Saturday, 5 July 2025
HomeNasionalPak Patah: Pustakawan Pelopor dan Penjaga Warisan Ilmu di Masa Kemerdekaan

Pak Patah: Pustakawan Pelopor dan Penjaga Warisan Ilmu di Masa Kemerdekaan

Bogordaily.net – Di tengah riuh perjuangan kemerdekaan Indonesia, terdapat tokoh-tokoh senyap yang tak mengangkat senjata, tetapi berjasa besar dalam menjaga warisan intelektual bangsa. Salah satunya adalah Pak Patah, tokoh pelopor kepustakawanan Indonesia yang perannya tak kalah penting dari para pejuang di medan laga.

Ia adalah pustakawan generasi pertama yang berperan besar dalam menjaga, merawat, dan membangun sistem perpustakaan nasional di masa-masa sulit bangsa ini.

Lahir dari Lingkungan Religius dan Merintis Karier dari Bawah

Pak Patah lahir di Kebumen, 13 September 1901, dari keluarga religius.Ayahnya, Kyai H. Tohir, dikenal sebagai ulama terkemuka di daerah tersebut. Sejak kecil, ia tumbuh dalam tradisi keilmuan dan kedisiplinan.

Pendidikan awalnya ditempuh di Sekolah Rakyat (SR), setara dengan sekolah dasar saat ini.

Ia kemudian mengikuti ujian Ambtenar Kecil, sebuah jalur pendidikan bagi pribumi yang ingin menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda.

Minatnya pada dunia literasi tumbuh saat ia bekerja di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, lembaga kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Batavia (kini Jakarta), yang kemudian dikenal sebagai cikal bakal Museum Nasional.

Di sinilah ia mulai menapaki dunia pustaka, dan bekerja sebagai asisten pustakawan sejak 1919 hingga 1942.

Pustakawan Otodidak yang Menguasai Dunia

Pak Patah dikenal sebagai pustakawan autodidak yang luar biasa. Ia menguasai berbagai bahasa asing seperti Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman, yang membuatnya mampu memahami dan mengelola koleksi-koleksi penting dari berbagai penjuru dunia.

Tak hanya itu, ia juga menjadi rujukan banyak mahasiswa dan akademisi yang kelak menjadi tokoh nasional.

Salah satu tokoh yang merasakan bimbingannya adalah Prof. Moelianto, ahli ilmu pidana dari Universitas Gadjah Mada, yang menjuluki Pak Patah sebagai “Ensiklopedi Berjalan”, karena luasnya pengetahuan dan kemampuan membantunya dalam penelitian.

Di masa ketika tenaga pustakawan profesional masih langka, Pak Patah menjadi sosok sentral dalam melayani para pemustaka dan menjaga akses ilmu pengetahuan tetap terbuka.

Penjaga Perpustakaan di Masa Pendudukan Jepang

Saat Jepang menduduki Indonesia pada awal 1940-an, banyak lembaga budaya dan ilmu pengetahuan mengalami kehancuran.

Namun, berkat diplomasi dan keberanian Pak Patah, perpustakaan milik Museum (Bataviaasch Genootschap) berhasil diselamatkan dari kehancuran. Ia menjaga aset intelektual bangsa di tengah ancaman pendudukan dan konflik.

Pendiri Perpustakaan Negara dan Pustakawan Pertama Republik

Tahun 1947 menjadi momen penting dalam perjalanan hidupnya.

Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Mr. Ali Sastroamijoyo bersama Menteri Muda Mr. Hindromartono mempercayakan kepada Pak Patah untuk mendirikan dan memimpin Perpustakaan Negara di Yogyakarta.

Inilah yang menjadikannya pustakawan pertama Republik Indonesia di masa awal kemerdekaan.

Ia tidak hanya memimpin, tetapi juga membangun sistem perpustakaan dari nol, mengembangkan standar kepustakawanan nasional, serta bekerja sama dengan UNESCO melalui konsultan bernama A.G.W. Dunningham dalam pengembangan sistem kepustakawanan modern di Indonesia (1953–1963).

Pak Patah pensiun pada tahun 1958 setelah mengabdi lebih dari tiga dekade di dunia pustaka dan budaya.

Ia wafat pada 30 April 1966, dalam usia 65 tahun, dan dimakamkan di TPU Kuncen, Yogyakarta, setelah jenazahnya disemayamkan di Museum Sonobudoyo sebagai bentuk penghormatan terakhir. Ia meninggalkan seorang istri dan sembilan anak.

Pak Patah bukan hanya seorang pustakawan, ia adalah penjaga warisan budaya bangsa, pelindung ilmu pengetahuan, dan arsitek awal sistem perpustakaan nasional.

Perannya sering kali luput dari narasi besar sejarah kemerdekaan, namun jejaknya tetap melekat dalam dunia pendidikan dan literasi Indonesia.

Semoga nama dan jasanya sebagai Pahlawan Pustakawan Indonesia terus dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi pustakawan masa kini.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here