Bogordaily.net – CEO Hermès, Axel Dumas, menyatakan kekesalannya atas maraknya praktik jual beli tas Birkin oleh para reseller yang dinilai merugikan perusahaan.
Tas mewah yang terkenal karena eksklusivitas dan status sosialnya itu kini justru membanjiri pasar sekunder dengan harga yang melambung tinggi, jauh melebihi harga resmi dari butik Hermès.
Dalam paparan kinerja kuartal II-2025 kepada para investor pada Rabu lalu, Dumas menyoroti bahwa banyak pembeli yang datang ke butik Hermès bukan untuk menjadi pelanggan sejati, melainkan semata-mata bertujuan menjual kembali tas tersebut demi keuntungan besar. Ia menyebut mereka sebagai “pelanggan palsu”.
“Ada pelanggan palsu yang datang ke toko kami untuk membeli, lalu langsung menjual kembali. Mereka menghalangi kami untuk melayani pelanggan sejati yang ingin memiliki produk Hermès untuk dipakai, bukan untuk dijual ulang,” tegas Dumas, seperti dikutip dari Fortune pada Selasa 5 Agustus 2025.
Lebih lanjut, Dumas mengaku sangat terganggu dengan meningkatnya jumlah tas Birkin baru yang beredar di pasar barang bekas atau pasar sekunder.
“Saya sama sekali tidak senang melihat tren ini. Saya memasang wajah masam, dan ya, saya benar-benar tidak senang,” ungkapnya.
Tas Birkin memang sudah lama menjadi incaran banyak orang, terutama karena statusnya yang eksklusif. Harga satu buah tas bisa mulai dari US$ 12.000 (sekitar Rp190 juta) dan bahkan bisa menembus ratusan ribu dolar AS, tergantung bahan dan edisi terbatasnya.
Popularitas Birkin juga semakin melejit karena dikenakan banyak selebritas dunia seperti Cardi B, Victoria Beckham, dan Kim Kardashian. Hal ini menjadikan tas tersebut simbol kemewahan dan prestise di berbagai kalangan sosial atas.
Namun di balik ketenarannya, tingginya permintaan telah membuka celah bagi para reseller yang memanfaatkan kelangkaan produk.
Mereka rela mengantri, membangun hubungan dengan butik, hingga membeli beberapa produk Hermès lain terlebih dahulu demi bisa masuk daftar tunggu Birkin. Setelah berhasil mendapatkannya, tas tersebut dijual ulang dengan harga berkali-kali lipat.
Praktik semacam ini, menurut Dumas, justru bertolak belakang dengan filosofi Hermès yang menjunjung kualitas, pelayanan personal, dan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan berupaya membatasi praktik jual beli semacam ini demi menjaga eksklusivitas brand dan memastikan pengalaman belanja yang otentik.
“Tujuan kami adalah melayani pelanggan sejati yang menghargai craftsmanship dan nilai dari produk kami, bukan mereka yang memperlakukan Birkin sebagai komoditas dagang,” tutup Dumas.***