Bogordaily.net – Perseteruan panjang antara Imam Muslimin atau akrab disapa Yai Mim, eks dosen UIN Malang, dengan Nurul Sahara, pemilik bisnis rental mobil, kian memanas.
Konflik yang semula dianggap persoalan tetangga kini berkembang menjadi sengketa publik dan berujung pada langkah hukum.
Istri Yai Mim, Rosida Vignesvari, membeberkan kronologi awal masalah. Ia menyebut, akar perseteruan bermula dari lahan di depan rumah yang mereka beli pada tahun 2007.
Menurut Rosida, sebagian lahan tersebut kemudian diwakafkan atau disedekahkan oleh Yai Mim kepada pengembang untuk dijadikan jalan masuk ke kavling perumahan yang sebelumnya sempit.
Namun, masalah muncul saat Sahara bersama suaminya, Shofwan, memanfaatkan tanah sedekah tersebut untuk parkir puluhan mobil rental dan bahkan mendirikan pagar untuk kandang kambing.
Yai Mim merasa keberatan dan menegur keras tindakan itu. Pihaknya menegaskan bahwa lahan sedekah tersebut diperuntukkan sebagai jalan umum, bukan untuk keperluan bisnis pribadi.
Teguran tersebut diduga memicu ketegangan dan dendam dari pihak Sahara. Sejak itu, Sahara mulai aktif melancarkan narasi digital melalui akun TikTok miliknya, @sahara_vibesssss, dengan unggahan pertama pada 10 September 2025.
Konten-konten Sahara menuding Yai Mim melakukan berbagai tindakan negatif, mulai dari pelecehan seksual, pencemaran nama baik, perusakan mobil rental dengan memblokade jalan, hingga menghadirkan massa untuk mengganggu bisnisnya.
Serangan digital Sahara memicu gelombang hujatan warganet terhadap Yai Mim, hingga berimbas pada kariernya. Yai Mim bahkan dinonaktifkan dari jabatannya di UIN Malang.
Klarifikasi dan Bantahan Yai Mim
Merasa nama baiknya tercemar, Yai Mim akhirnya membuka suara pada 16 September 2025 melalui akun TikTok milik sang istri, @roseenjoysherlife.
Dalam klarifikasinya, Yai Mim dengan tegas membantah semua tuduhan Sahara dan menyebutnya sebagai fitnah keji serta framing jahat untuk menjatuhkan reputasinya.
Ia juga menegaskan bahwa klaim Sahara soal kepemilikan lahan adalah tidak benar.
“Lahan itu kami beli sejak 2007. Jadi bukan milik orang lain seperti yang dituduhkan Sahara,” ungkap Yai Mim.
Ia menambahkan bahwa RT/RW dan warga hanya mendengar keterangan sepihak dari Sahara dan Shofwan, sehingga proses mediasi yang seharusnya dilakukan tidak pernah berlangsung dengan baik.
“Saya ini khafidul quran (penghafal Al-Quran), mustahil saya melakukan perbuatan keji yang dituduhkan,” tegasnya.
Setelah klarifikasi Yai Mim tersebar luas, narasi publik mulai berubah. Banyak warganet yang semula mengecam Yai Mim kini berbalik menyerang Sahara, menudingnya menyebarkan fitnah demi keuntungan pribadi.
Isu ini menjadi salah satu topik paling ramai diperbincangkan di platform media sosial seperti TikTok, Threads, dan X (Twitter), memunculkan tagar-tagar bernada dukungan untuk Yai Mim.
Ketegangan mencapai puncaknya pada 22 September 2025. Warga Perumahan Joyogrand Kavling Depag menggelar rapat warga yang menghasilkan keputusan untuk mengusir Yai Mim dan istrinya dari rumah yang mereka beli sendiri.
Keputusan ini, menurut warga, diambil dengan alasan melanggar adat istiadat dan beberapa faktor lain yang tidak dijelaskan secara rinci.
Meski keberatan, Yai Mim dan Rosida memilih mengalah dan menerima keputusan tersebut. Mereka kini berencana menjual rumah dan pindah dari lokasi untuk menghindari konflik berkepanjangan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Sahara terkait gugatan hukum tersebut.***