Friday, 6 June 2025
HomeOpiniBigetron Esports dan Peluang yang Terlewatkan: Konsistensi dan Komunikasi Jadi PR Besar

Bigetron Esports dan Peluang yang Terlewatkan: Konsistensi dan Komunikasi Jadi PR Besar

Bogordaily.net – Musim ke-15 MPL Indonesia menjadi musim yang penuh harapan bagi Bigetron Esports. Dengan formasi baru yang menjanjikan, publik—terutama Bigetroopers—melihat potensi besar dari tim ini. Salah satu sorotan utama adalah hadirnya Light, mantan rekan Eman di RSG PH yang sempat menjuarai MSC. Duet ini menghadirkan ekspektasi tinggi, terlebih ketika Onic PH secara terbuka mengakui bahwa Bigetron adalah salah satu tim yang berhasil mengalahkan mereka dalam sesi scrim.

Di awal musim, performa Bigetron pun terbilang cukup dominan. Light dianggap memberikan kontribusi lebih signifikan dalam skema teamfight dibandingkan pendahulunya, Kyy. Eman dan Moreno juga tampil menggila, menjadikan Bigetron sebagai tim yang cukup ditakuti. Bahkan, mereka menjadi satu-satunya tim yang berhasil menumbangkan RRQ di leg pertama MPL ID S15. Namun, kisah manis itu tidak bertahan lama.

Performa yang Tak Stabil dan Komunikasi yang Goyah

Masuk ke leg kedua, performa Bigetron mulai menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan. Meskipun mereka masih memiliki peluang, keputusan untuk merotasi pemain dengan memasukkan FIN dari tim MDL justru menambah tantangan. FIN dan Light bergantian mengisi role roamer, menciptakan ketidakpastian yang berdampak pada ritme permainan tim secara keseluruhan. Rotasi ini memaksa pemain lainnya untuk terus beradaptasi dengan gaya main berbeda-beda dalam waktu yang sempit.

Kekalahan-kekalahan krusial pun mulai berdatangan. Salah satu momen paling disorot adalah saat menghadapi Geek Fam di Week 9. Pada game ketiga, Bigetron memaksa mencuri Lord yang tengah diamankan oleh Geek. Namun ketika gagal, alih-alih mundur, mereka justru memaksakan teamfight dalam kondisi yang jelas-jelas merugikan.

Dari segi draft pick, mereka kalah jauh—tidak ada satu pun dari mereka yang bisa menahan gempuran damage yang dilancarkan oleh tim Geek. Akibatnya, Eman dan Moreno sebagai core utama menjadi target empuk, dan seluruh pemain BTR tumbang satu per satu tanpa perlawanan berarti. Momen ini menjadi titik balik yang mengubur harapan mereka untuk mengamankan upper bracket.

Kekacauan serupa juga terlihat saat menghadapi Alter Ego di minggu yang sama. Di game pertama, Anavel melakukan blunder fatal yang langsung meruntuhkan ritme permainan tim. Luke dan FIN pun kerap kali keluar posisi, melakukan overcommitment yang membuka celah besar bagi lawan. Masalah komunikasi dan pengambilan keputusan menjadi semakin terlihat jelas.

Dalam dunia esports yang ditentukan oleh split-second decision, komunikasi adalah segalanya. Shotcall yang ragu-ragu, rotasi yang tidak sinkron, dan inisiasi yang tanpa backup adalah tanda-tanda bahwa komunikasi internal belum solid. Beberapa analis dan caster bahkan sempat menyebutkan bahwa Bigetron terlihat “bingung” dalam momen-momen tertentu—sebuah indikator bahwa decision-making dan koordinasi memang sedang bermasalah.

Tekanan mental pun tak bisa diabaikan. Musim ini adalah musim pertama Bigetron berada di bawah naungan Vitality, organisasi besar dari Eropa. Harapan tinggi untuk lolos ke EWC (Esports World Cup) membuat tekanan meningkat drastis. Di sisi lain, Anavel tampak berusaha terlalu keras untuk membuktikan dirinya sebagai pengganti Super Kenn. Namun upaya itu sering berbalik menjadi bumerang—bukan hanya gaya mainnya yang terlalu mirip, tetapi juga blunder-nya.

Chemistry antar pemain juga masih jauh dari kata matang. Inisiasi yang tidak direspons, backup yang terlambat, hingga koordinasi teamfight yang compang-camping memperlihatkan bahwa Bigetron belum memiliki koneksi in-game yang kuat. Dengan role roamer yang masih berganti-ganti dan rotasi yang belum stabil, sulit untuk membangun rasa percaya satu sama lain di dalam Land of Dawn.

Dari sisi komunitas Bigetron Esports, apresiasi tetap diberikan—terutama untuk Eman dan Moreno yang tampil jauh lebih disiplin dan tajam dibanding musim sebelumnya. Namun sayangnya, performa individu tidak cukup untuk menutupi masalah fundamental dalam tim. Ketika Bigetron kalah di early game, mereka tampak kesulitan untuk bangkit kembali—dan ini jadi bukti bahwa faktor mentalitas dan teamwork belum sepenuhnya kokoh.

Gagal mengamankan upper bracket jelas menjadi pukulan berat. Tapi bukan akhir dari segalanya. Masih ada babak playoff, dan masih ada waktu untuk evaluasi menyeluruh. Bagi Bigetron Esports, musim ini bisa menjadi pelajaran besar—bahwa chemistry, komunikasi, dan konsistensi adalah fondasi utama sebuah tim juara. Harapan para Bigetroopers tetap tinggi: mereka ingin melihat tim kesayangannya kembali menunjukkan semangat tempur sejati, dan mungkin, merebut satu tiket ke MSC sebagai bentuk penebusan.

Karena dalam esports, satu kekalahan bukan akhir dari segalanya—selama ada kemauan untuk berubah dan bangkit.

Oleh: Ruth Aurelia C, Mahasiswi Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here