Bogordaily.net – Pihak berwenang akhirnya berindak cepat dengan menanggap pelaku pembuat grup Facebook Fantasi Sedarah. Sebuah komunitas tertutup yang menyebarkan konten pornografi, bahkan menyasar anak-anak sebagai objek hasrat seksual menyimpang.
Grup tersebut diketahui telah beroperasi cukup lama dan memiliki ribuan anggota aktif. Namun baru-baru ini, kasus ini mencuat ke publik setelah viral di berbagai platform seperti X (Twitter), TikTok, dan Instagram.
Banyak warganet yang mengecam keras keberadaan komunitas tersebut dan mendesak pihak berwenang untuk segera turun tangan.
Pihak kepolisian tidak tinggal diam. Usai menerima berbagai laporan dari masyarakat dan aktivis perlindungan anak, kepolisian membentuk tim khusus untuk menyelidiki keberadaan grup tersebut.
Bareskrim Polri dan penyidik Direktorat Siber Polda Metro Jaya menangkap enam orang terkait kasus Grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ dan ‘Suka Duka’. Salah satu member grup ‘Fantasi Sedarah’ yang ditangkap polisi berinisial DK.
“Diamankan penyidik Direktorat Reserse Siber Polda Metro pada Sabtu, 17 Mei, di Jawa Barat,” ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji dinukil dari detik.com.
Motif Pelaku, Kepuasan Pribadi hingga Bisnis Eksploitasi Anak
Himawan menjelaskan, DK merupakan member aktif di grup ‘Fantasi Sedarah’. Pelaku rupanya berperan menjual konten pornografi anak.
Motif kedua yang lebih mencengangkan adalah penggunaan grup tersebut sebagai media distribusi konten pornografi. Penyidik menemukan ratusan foto dan video asusila, termasuk materi yang melibatkan anak di bawah umur, tersimpan dalam ponsel MR saat penangkapan.
“Motif tersangka DK untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan mengunggah dan menjual konten pornografi anak dengan harga Rp 50 ribu untuk 20 konten dan Rp 100 ribu untuk 40 konten video atau foto,” sambungnya.
Konten ini dibagikan kepada anggota grup dan dalam beberapa kasus juga dijual demi keuntungan ekonomi.
Grup Fantasi Sedarah Jadi Ladang Kejahatan Komersial
Lebih dari sekadar ruang pribadi, grup mesum ini berubah menjadi pasar gelap digital, tempat beredarnya konten eksploitasi seksual anak.
Polisi mengungkap bahwa beberapa pelaku lainnya memanfaatkan platform tersebut untuk menjual konten terlarang, yang membahayakan keselamatan dan kesehatan mental anak-anak.
Kepolisian menyebut bahwa tindakan ini merupakan kejahatan seksual digital serius, yang tidak hanya melanggar UU Pornografi, tetapi juga Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU ITE. Para pelaku terancam hukuman penjara belasan tahun.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa ruang digital bukanlah tempat tanpa hukum. Kejahatan semacam ini bisa tumbuh subur jika tidak ada pengawasan, baik dari platform media sosial itu sendiri, aparat penegak hukum, hingga masyarakat umum.
Pakar keamanan siber dan perlindungan anak meminta agar platform seperti Facebook dan Instagram lebih ketat dalam mengawasi grup dan konten bermuatan asusila, serta memberikan jalur pengaduan yang responsif untuk kasus serupa.
Sementara itu, lembaga perlindungan anak juga mendesak agar pemerintah memperkuat literasi digital dan pengawasan terhadap anak-anak yang menggunakan media sosial. Edukasi dini mengenai bahaya eksploitasi seksual digital harus menjadi prioritas nasional. ***