjadi dalam sekejap.
Tandon jatuh. Air tumpah. Dinding ambruk. Suara takbir, jerit, dan debu bercampur jadi satu.
Yang selamat langsung dilarikan ke rumah sakit. Sebagian lainnya sempat terjebak di reruntuhan. Gontor Magelang, hari itu, berubah menjadi halaman kesedihan.
Direktur Pesantren Kemenag RI, Dr. Basnang Said, tak bisa menyembunyikan dukanya.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un,” ucapnya dalam pernyataan resmi dari Jakarta.
“Doa kami untuk para santri yang wafat. Semoga Allah SWT menerima mereka di surga terbaik.”
Santri Gontor Magelang Meninggal Dunia
Laporan dari Kankemenag Kabupaten Magelang menyebutkan: 29 santri jadi korban.
Empat meninggal dunia. Enam belas dirawat inap. Sembilan lainnya rawat jalan. Semua masih anak-anak. Semua punya mimpi yang sama: jadi penerus dakwah, jadi pemimpin masa depan.
Basnang tak lupa memuji para ustaz, tim BPBD, Damkar, polisi, tenaga medis, dan relawan yang langsung sigap turun tangan. “Ini adalah pengingat pahit: keselamatan lingkungan pendidikan adalah tanggung jawab bersama.”
Gontor tak hanya melahirkan ulama. Ia juga tempat tumbuhnya solidaritas. Itu yang ingin diingatkan Basnang. Bahwa pesantren bukan sekadar tempat menimba ilmu, tapi rumah. Dan rumah, harus dijaga.
“Mari kita doakan para korban. Dan mari kita jaga bersama pesantren-pesantren kita. Ini bukan akhir. Ini adalah pengingat,” ucapnya.***