Bogordaily.net – Rumah Jampidsus Febrie Adriansyah tiba-tiba jadi panggung pertunjukan keamanan tingkat tinggi.
Jalan kecil di kawasan elite Kebayoran Baru mendadak seperti perbatasan negara: dijaga ketat prajurit berseragam loreng. Ada yang berdiri. Ada yang mondar-mandir. Semua senyap. Semua siap.
Apa yang sebenarnya terjadi di rumah Jampidsus Febrie Adriansyah itu?
Masyarakat menebak-nebak. Mulai dari kabar penggeledahan sampai dugaan intervensi politik.
Tapi Mayjen Kristomei Sianturi—sosok tegas dari Pusat Penerangan Mabes TNI—langsung meredam spekulasi. “Ini semua berdasarkan aturan. Ada Perpres. Ada MoU,” katanya.
Tentu, yang dimaksud adalah Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa, ditambah nota kesepahaman TNI-Kejagung Nomor NK/6/IV/2023. Tapi tetap saja, publik bertanya-tanya: mengapa sekarang? Mengapa rumah Jampidsus Febrie Adriansyah?
Kalau hanya soal prosedur, tentara tak perlu sampai berjaga sepanjang malam. Tapi, Kristomei menegaskan: ini bukan penghalangan hukum. Bukan pula bentuk intimidasi. “TNI netral. Profesional. Kami jaga stabilitas. Kami hormati hukum,” ujarnya tegas.
Apakah itu cukup menjawab kegelisahan? Apalagi, beberapa hari sebelumnya tersiar kabar—yang belum tentu benar—bahwa rumah pribadi Febrie akan digeledah. Namun, upaya itu disebut-sebut kandas oleh penjagaan militer. Sontak, suasana makin keruh.
Kejaksaan Agung buru-buru mengklarifikasi. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, langsung menepis isu tersebut.
“Tidak ada agenda penggeledahan. Tidak ada,” katanya dengan wajah yang tak bisa dibantah. Lalu menambahkan: kerja sama dengan TNI itu sudah lama. Sudah rutin. Bukan karena peristiwa ini saja.
Kalau begitu, ada apa sebenarnya?
Febrie bukan jaksa sembarangan. Ia mengurus kasus-kasus besar: korupsi kelas kakap, triliunan rupiah, aktor-aktor besar.
Tak heran jika rumah Jampidsus Febrie Adriansyah itu bukan sekadar tempat tinggal. Ia jadi simbol pertempuran antara hukum dan kekuasaan. Dan di situ pula, negara merasa perlu hadir: dengan baju loreng dan tatapan waspada.
Febrie tetap masuk kantor seperti biasa. Tak ada tanda-tanda ia merasa terancam. Tapi publik tahu, ada yang sedang dipertaruhkan di balik penjagaan itu.
Bukan cuma keamanan pribadi. Tapi mungkin, juga masa depan integritas hukum di negeri ini.***