Wednesday, 30 April 2025
HomeOpiniKetegangan dan Kekerasan di Balik Pungli: Membedah Kasus Penembakan di Bogor

Ketegangan dan Kekerasan di Balik Pungli: Membedah Kasus Penembakan di Bogor

Oleh: Nilam Sari Pattinussa
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

Kasus penembakan yang terjadi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bogor, pada 3 Februari 2025, menggemparkan masyarakat. Seorang laki-laki bernama Torang Heriyanto alias Erik (45 tahun) ditemukan bersimbah darah. Kepolisian Resor Kota Bogor menyatakan bahwa insiden ini berkaitan dengan serangkaian masalah seperti pungutan liar (), intimidasi, dan balas dendam antar individu serta kelompok.

Meskipun insiden ini bermula dari dendam pribadi, faktor lain seperti praktik di Pasar Mawar turut memperburuk ketegangan. Kejadian ini memperlihatkan betapa berbahayanya praktik ilegal seperti , yang tidak hanya merugikan pedagang, tetapi juga dapat memicu konflik berujung kekerasan.

dan Intimidasi: Akar Penyebab Ketegangan di Kasus Penembakan Bogor

Penting untuk memahami bagaimana praktik menciptakan ketegangan yang berujung pada kekerasan. Berdasarkan keterangan yang ada, korban terlibat cekcok dengan pengelola pasar setelah ditegur karena mengonsumsi minuman keras. Dari peristiwa ini terlihat bahwa intimidasi saling terjadi antara pelaku dan korban, yang kemudian memicu konflik lebih besar.

Kasus ini semakin kompleks dengan keterlibatan beberapa individu dan kelompok, yang tidak hanya didasari masalah pribadi, tetapi juga terkait hubungan kekuasaan dalam pengelolaan pasar dan pungutan liar. Praktik memicu ketidakadilan dan kebencian mendalam di tengah masyarakat, yang dalam jangka panjang bisa meledak dalam bentuk kekerasan.

Dari sudut pandang sosial, kasus ini juga mengungkap permasalahan lebih luas: ketidakadilan dalam sistem ekonomi dan pengelolaan pasar. Penarikan dan intimidasi terhadap pedagang kecil memperburuk hubungan antara masyarakat dengan pihak otoritas, menciptakan ruang bagi terjadinya tindak kekerasan.

Selain itu, kasus ini memperlihatkan bagaimana konflik kecil — bermula dari konsumsi alkohol — bisa berkembang menjadi bentrokan fisik hingga berujung pada penembakan. Ini membuktikan bahwa tanpa penyelesaian yang tepat, ketegangan sosial mudah sekali berubah menjadi tindakan ekstrem.

Peran Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum Dalam Mencegah Dan Kekerasan

Ke depan, pemerintah dan aparat penegak hukum perlu mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah kasus serupa. Salah satunya adalah dengan memperkuat pengawasan terhadap praktik di pasar dan tempat umum lainnya.

Penting pula untuk mengadakan program edukasi masyarakat tentang pentingnya penyelesaian konflik secara damai dan sehat. Perbaikan sistem pengelolaan pasar menjadi lebih transparan dan adil harus segera diwujudkan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan.

Aparat kepolisian juga memiliki peran vital dalam menjaga rasa aman masyarakat. Patroli rutin di daerah rawan, pemasangan CCTV, serta tindakan tegas terhadap praktik pungli perlu digencarkan. Selain itu, keberadaan polisi di tengah masyarakat harus lebih aktif untuk membangun kepercayaan publik.

Penutup

Kasus ini bukan hanya persoalan hukum, melainkan cermin dari permasalahan sosial yang lebih dalam, yakni ketidakadilan ekonomi dan lemahnya pengawasan terhadap praktik ilegal. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, aparat hukum, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang adil, aman, dan bebas dari praktik pungli serta tindak kekerasan.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here