Bogordaily.net – Institut Ummul Qura Al-Islami (IUQI) melalui program Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) kelompok 23 hadir dengan misi mulia, yaitu memberikan edukasi mendalam tentang stunting di Kampung Pasir Karok, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor.
Misi mulia tersebut didampingi langsung oleh ahli gizi yaitu dr. Okti agu liu, a.md.gz., yang memberikan edukasi sekaligus materi mengenai stunting.
“Stunting bukanlah takdir, tapi sesuatu yang bisa kita cegah bersama,” ujar dr. Okti agu liu, a.md.gz.,.
Dengan semangat yang membara, para mahasiswa dan dr. Okti berbagi ilmu untuk mewujudkan generasi masa depan yang sehat dan bebas dari stunting.
Ia mencerahkan lewat edukasi stunting, kondisi gagal tumbuh akibat kurang gizi kronis, adalah masalah serius yang sering kali terabaikan.
Berangkat dari kesadaran ini, KKM IUQI kelompok 23 berinisiatif menjembatani jurang pengetahuan antara teori dan praktik di lapangan.
Mereka menyadari bahwa tanpa pemahaman yang benar, upaya pencegahan akan sia-sia. Oleh karena itu, acara ini dirancang bukan hanya sebagai ceramah satu arah, melainkan sebagai forum interaktif yang memungkinkan warga bertanya dan berdiskusi langsung dengan ahlinya.
Penyuluhan yang dipimpin oleh dr. Okti agu liu, a.md.gz., tidak sekadar menjelaskan definisi stunting.
Ia dengan lugas memaparkan tanda-tanda stunting pada anak, penyebab utama, dan dampak jangka panjangnya terhadap perkembangan kognitif dan fisik.
Lebih dari itu, dr. Okti memberikan panduan praktis tentang gizi seimbang untuk ibu hamil, pentingnya pemberian asi eksklusif, dan cara menyiapkan makanan pendamping asi (mpasi) yang benar.
Para mahasiswa kkm turut membantu dengan menyebarkan pamflet dan mencontohkan cara pengolahan makanan bergizi sederhana yang bisa dipraktikkan di rumah.
Diskusi hangat pun terjadi, di mana warga secara aktif bertanya tentang berbagai mitos yang beredar di masyarakat, dan dr. Okti memberikan jawaban yang ilmiah dan mudah dipahami.
Meskipun acara berjalan sukses, isu stunting di daerah pedesaan seperti kampung pasir karo masih menghadapi tantangan besar. Keterbatasan akses terhadap bahan makanan yang bergizi dan minimnya fasilitas kesehatan adalah hambatan utama.
Selain itu, mengubah kebiasaan dan pola pikir yang sudah mengakar kuat di masyarakat bukanlah hal mudah. Oleh karena itu, kehadiran kkm kelompok 23 ini bukan akhir, melainkan awal dari sebuah perjuangan panjang.
Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada tindak lanjut yang konsisten dan dukungan dari berbagai pihak.
Keberhasilan kegiatan ini harus menjadi pemicu untuk langkah-langkah selanjutnya. Sebagai penulis, saya berpendapat bahwa idealnya, program ini tidak berhenti di sini.
Perlu adanya program pendampingan berkelanjutan yang melibatkan kader kesehatan lokal. Kkm iuqi dapat bekerja sama dengan puskesmas atau aparat desa untuk membentuk dan melatih kader-kader ini.
Dengan demikian, ilmu yang telah disampaikan akan terus tersebar dan diterapkan secara mandiri oleh masyarakat. Harapan terbesar adalah agar setiap anak di kampung pasir karo mendapatkan haknya untuk tumbuh optimal, menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan tangguh. ***
Muhammad Irfan Ramadan