Bogordaily.net – Malam Kamis 4 September 2025, jam hampir menunjuk pukul 12. Jalan Sancang di Bogor Tengah masih belum sepenuhnya sepi.
Di jalur yang agak gelap itu, tiga anak muda mengendarai motor Honda Beat. Mereka masih belia.
Dua di antaranya pelajar SMK kelas XII di salah satu sekolah di kota Bogor. Mereka hanya melintas, dari arah Malabar menuju Cimanggu.
Tidak ada yang menyangka, perjalanan singkat itu berubah jadi mimpi buruk.
Di depan mereka, sekelompok motor—sekitar delapan unit—tiba-tiba menghadang.
Lalu terjadilah apa yang kerap hanya kita dengar di berita: pembacokan oleh orang tak dikenal.
Begitu cepat, begitu brutal. Korban yang duduk di jok belakang, MA alias Dodo, 19 tahun, langsung dihantam senjata tajam. Cocor bebek, begitu istilahnya.
Luka itu panjang: 20 cm di dada kirinya. Dalam: 2 cm. Darah mengalir. Panik. Korban segera dibawa ke RS Azra Bogor.
Di sana dokter langsung bertindak: menjahit luka, menstabilkan kondisi. Dodo selamat. Untuk sementara.
Keesokan paginya, Jumat 5 September, laporan masuk ke Polsek Bogor Tengah. Saksinya—Ra, teman korban.
Jam 06.00 mendatangi kantor polisi. Setengah jam kemudian, Pawas dan tim Reskrim mendatangi TKP.
Mereka menelusuri jalan Sancang, jalan kecil di jantung kota Bogor itu, untuk mencari jawaban.
Tapi jawaban belum ada. Siapa kelompok bermotor itu? Apa motifnya? Mengapa harus menyerang tiga anak muda yang bahkan tak sempat melawan? Polisi masih mencari saksi, masih menyusun puzzle.
Jalan Sancang kini menyimpan luka. Luka seorang remaja. Luka sebuah kota yang sering kali harus menyaksikan kekerasan jalanan berulang kali.
Dodo mungkin akan sembuh dari lukanya. Tapi luka psikologis—baik bagi dia maupun teman-temannya—barangkali akan lebih lama bertahan.***