Fenomena praktik Mata Elang (Matel) dalam dunia pembiayaan kendaraan bermotor di Indonesia telah menimbulkan berbagai persoalan hukum dan sosial.
Mata Elang umumnya merujuk pada pihak ketiga yang bertugas melacak kendaraan bermotor yang menjadi objek jaminan fidusia dan melakukan penarikan terhadap kendaraan tersebut apabila debitur menunggak pembayaran.
Praktik ini kerap kali dilakukan tanpa surat tugas resmi atau tanpa melibatkan aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan potensi pelanggaran hukum.
Dari sudut pandang hukum pidana, aktivitas Matel yang memaksa pemilik kendaraan menyerahkan kendaraannya dapat melanggar Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.
Jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman, tindakan tersebut juga dapat dikategorikan sebagai pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP).
Selain itu, jika dalam proses penarikan terjadi perampasan di jalan atau kekerasan fisik, pelaku dapat dijerat pasal-pasal tambahan seperti perbuatan tidak menyenangkan atau penganiayaan.
Dari perspektif hukum perdata dan perlindungan konsumen, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menegaskan hak konsumen untuk dilindungi dari tindakan yang sewenang-wenang.
Praktik Matel yang menarik kendaraan tanpa prosedur sah dapat dianggap melanggar hak-hak tersebut. Terlebih, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019, eksekusi objek jaminan fidusia hanya dapat dilakukan melalui pengadilan atau secara sukarela oleh debitur.
Ketidakteraturan dalam praktik Matel juga telah menimbulkan keresahan publik, mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meminta pemblokiran aplikasi-aplikasi yang digunakan oleh oknum Matel, karena disinyalir melanggar ketentuan perlindungan data dan etika penagihan.
Dengan demikian, praktik Matel yang melampaui batas hukum dapat digolongkan sebagai bentuk kriminalitas terorganisir dengan modus operandi yang menyasar masyarakat awam, serta memanfaatkan ketidaktahuan konsumen terhadap hak-haknya.
Negara perlu hadir secara aktif melalui penguatan regulasi, pengawasan ketat terhadap industri pembiayaan, serta edukasi hukum kepada masyarakat agar tidak menjadi korban intimidasi.
Praktik Mata Elang (Matel) dalam sistem pembiayaan kendaraan bermotor di Indonesia telah menjadi sorotan publik, terutama karena metode yang digunakan dalam menarik objek jaminan fidusia cenderung melanggar hukum dan meresahkan masyarakat.
Matel umumnya bekerja sebagai pihak ketiga dari perusahaan leasing, namun tindakan mereka acap kali bertentangan dengan norma hukum dan prinsip perlindungan konsumen.
Aspek Hukum Pidana
Praktik penarikan kendaraan oleh Matel yang dilakukan dengan paksaan atau intimidasi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Beberapa pasal yang berpotensi dilanggar antara lain:
Pasal 368 KUHP – Pemerasan:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu…”
Pasal 365 KUHP – Pencurian dengan Kekerasan:
Jika kendaraan diambil secara paksa di jalan tanpa persetujuan debitur, maka dapat dianggap sebagai pencurian dengan kekerasan.
Pasal 335 KUHP – Perbuatan Tidak Menyenangkan:
Digunakan jika Matel melakukan intimidasi atau ancaman yang menyebabkan rasa takut atau ketidaknyamanan pada korban.
Aspek Hukum Perdata dan Perlindungan Konsumen
Dalam kerangka hukum perdata dan perlindungan konsumen:
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Menjamin hak konsumen untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan perlindungan dari tindakan sewenang-wenang (Pasal 4).
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019, disebutkan bahwa eksekusi terhadap objek jaminan fidusia hanya dapat dilakukan:
Jika terdapat persetujuan sukarela dari debitur.
Jika tidak sukarela, maka harus melalui permohonan eksekusi ke pengadilan negeri.
Penarikan sepihak oleh Matel tanpa dasar hukum yang sah bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut dan dapat dianggap melanggar hak debitur.***
Oleh: Fajril Miftahul Qirom, Wakil Ketua Bidang Eksternal PC PMII Kota Bogor