Bogordaily.net – dr Marwan Al Sultan orang mana? Pertanyaan itu muncul bersamaan dengan kabar duka dari Gaza.
Seorang dokter spesialis jantung, yang juga Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, gugur bersama keluarganya dalam serangan udara Israel pada Rabu malam, 2 Juli 2025.
Namanya: dr Marwan Al Sultan. Bukan nama baru di kalangan medis Palestina. Dialah jantungnya jantung rakyat Palestina—secara harfiah maupun batiniah.
Ia bukan hanya direktur rumah sakit. Ia adalah saksi dan korban dari satu tragedi kemanusiaan yang tak pernah selesai.
Dan ya, dr Marwan Al Sultan orang mana? Ia adalah warga Palestina tulen, lahir dan besar di Gaza.
Meski tidak pernah belajar di Indonesia, namanya lekat di hati rakyat Indonesia karena pengabdiannya sebagai nakhoda RS Indonesia—rumah sakit yang dibangun dengan dana rakyat Indonesia, dan dibela dengan darahnya sendiri.
Wartawan Tanpa Kamera
Beberapa hari sebelum gugur, dr Marwan Al Sultan sempat diwawancarai The Guardian.
Wajahnya letih. Suaranya berat. Tapi kalimat-kalimatnya selalu tegak. Dalam wawancara itu, ia tidak sedang menjelaskan prosedur medis, tapi justru menjadi saksi mata atas kematian pasien-pasiennya.
Ia menjadi wartawan tanpa kamera. Dan RS Indonesia di Gaza menjadi semacam newsroom yang mengabarkan luka-luka yang tidak sempat ditulis jurnalis manapun.
“Setiap hari kami mengangkat jenazah dari lorong-lorong rumah sakit,” kata Marwan waktu itu.
Ia tahu, RS Indonesia sudah dikepung. Ia tahu, serangan bisa datang kapan saja. Tapi ia tidak pernah pindah.
Ia tidak lari. Ia justru berdiri paling depan—tanpa helm, tanpa rompi antipeluru.
Simbol yang Tak Pernah Pindah
Lalu, dr Marwan Al Sultan orang mana? Mungkin, tidak cukup hanya dijawab dengan kata: Palestina.
Karena dia bukan hanya orang Gaza, dia adalah simbol perlawanan yang tak pernah mundur.
Dalam siaran resmi Kementerian Kesehatan Palestina, Marwan disebut sebagai “simbol dedikasi, keteguhan, dan ketulusan selama situasi paling berat yang dialami rakyat kita.”
Rumahnya, yang berada di barat daya Kota Gaza, dihancurkan total dalam serangan Israel.
Ia tewas bersama istrinya. Bersama anak-anaknya. Bersama harapan yang dipendam sejak hari pertama RS Indonesia berdiri.
Menurut laporan Al Jazeera dan Healthcare Workers Watch (HWW), Marwan adalah tenaga medis ke-70 yang gugur akibat agresi Israel dalam 50 hari terakhir.
Kini RS Indonesia kehilangan pelindungnya. Palestina kehilangan dokternya. Dunia kehilangan satu lagi suara yang berani bicara.
Dan kita masih bertanya: dr Marwan Al Sultan orang mana? Ia adalah milik semua orang yang percaya bahwa rumah sakit seharusnya tempat menyembuhkan, bukan target pemboman.***