Bogordaily.net – Kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 mulai menemukan titik terang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan permainan dalam mekanisme pelunasan calon jamaah haji khusus yang dinilai janggal.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa calon jamaah haji khusus hanya diberi waktu lima hari kerja untuk melakukan pelunasan.
Akibatnya, banyak kuota haji khusus yang tidak terserap. Kondisi ini diduga sengaja diciptakan agar sisa kuota bisa dialihkan kepada pihak penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) tertentu.
“Penyidik menduga pengaturan waktu yang sangat sempit ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tidak terserap jamaah yang sudah lama antre, sehingga kuota tambahan bisa diperjualbelikan,” ungkap Budi.
Dalam rangka penyelidikan, KPK telah memanggil Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) BP Haji, Moh. Hasan Afandi.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Terpadu di Kementerian Agama.
Kasus ini mulai ditangani sejak 9 Agustus 2025, setelah KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Dari hasil penyidikan awal, KPK menyebut kerugian negara akibat dugaan praktik ini sudah mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Selain itu, tiga orang juga telah dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Tak hanya KPK, DPR RI melalui Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji juga menemukan kejanggalan dalam pembagian kuota haji 2024.
Dari tambahan 20.000 kuota yang diberikan Arab Saudi, Kemenag membaginya rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, sesuai Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019, porsi kuota haji sudah diatur jelas, yakni 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Temuan ini membuat publik menyoroti serius tata kelola ibadah haji di Indonesia. Selain menyangkut ibadah umat Muslim, kasus ini juga melibatkan potensi kerugian negara dalam jumlah fantastis.***